SIGLI (Waspada.id) : Air datang tanpa permisi. Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras yang mengguyur Kabupaten Pidie nyaris tidak berhenti, menenggelamkan jalanan, pekarangan, dan rumah warga di beberapa kecamatan.
Di Kembang Tanjung, debit air naik begitu cepat hingga merendam rumah warga setinggi pinggang orang dewasa. Di tengah kepanikan, tampak sosok-sosok berseragam cokelat-hitam bergerak sigap.
Ya, Polisi dari Polres Pidie menurunkan tambahan personel, mengerahkan perahu karet, dan menembus genangan yang sulit dilewati kendaraan biasa. Mereka bukan sekadar menjaga keamanan. Di mata warga, mereka menjadi tangan penyelamat, penuntun menuju keselamatan.
Kompol Dwi Arys Purwoko, Wakapolres Pidie, menuntun sebuah perahu karet di tengah arus. Ia memanggul seorang lansia yang matanya berkaca-kaca, sementara cucunya memegang erat tas berisi dokumen penting.
“Keselamatan masyarakat adalah prioritas utama,” ucapnya, menirukan instruksi Kapolres AKBP Jaka Mulyana. Kata-kata itu terdengar sederhana, tetapi di lapangan, maknanya begitu berat dan nyata.

Di beberapa titik, genangan mencapai hingga lutut dewasa. Anak-anak menatap polisi dengan campuran takut dan kagum, sementara ibu-ibu menggenggam erat anak-anak mereka.
Perahu karet bergoyang diterjang arus, namun setiap anggota polisi memastikan tidak ada yang tertinggal. Di sela-sela evakuasi, mereka juga mendata warga, memprioritaskan lansia, ibu hamil, dan anak-anak.
Banjir tidak hanya menghambat aktivitas, tetapi juga memutus akses warga ke kebutuhan pokok. Di Gampong Kupula, Kecamatan Padang Tiji, polisi harus mengatur arus lalu lintas air agar kendaraan darurat bisa lewat. Petugas lain mengevakuasi warga yang rumahnya berada di tepian sungai, yang rawan hanyut jika air terus naik.
Selain menembus genangan, Polres Pidie meningkatkan koordinasi dengan BPBD, TNI, pemerintah kecamatan, dan perangkat gampong. Setiap Polsek diminta tetap siaga, meningkatkan patroli, dan menyiapkan jalur evakuasi cepat.
“Kami tetap bersiaga 24 jam. Hujan mungkin akan reda, tetapi kami siap menghadapi segala kemungkinan,” ujar Kompol Dwi Arys Purwoko.
Di antara percikan air dan suara hujan yang membasahi atap rumah, terlihat wajah-wajah lelah namun penuh tekad. Polisi, dengan pelampung dan sepatu boot, bergerak menyusuri lorong-lorong sempit, menuntun warga yang terjebak, dan memastikan mereka sampai di tempat aman.
Setiap perahu karet yang meluncur membawa harapan bagi mereka yang tidak lagi bisa menembus air sendirian. Bagi warga, momen ini menjadi pelajaran hidup. Hujan deras bukan hanya soal cuaca, tetapi tentang keberanian, solidaritas, dan peran polisi yang menjadi pilar utama keselamatan.
Di Pidie, ketika air merendam hampir seluruh kehidupan sehari-hari, polisi bukan lagi sekadar penjaga keamanan, tetapi juga penopang warga yang terhimpit oleh alam.
Saat matahari menembus mendung keemasan sore itu, Rabu (26/11), genangan perlahan surut. Namun, bekas derasnya hujan masih meninggalkan aroma tanah basah, suara perahu karet yang memecah diam, dan cerita tentang manusia-manusia berseragam yang menjadi cahaya bagi warga di tengah kegelapan banjir. (id69)












