LANGSA (Waspada.id): Oknum Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Langsa, diduga melakukan praktik pungutan liar (pungli) kepada para pedagang/pengusaha toko di seputaran Kota Langsa.
Informasi yang wartawan himpun, dugaan pungli tersebut diduga akibat kepengurusan SPSI Langsa yang tidak transparan mulai dari pengutipan keringat buruh, kendaraan barang yang beroperasi dan sejumlah retribusi administrasi lainnya, hingga pungutan liar kepada pengusaha toko.
“Kasus tersebut dapat membuka tabir baru tentang carut marut pengelolaan SPSI Kota Langsa,” ungkap sumber yang tidak ingin menyebut jati dirinya, kepada waspada.id, Minggu (7/9).
Lanjutnya, para pengusaha yang diduga dipungli oleh pengurus SPSI tersebut, rata-rata para pedagang/pengusaha yang berjualan di tempat usaha atau toko-toko setiap bulannya dengan nominal bervariasi.

Uang iuran yang dikutip tersebut mulai dari Rp100 ribu hingga Rp250 ribu/bulannya. Meskipun, tanpa ada jasa bongkar muat barang milik pengusaha toko yang dilakukan oleh anggota SPSI Kota Langsa.
Adapun, dugaan praktik pungutan liar tersebut menggunakan kuitansi dan stempel Pimpinan Unit Kerja (PUK) Transportasi F.SPTSI Kota Langsa yang ditandatangani Ketua Abdullah Hanafiah dan Sekretaris Asrie, J.A.
“Meskipun para pedagang di toko-toko saat barang pesanannya tiba, bongkar muat dilakukan oleh karyawannya sendiri bukan buruh dari anggota SPSI. Namun, pedagang/pengusaha toko tetap dikenakan pembayaran iuran bongkar muat setiap bulannya oleh pengurus SPSI Kota Langsa,” beber sumber.
Terkait, dugaan pungli yang dilakukan pengurus SPSI Kota Langsa, informasi yang dihimpun wartawan dari beberapa tempat usaha seperti Alfamidi dan Toko, membenarkan ada pengutipan oleh pihak pengurus SPSI Kota Langsa.
Salah seorang Karyawan di Mini Market tersebut mengakui pihak manajemen ada dimintai uang bongkar muat barang oleh pihak pengurus SPSI Kota Langsa, senilai Rp250 ribu setiap bulannya, meski tidak ada jasa dari pihak SPSI untuk bongkar muat barang milik mini market.
“Kuitansi pembayaran itu pun ada, karena kuitansi pembayaran harus kami buat dan kami kirim ke manajemen,” sebut RF, salah seorang karyawan toko di Jalan Medan Banda Aceh, Gampong Belang, Kecamatan Langsa Kota, sembari memperlihatkan bukti pembayaran iuran.
Senada, juga disampaikan Karyawan Alfamart saat ditemui wartawan, pihak manajemen Afamart ada dimintai uang bongkar muat barang oleh pihak pengurus SPSI Kota Langsa sebesar Rp250 ribu.
“Barusan saya mengirimkan bukti kuitansi pembayaran bongkar muat barang dari SPSI ke manajemen Alfamart, karena setiap pengeluaran, kuitansi pembayarannya harus dikirim ke manajemen Afamart,” ujar karyawan tersebut.
Praktik pungutan liar juga dialami oleh sejumlah pengusaha/pedagang toko lainnya. Salah seorang pedagang toko perabot, Ry mengaku bahwa, pihak pengurus SPSI tersebut juga ada meminta bayaran bongkar muat barang kepadanya senilai Rp100 ribu/bulan.
“Jujur, sebenarnya saya dan para pedagang perabot lainnya merasa keberatan atas pembayaran bulanan bongkar muat barang yang diminta pihak SPSI. Karena, barang-barang perabotan yang masuk, bongkar muat dilakukan oleh pekerja/karyawan kami dan tidak ada jasa bongkar muat dari pihak SPSI Langsa,” ujarnya.
Ry, mengaku pengutipan iuran ini sudah berlangsung lama sejak usaha perabotnya dibuka. Sembari, memperlihatkan bukti kuitansi iuran pembayaran bongkar muat dari SPSI Kota Langsa.
Ketua DPC SPSI Kota Langsa, Abdullah Hanafiah dikonfirmasi via telepon WhatsApp, Minggu (7/9) sore mengatakan, dirinya tidak ingin menjawab atas pertanyaan atas dugaan pengutipan iuran tersebut.
“Saya ngak mau bilang ada kejelasan, kalau tidak dibawakan yang melapor. Karena saya liat melangkahnya sudah ke mana-mana sudah terlampau jauh. Seolah-olah kami ada memakai uang pemerintah,” jawab dengan nada kesal.
Sementara itu, Ketua DPD SPSI Aceh, Yusri Tambunan ketika dikonfirmasi, terkait pengutipan iuran bulanan tersebut mengatakan, bagi pedagang (pengusaha) yang dikutip mulai dari Rp100 ribu hingga Rp250 ribu yang tertulis di kuitansi pembayaran itu adalah kesepakatan antara para pengusaha toko dengan mereka.
Alasannya, barang yang mereka masukan ke toko-toko itu, tidak mau dibongkar oleh pihak pekerja SPSI. “Sebenarnya, kami mau mengerjakan bongkar muat barang itu, bahkan ongkosnya bisa lebih besar. Akan tetapi, para pengusaha toko mohon pengertiannya kepada kami, dan akhirnya barang yang masuk sedikit itu bisa dikerjakan oleh karyawan mereka sendiri. sehingga pengusaha mampu bersaing untuk menjual barang tersebut, itu alasan pengusaha,” ujarnya.
Yusri menegaskan, bila para pengusaha toko merasa keberatan, terhitung sejak bulan depan pihaknya tidak akan ambil pembayaran bulanan itu lagi. Namun pihaknya akan mengerjakan bongkar muat barang di sejumlah tempat usaha toko-toko itu secara langsung.
“Itu semua kesepakatan, permintaan, memohon mereka. Bukan hanya itu saja, bahkan banyak toko-toko lain juga yang tidak kami berikan izin untuk bongkar sendiri, alasannya buruh kami mau bongkar apa,” tambahnya.
“Tidak ada di situ unsur penekanan meminta sesuka-suka itu semua berdasarkan musyawarah dan rapat dengan para pengusaha toko,” jelas Yusri Ketua DPD Provinsi Aceh yang juga mengaku mengelola beberapa tempat bongkar muat para buruh di seluruh Aceh. (Id75)