BANDA ACEH (Waspada): Plt. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Aceh Husni Thamrin, SE MM menyatakan angka prevalensi stunting di Provinsi Aceh turun dua persen.
“Angka stunting di Provinsi ujung barat Indonesia, itu turun dua persen dalam rentang dua tahun terakhir,” ungkap Husni Thamrin.
Dia mengungkapkan itu, saat menyampaikan target penurunan stunting di Aceh dalam temu pers Program Bangga Kencana dalam percepatan penurunan stunting di Aula BKKBN Aceh, Senin (05/06/23).
Dalam keterangannya itu, ia didampingi Sekban BKKBN Aceh Faridah,SE MM, Koordinator Program Manajer Satgas Percepatan Penurunan Stunting Aceh Dr.drh.Iskandar Mirza MP, Koordinator bidang Adpin Drs.Saflawi TR MM, Koordinator Dalduk Muhammad Razali, SE dan staf lainnya.
Husni Thamrin mengatakan sebelumnya angka prevalensi stunting di Provinsi Aceh mencapai 33,2 persen pada 2021. Namun, hingga hingga Mei 2023, angka prevalensi tersebut turun menjadi 31,2 persen.
Menurut Husni Thamrin, angka prevalensi 31,2 persen tersebut artinya dari tiga bayi yang dilahirkannya di Provinsi Aceh, satu di antaranya mengalami stunting.
“Kendati turunnya tidak terlalu banyak, namun kami optimis target penurunan stunting di Aceh hingga 14 persen pada akhir 2024 bisa tercapai,” katanya.
Husni Thamrin mengatakan turunnya angka prevalensi stunting sebanyak dua persen tersebut membuat peringkat Aceh yang sebelumnya tertinggi, kini berada di peringkat lima.
Oleh karena itu, kata Husni Thamrin, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan para pemangku kebijakan lainnya, termasuk pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat, untuk bersama-sama menangani permasalahan stunting di Aceh.
“Stunting merupakan permasalahan nasional. Penanganan stunting juga menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya BKKBN semata. Tujuannya penanganan stunting untuk melahirkan generasi emas bagi Bangsa Indonesia pada 2045,” pungkasnya.
Husni Thamrin menegaskan stunting bukan hanya dilihat dari tinggi badan anak melainkan stunting juga dilihat dari perkembangan otak dan daya pikirnya. Anak mengalami stunting memiliki daya pikir yang rendah.
“Inilahnya harus dipahami. Selama ini, pemahaman stunting adalah kekerdilan atau tubuh yang pendek. Padahal, stunting melahirkan generasi dengan daya pikir yang lemah. Inilah yang harus dicegah untuk melahirkan generasi emas Indonesia,” kata Husni Thamrin.
Kecuali itu, lanjut Husni, ada anggapan orang berpikir bahwa stunting itu pendek, sehingga sebagian orang tua tidak mempermasalahkan dengan tubuh pendek. Tapi yang ditakutkan orang tua adalah anak yang bodoh yang diakibatkan dari gizi yang buruk.
Sekali lagi, perlu SDM yang unggul supaya tidak bodoh. “Stunting ini masalah bodoh, bukan masalah pendek. Berapa banyak orang yang pendek, tapi otaknya pintar,” tutur Husni Thamrin.
Sementara Koordinator Program Manajer Satgas Percepatan Penurunan Stunting Aceh Iskandar Mirza mengatakan, tercatat 10 kabupaten/kota di Aceh yang tingkat stuntingnya tertinggi.
10 Kabupaten/kota tersebut yakni, Subulussalam, Aceh Tenggara, Abdya, Singkil, Pidie Jaya, Aceh Barat, Lhokseumawe, Aceh Selatan, Simeulue dan Kota Banda Aceh.
“Jadi, yang paling tertinggi angka stuntingnya adalah Subulussalam sebesar 47,9 persen,” kata Iskandar. (b02)