IDI (Waspada): Kasus pemilik ternak yang ditangkap polisi akibat membunuh Harimau Sumatera di pedalaman Aceh Timur, menarik perhatian publik. Pasalnya, pemilik ternak dianggap sebagai korban dalam kasus tersebut, karena warga tersebut merasa kesal dan kecewa.
Koordinator Wilayah Bagian Timur Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, Zamzami Ali, dalam siaran persnya, kepada Waspada, Rabu (1/3) menjelaskan, polisi perlu menentukan kebijakan dalam penanganan kasus tersebut, namun tetap tidak mengesampingkan ketentuan dan undang-undang yang berlaku.
“Kita menyarankan agar polisi sebaiknya menyelesaikan kasus tersebut dengan pendekatan non-hukum atau secara kekeluargaan. Jika hal ini dilakukan, maka kami yakin polisi akan mendapatkan sambutan positif dari masyarakat,” kata Zamzami Ali.
Aspek non-yuridis juga perlu diperhatikan, lanjutnya, meskipun perbuatan tersangka dilakukan dengan sengaja tentu memiliki sebab yang menjadi dasar tersangka SY melakukan tindakan terlarang itu. “Kasus ini juga menjadi ‘warning’ bagi pemerintah untuk lebih memberikan atensi kepada warga atau petani di pinggiran kawasan hutan yang menjadi garis terdepan dalam pertempuran ‘konflik satwa dan manusia’,” timpa Zamzami Ali.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Harimau Sumatera ditemukan mati di Gampong Peunaron Lama, Kec. Peunaron, Kab. Aceh Timur, Rabu (22/2) lalu. Di lokasi itu, sehari sebelumnya juga ditemukan empat ekor kambing mati dimangsa harimau.
Berdasarkan penyelidikan dan pemeriksaan saksi, satwa dilindungi itu mati setelah termakan racun yang ditaburi SY ke salah satu sisa bangkai kambing. Perbuatan tersebut dilakukan SY akibat kesal dan emosi terhadap harimau yang telah memangsa hewan ternaknya jenis kambing sebanyak tiga ekor di dalam kandang. (b11)