Scroll Untuk Membaca

Aceh

Potensi Tersangka Baru Muncul Dari Lahan PT. DJ

Hasil Panen Diduga Tidak Disetor Ke Kas Negara

Potensi Tersangka Baru Muncul Dari Lahan PT. DJ
Praktisi hukum, Viski Umar Hajir Nasution, SH, MH. Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

KUALASIMPANG (Waspada.id): Kasus pengelolaan lahan aset negara milik PT. DJ berpotensi menyeret tersangka baru. Lahan yang menjadi barang bukti sitaan negara ini diduga hasil produksinya tidak disetorkan ke kas negara.

Praktisi Hukum Viski Umar Hajir Nasution SH MH, saat dikonfirmasi Waspada.id melalui telepon pada Minggu (10/8), menjelaskan status hukum lahan tersebut. Menurutnya, penyitaan lahan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kejati Aceh Nomor: PRINT-34/L.1/Fd.1/01/2023 tanggal 25 Januari 2023, dan Penetapan Pengadilan Negeri Kuala Simpang Nomor: 351/Penpid.B-SITA/2023/PN Ksp tanggal 27 Juni 2023, menjadikan lahan seluas ±877 hektar milik PT Desa Jaya Alur Meranti sah sebagai barang bukti dalam perkara pidana korupsi.

“Pihak Kejaksaan juga telah memasang plang pemberitahuan pada lahan tersebut terkait status penyitaan,” ungkap Viski.

Viski menambahkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh juga melakukan penyitaan terhadap lahan PT Desa Jaya Alur Jambu berdasarkan surat perintah penyitaan Nomor : PRINT-34/L.1/Fd.1/01/2023 Tanggal 25 Januari 2023 dan Penetapan Pengadilan Negeri Kuala Simpang NOMOR : 351/penpid.B-SITA/2023/PN Ksp Tanggal 27 Juni 2023 dalam perkara tindak pidana korupsi.

Dengan status hukum disita, Viski menegaskan, seluruh kegiatan atas objek tersebut tunduk dan berada di bawah penguasaan negara, yang dikelola oleh Kejaksaan sebagai eksekutor penetapan pengadilan. Ia juga menekankan kewajiban penyerahan pengelolaan kepada pihak ketiga yang sah.

“Seperti, Kelangsungan produksi, Perlindungan hak-hak tenaga kerja, Pengamanan aset agar nilai ekonominya tidak hilang, juga Optimalisasi pengembalian kerugian negara,” paparnya.

Viski menjelaskan, pihak yang paling sah untuk menerima pengelolaan adalah PTPN sebagai BUMN atau badan yang ditunjuk oleh negara berdasarkan prinsip tata kelola dan akuntabilitas negara. Hal ini diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Praktisi hukum itu juga menyoroti ketentuan dalam Pasal 45 KUHAP dan Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-004/A/JA/03/2014 tentang Standar Operasional Penanganan Barang Bukti dan Barang Rampasan.

“Dalam Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001): Hasil kejahatan dapat dirampas untuk negara,” tegasnya.

Viski menduga, PT DJ Alur Meranti dan PT. DJ Alur Jambu yang masih mengelola lahan yang telah disita, melanggar asas penguasaan negara terhadap barang bukti. Jika tidak ada penetapan resmi untuk menunjuk kedua perusahaan tersebut sebagai pengelola sementara, dan pihak Kejaksaan tidak menolak, maka aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice, perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, dan pelanggaran terhadap penetapan Pengadilan.

“Jika itu terjadi, ini berpotensi sanksi hukum, Sanksi pidana tambahan bagi tersangka / perusahaan,” ujar Viski.

Viski juga menyoroti potensi pertanggungjawaban Jaksa atau Aparat Penegak Hukum jika lalai dalam menegakkan status sita.

“Apa lagi jika kerugian Negara karena hasil panen dijual dan dibayarkan langsung ke rekening PT tersebut, maka: Negara berpotensi mengalami kerugian, karena keuntungan dari lahan yang disita seharusnya masuk ke kas negara,” ujarnya.

Viski menyimpulkan, jika pengelolaan lahan sawit yang telah disita masih dikuasai dan dikelola oleh PT DJ Alur Meranti dan PT DJ Alur Jambu, maka diduga melanggar ketentuan hukum pidana dan perdata yang berlaku.

“Kejaksaan sebagai pemegang amanah pengelolaan aset negara wajib segera menertibkan dan menyerahkan kepada pihak yang sah, serta menghentikan segala aktivitas yang dilakukan,” tegasnya.

“Berdasarkan UU no 18 tahun 2003 tentang advokat di pasal 5 berbunyi advokat berstatus aparat penegak hukum. Oleh sebab itu. Saya akan mencoba untuk menyurati Kejari Aceh Tamiang, Kejati Aceh, dan Kejagung RI, terkait kedudukan tersebut. Soalnya saya melihat di dalam amar putusan di sebutkan lahan sitaan tersebut di rampas oleh negara di salah satu amar putusan. Dan saya juga akan mencoba menyurati Pengadilan Tipikor Banda Aceh untuk mencoba ditafsirkan amar Putusan tersebut,” tegas Viski Umar Hajir Nasution SH MH.

Sebelumnya, Waspada.id memberitakan bahwa hasil panen buah kelapa sawit dari lahan barang bukti yang disita Kejaksaan Tinggi Aceh dijual dan diduga tidak disetor ke Kas Negara. Pihak Kejati Aceh, Kejari Aceh Tamiang dan PTPN Langsa juga mengaku tidak mengetahui tentang hal ini.

Komisi II DPRK Aceh Tamiang juga diduga terlibat dalam kasus ini karena tidak ada upaya pengawasan dan pengusutan tuntas.

“Nanti kami koordinasikan dan konsultasi dengan pimpinan DPRK Aceh Tamiang terkait kasus ini,” tegas Ketua Komisi II DPRK Aceh Tamiang, Sarhadi kepada Waspada.id, Minggu (10/8). (id93)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE