IDI (Waspada): Pemerintah akan terus mengembangkan potensi garam yang tersedia sepanjang pesisir Kabupaten Aceh Timur. Bahkan ke depan Dinas Perikanan akan menggandeng para wakil rakyat di DPRK, DPR Aceh dan DPR RI.
“Untuk mengembangkan dan meningkatkan jumlah produksi garam, maka kita akan libatkan semua kalangan, termasuk mengajak para wakil rakyat di DPR,” kata Kepala Dinas Perikanan Aceh Timur, drh. Hj. Cut Ida Maria, kepada Waspada.id, Minggu (13/8).
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam, mantan Sekretaris Bappeda Aceh ini berharap perhatian khusus dari Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat. “Aceh Timur ke depan harus menjadi central produksi garam di Aceh, karena kawasan pesisir memiliki 14 kecamatan yang semuanya berpotensi untuk memproduksi garam dalam skala besar,” urainya.

Ke-14 kecamatan yang berpotensi dikembangkan garam yakni Madat, Simpang Ulim, Julok, Nurussalam, Darul Aman, Idi Rayeuk, Peudawa, Idi Timur, Peureulak Barat, Peureulak, Peureulak Timur, Sungai Raya, Rantau Selamat dan Birem Bayeun.
“Disaat potensi ini dapat dikembangkan, maka garam di daerah kita akan menutupi kebutuhan garam di Aceh,” kata Cut Ida Maria, seraya menambahkan, kebutuhan garam selama ini terjadi di tingkat pengusaha, seperti pabrik es, kebun sawit, pengrajin ikan asin dan pengrajin asam sunti.
Berdasarkan hasil penelusurannya, kebutuhan garam tertinggi mencapai 10 ton per bulan. Untuk menutupi kebutuhan garam, pengusaha dan pengrajin harus mendatangkan garam dari Sumatera Utara. “Produksi garam kita belum mampu menutupi kebutuhan, sehingga perlu dikembangkan untuk peningkatan produksi garam,” sebut Cut Ida Maria.
Dia meyakini, ketika potensi garam dikembangkan secara merata di seluruh kecamatan dalam wilayah itu, maka otomatis akan membuka lapangan kerja.
“Usaha meningkatkan kesejahteraan petani garam tidak mahal dan resiko gagal sangat kecil. Oleh karenanya kami mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian khusus, apalagi keuntungannya lumayan menjanjikan,” tutur Cut Ida Maria.
Dipanen
Sementara Ketua Kelompok Usaha Sigantang Sira, Zulkifli, kepada Waspada.id, Minggu (13/8) mengaku, produksi garam kelompoknya belum mampu menutupi kebutuhan garam di Aceh Timur dan sekitarnya. “Permintaan garam sangat tinggi, sedangkan kami hanya mampu memproduksi berkisar antara 600 kilogram – 1 ton dalam sebulan sekali / panen, itupun tergantung cuaca,” katanya.
Sebenarnya, lanjut Zulkifli, kelompok yang dipimpinnya membutuhkan peralatan pendukung, seperti mesin penggiling garam dan tambahan tunnel atau kolam penampung air laut. “Saat ini kami hanya memiliki 10 tunnel, sehingga garam yang bisa kami produksi terbatas. Jika tunnel bertambah, maka tentu hasil produksi akan meningkat,” pungkas Zulkifli. (b11).