Pasca Teken MoU, APSI Aceh Besar Dan LBH Pakat Tabela Gelar Pertemuan Perdana

- Aceh
  • Bagikan
Direktur LBH Pakat Tabela Banda Aceh Mirdas Ismail (tengah) didampingi Ketua APSI Aceh Besar (kiri baju putih) sedang memberikan pencerahan pada pertemuan perdana di Aula Gedung APSI Kawasan Sibreh, Aceh Besar, Rabu (16/11/22). (Waspada/T.Mansursyah)
Direktur LBH Pakat Tabela Banda Aceh Mirdas Ismail (tengah) didampingi Ketua APSI Aceh Besar (kiri baju putih) sedang memberikan pencerahan pada pertemuan perdana di Aula Gedung APSI Kawasan Sibreh, Aceh Besar, Rabu (16/11/22). (Waspada/T.Mansursyah)

BANDA ACEH (Waspada): Asosiasi Pengawas Seluruh Indonesia (APSI) Kabupaten Aceh Besar bersama LBH Pakat Tabela Banda Aceh menggelar pertemuan perdana dalam rangka menyatukan visi bagi perlindungan hukum terhadap anggota APSI tersebut.

Pertemuan perdana ini berlangsung di Aula Gedung APSI kawasan Sibreh, Aceh Besar, Rabu (16/11/22).
Suasana pertemuan bernuansa silaturrahmi itu, dihadiri kurang lebih 50 orang anggota, terdiri dari pengawas provinsi, pengawas tingkat SMA/SMK, tingkat SMP, SD dan TK se Kabupaten Aceh Besar.

Pertemuan perdana APSI Aceh Besar dengan LBH Pakat Tabela Banda Aceh tersebut berlangsung pasca ditandatanganinya MoU. Kedua belah pihak, Marzuki selaku Ketua APSI Aceh Besar dan Mirdas Ismail, Direktur LBH Pakat Tabela Banda Aceh, telah menandatangani MoU dimaksud pekan lalu di Banda Aceh.

Pada kesempatan itu, Direktur LBH Pakat Tabela Banda Aceh, Mirdas Ismail mengatakan, pertemuan ini selain untuk silahturrahim agar saling kenal mengenal juga sekaligus me- identifikasi potensi masalah. Masalah apa saja yang sering timbul dan bagaimana cara penyelesaiannya.

Apakah bisa diselesaikan secara kekeluargaan, baik secara internal maupun eksternal yang mungkin sudah masuk ke ranah hukum. Misalnya, kemungkinan adanya kasus tindak pidana umum, seperti adanya dugaan pemalsuan surat, ijazah, pemalsuan tandatangan, dokumen dan lainnya, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Tindak pidana pemalsuan ini, kata Mirdas, saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta diatur dalam pasal 263 ayat (1) KUHP. Ia mengatakan lebih lanjut, Hal tersebut jangan dianggap sepele, sebab dampaknya sangat besar terhadap orang lain, dapat menerbitkan suatu hak, suatu perjanjian atau pembebasan utang dan ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara, makasimum 6 tahun penjara,” ungkap advokad senior itu.

Selain itu, dalam sesi dialog tersebut, anggota APSI yang lain mempertanyakan peristiwa yang sering terjadi dalam dunia pendidikan, adanya dugaan yang disebut dengan pelanggaran HAM, di mana terjadi pemukulan oleh guru terhadap murid, atau terjadi kesalah pahaman antara pengawas dengan guru di lapangan yang bermuara menjadi kasus hukum. Padahal apa yang dilakukan oleh pengawas sudah sesuai dengan tupoksinya atau sesuai dengan aturan hukum.

Atas pertanyaan ini, Mirdas Ismail mengatakan, bahwa ada yurisprodensi dari Mahkamah Agung yang melindungi guru dalam mendidik dan mendisiplinkan siswanya, kaitannya dengan sang guru memangkas rambut siswanya yang awut-awutan.

Secara umum tindakan ini termasuk perbuatan yang tidak menyenangkan dan pemaksaan, namun dalam rangka mendisiplinkan siswa hal ini dibenarkan, bukan tindakan kekerasan berupa pemukulan. Kalaupun terjadi pemukulan dalam mendidik siswa itu jangan sampai melukai.

Lebih lanjut dikatakannya, kita lebih baik menghindari debat dan pertengkaran dengan siswa, tugas kita mengingatkan, menasihati dan mengawasi. Siswa nakal itu tak selamanya jadi anak nakal, siapa tahu lima tahun kedepan sikapnya berubah jadi anak baik, bisa jadi teman dan sahabat yunior, ujar Mirdas. 

Menjawab pertanyaan selanjutnya, mengenai kesalah-pahaman antara pengawas dengan guru, menurut Mirdas, sangat tergantung pada penguasaan informasi, termasuk juknis, tentang objek yang mau diawasi, cara menyampaikan dan di mana hal itu disampaikan, lihat situasinyalah katanya. Kalau menghadapi guru-guru yang suka debat dan terlalu percaya diri, ya harus dengan fakta, bukti nyata dan tanpa banyak kata, kata Mirdas puitis.

Begitu juga dengan atasan yang melakukan kesalahan, bagaimana tujuan menyampaikan pesan positif tersampaikan tanpa menyalahkan, tanpa kesan menggurui dan mengkritisi, apalagi menghakimi. Sulit memang, kata Mirdas, karena itu ada seninya tersendiri, perlu jam terbang dan penghayatan peran, jelas Mirdas yang juga Ketua HMI Solo itu.( b02)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *