Aceh

Pemko Banda Aceh Komit Tekan Angka Kekerasan Perempuan Dan Anak

Pemko Banda Aceh Komit Tekan Angka Kekerasan Perempuan Dan Anak
Wakil Wali Kota Banda Aceh Afdhal Khalilullah memberikan sambutan pada acara Sosialisasi Urgensi Perlindungan Saksi Dan Korban Tindak Pidana yang diinisiasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada.id): Memberikan perlindungan dan rasa aman bagi perempuan dan anak bukan sekadar tugas, tetapi amanah yang harus dijalankan bersama.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah persoalan kompleks yang memerlukan penanganan komprehensif, holistik, dan lintas sector, dari pemerintah, LSM, dunia usaha hingga masyarakat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Begitu ungkap Wakil Wali Kota Banda Aceh Afdhal Khalilullah dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Urgensi Perlindungan Saksi Dan Korban Tindak Pidana yang diinisiasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Hotel Rasamala, Sabtu (22/11).

Menurutnya, salah satu bentuk diskriminasi yang masih sering terjadi adalah kekerasan berbasis gender, baik di ranah domestik maupun publik. “Bentuknya beragam: KDRT, kekerasan seksual, perdagangan orang, eksploitasi seksual komersial, kekerasan di tempat kerja, dalam situasi bencana, hingga konflik sosial.”

“Isu perempuan dan anak adalah isu kita bersama. Tanpa kerja kolektif dan kolaborasi yang kuat, upaya penurunan angka kekerasan tidak akan optimal. Semakin banyak pihak yang peduli dan terlibat, semakin besar harapan kita untuk mewujudkan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak,” ujarnya.

Terlebih, akhir-akhir ini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus menunjukkan tren peningkatan. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.

Sementara hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak Dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan bahwa bentuk kekerasan yang paling dominan pada remaja adalah kekerasan emosional dialami oleh 45 dari 100 anak usia 1317 tahun.

Untuk kota Banda Aceh sendiri, terlapor pada UPTD PPA menunjukkan tahun 2022: 149 kasus, 2023: 157 kasus, dan 2024 hingga Oktober sudah mencapai 100 kasus. “Sebagian besar merupakan kasus KDRT. Kami meyakini bahwa angka riil kemungkinan lebih tinggi dari yang dilaporkan.”

“Melihat kondisi ini, kita membutuhkan sistem layanan yang terkoordinasi, responsif, dan mampu memberikan pemulihan secara menyeluruh bagi korban,” ujar wakil wali kota.

Masih menurut Afdhal, layanan berbasis komunitas hingga pemulihan yang komprehensif perlahan mulai terwujud sejak hadirnya UUPKDRT dan terbentuknya Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang kini berkembang menjadi UPTD PPA.

Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Perwal Nomor 80 Tahun 2021 telah membentuk UPTD PPA sebagai unit teknis untuk memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan perlindungan khusus lainnya.

UPTD PPA ini memiliki fungsi: pengaduan, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, rumah penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. “Layanan diberikan secara gratis, terintegrasi, dan bersifat rahasia, sesuai amanat Permen PPPA 2/2022 dengan pendekatan CEKATAN: cepat, akurat, komprehensif, dan terintegrasi.”

Untuk pengaduan nasional, masyarakat juga dapat mengakses: SAPA 129, dan WhatsApp 08111129129. Layanan ini juga terintegrasi dengan UPTD PPA di daerah,” ujarnya lagi.

Dalam menjalankan pelayanan, UPTD PPA Kota Banda Aceh juga terus bersinergi dengan LPSK. Kolaborasi ini antara lain dalam penanganan kasus KDRT yang mengandung unsur kekerasan seksual, penghitungan restitusi, dan pembiayaan medis.

Oleh karenanya, melalui kegiatan sosialisasi ini, ia pun berharap terbentuk mekanisme rujukan yang lebih kuat hingga tingkat gampong. “Pencegahan dan penanganan kekerasan membutuhkan kolaborasi yang nyata dari semua pihak untuk memastikan hak-hak perempuan dan anak terpenuhi serta angka kekerasan dapat ditekan.”

“Masyarakat harus tahu bahwa korban tidak sendiri. Ada pemerintah, ada lembaga negara, dan ada kita semua yang siap menjadi bagian dari perlindungan.”

“Semoga setelah sosialisasi ini, semakin banyak yang berani bersuara, berani melapor, dan berani mencari pertolongan. Karena setiap perempuan dan setiap anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman,” ujar Afdhal pada acara yang turut dihadiri oleh Anggota Komisi XIII DPR RI Muslim Aiyub dan Wakil Ketua LPSK Wawan Fahruddin tersebut. (id65)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE