BLANGPIDIE (Waspada): Dilaporkan, PT Sinar Mentari Dwiguna (SMD), yang bekerja sama dengan perusahaan tambang bijih besi PT Juya Aceh Mining (JAM), yang berlokasi di Desa Ie Mirah, Kecamatan Babah Rot, Aceh Barat Daya (Abdya), lebih memprioritaskan Warga Negara Asing (WNA), dibandingkan putra daerah, untuk bekerja di perusahaan tersebut.
Kebijakan yang dipertontonkan pihak perusahaan itu, sangat disesali berbagai kalangan di ‘Nanggroe Breuh Sigupai’ Abdya. Sebagaimana yang diungkapkan Miswar SH MH, Ketua Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA). Kepada Waspada.id, Kamis (6/7) lawyer muda mengutarakan, dari data yang dikantonginya terurai jelas nama-nama para pekerja di perusahaan itu, baik yang lokal maupun pekerja asing (WNA). “Hampir 90 persen tenaga kerja di PT SMD adalah warga asing,” ungkapnya.
Harusnya kata Miswar, pihak perusahaan tambang yang beroperasi di Abdya tersebut, lebih memprioritaskan tenaga kerja putra daerah, ketimbang WNA. “Setidaknya, ada pengumuman perekrutan karyawan dari pihak perusahaan, untuk putra daerah yang ingin bekerja di sana. Kami sangat yakin, daerah kita punya SDM yang berkualitas,” sebutnya.
Ditambahkan, kondisi tenaga kerja di PT SMD saat ini, mulai dari tukang masak hingga, teknisi listrik, dimasukkan dari luar. Padahal, SDM yang seperti itu sangat melekat dengan kearifan lokal di wilayah Abdya. “Ada sekitar 14 orang WNA yang bekerja di perusahaan itu informasinya sudah melapor ke dinas terkait. Sementara sisanya, belum ada laporan. Artinya, pihak perusahaan memasukkan tenaga kerja ilegal ke Abdya,” ujarnya.
Menurut Miswar, kehadiran Perusahaan yang bekerja sama dengan PT JAM, yang membidangi jasa pengangkutan dan produksi biji besi itu, bisa berdampak tidak baik bagi masyarakat sekitar. “Yang kita khawatirkan, setelah hasil bumi dikuras habis oleh perusahaan, masyarakat kita tidak ada mamfaat apapun, dengan kehadiran perusahan tersebut, selain ancaman bencana ke depan,” katanya.
Dikatakan, sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, dimana tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, serta setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan. “Intinya, kehadiran perusahaan itu untuk mensejahterakan masyarakat setempat, dengan nilai pokok budaya korporat yang fleksibel dan meminimalisir pengangguran. Bukannya menguras hasil alam dalam wilayah setempat,” demikian Miswar.(b21)