TAPAKTUAN (Waspada.id) : Kalangan orang tua santri Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Aceh Selatan mengeluhkan buruknya kualitas menu makan minum yang disajikan oleh Pemkab Aceh Selatan melalui rekanan penyedia (pihak ketiga) untuk santri dan santriwati dilembaga pendidikan agama berbasis boarding school itu.
Bahkan, baru-baru ini sempat dihebohkan dengan penemuan belatung (cacing kecil) dalam menu makanan jenis telur yang dihidangkan untuk santri jalur subsidi di lembaga pendidikan berasrama itu.
Akibatnya, para santri khususnya jalur subsidi tak begitu bernafsu lagi menyantap hidangan makanan disetiap waktu makan tiba baik siang, malam maupun pagi hari karena trauma dengan penemuan belatung yang masih melekat diingatannya.
“Banyak orang tua santri rela meluangkan waktu setiap harinya mengantarkan makanan untuk anaknya di MUQ Aceh Selatan yang berlokasi di Gampong Panjupian, Tapaktuan,” ungkap orang tua santri yang namanya diminta dirahasiakan kepada wartawan di Tapaktuan, Jumat (12/9).
Selain penemuan belatung, santri MUQ jalur subsidi juga mengeluhkan buruknya kualitas menu makanan yang disajikan oleh perusahaan penyedia pemenang tender selaku pihak ketiga. Padahal, untuk kebutuhan anggarannya telah ditanggung oleh pemerintah daerah sumber APBK.
Sumber wartawan di MUQ Aceh Selatan mengungkapkan, selama ini keluhan senada juga kerap disuarakan kalangan tenaga pengajar (ustadz dan ustadzah) yang mengaku sering tak mendapatkan jatah makan setiap harinya, kendati mereka harus bertugas jaga (piket) dari pagi hingga malam hari.
“Terkadang untuk kebutuhan makan, tenaga pengajar harus membeli diluar pakai uang pribadi. Sementara gaji hanya dibayar Rp750 per bulan. Setelah dipotong beli nasi, hanya tinggal Rp300 ribu bisa dibawa pulang ke rumah,” ungkapnya.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Makan Minum Santri MUQ di Dinas Pendidikan Dayah Aceh Selatan, Ismail, saat dikonfirmasi wartawan mengakui ada menerima informasi terkait penemuan belatung dalam menu makanan santri MUQ beberapa waktu lalu.
Tetapi, saat temuan itu diklarifikasi langsung ke pihak rekanan penyedia justru disangkalnya dengan berbagai asalan pembenar.
“Mereka (rekanan) berdalih akibat ulah anak-anak tak menutup makanan sehabis makan makanya hinggap lalat atau belatung serta banyak alasan lainmya. Makanya, ke depan kita minta kepada pihak MUQ jika ditemukan kasus serupa agar diambil foto atau video sebagai bukti,” kata Ismail.
Ismail menyebut, proyek pengadaan makan minum santri MUQ tersebut dilaksanakan oleh rekanan CV. Gilan Prima dengan pagu anggaran sumber APBK 2025 senilai Rp1,6 miliar lebih.
Sedangkan terkait keluhan kalangan dewan guru sering tak dapat jatah makan, Ismail menyatakan dalam kontrak pekerjaan proyek memang tak tertera penyediaan makanan untuk dewan guru karena nomenklaturnya memang khusus untuk makan minum santri MUQ.
“Secara resminya memang tak disediakan karena dewan guru sudah disediakan gaji setiap bulannya meskipun masih jauh dari cukup. Meskipun demikian, mereka tetap bisa makan secara dibawah tangan (sisa makanan santri),” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, rekanan penyedia makan minum santri MUQ Aceh Selatan tahun 2025 dari CV. Gilan Prima, Zulman, menyangkal pihaknya menyajikan menu makanan dengan kualitas buruk. Dia juga menepis tudingan terkait penemuan belatung dalam menu makanan yang dihidangkan.
“Kalau kita bicara belatung, tentu berkaitan erat dengan interval waktu berapa lama hingga muncul belatung. Karena belatung sejenis ulat yang muncul akibat makanan di hinggap ulat. Sementara kami memasuk makanan setiap waktu makan didapur yang kami bangun sendiri di MUQ,” kata Zulman.
Kendati demikian, jikapun benar adanya ditemukan belatung menurut Zulman ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Pertama berkaitan erat dengan pola makan santri dan tempat penempatan hidangan makanan yang terletak di ruang terbuka di luar ruangan.

“Terkadang, makanan dibiarkan terbuka dalam jangka waktu lama tanpa ditutup kembali sebab tak tersedia bangunan atau ruangan tertutup. Jadwal makan santri juga tak disiplin, terkadang mulai jam 13.00 sampai 15.00 WIB masih belum habis orang makan. Kami kan tak mungkin selalu standby di lokasi,” keluhnya.
Zulman juga mengeluhkan terkait murahnya harga satuan yang dibayar dalam kontrak yaitu setelah dipotong pajak sekitar Rp9.000 lebih per porsi. Termasuk harga satuan air mineral yang disediakan untuk sekitar 200 orang lebih santri hanya senilai Rp14 juta lebih per tahun atau sekitar Rp1,4 juta per bulannya.
“Sementara faktanya di lapangan, saya harus membayar tagihan air mineral galon rata-rata diatas Rp2 juta setiap bulannya,” ungkapnya.
Namun anehnya, meskipun dia mengeluh terkait rendahnya harga satuan dibeberapa item barang, tetapi dia mengakui bahwa telah dua tahun sejak 2024 lalu bersambung tahun 2025 memegang pengadaan makan minum santri MUQ Aceh Selatan.
“Uang saya tahun 2024 saja belum habis dibayar, saya hanya menargetkan memperoleh gaji sebesar Rp 4 atau Rp 5 juta per bulan saja sudah cukup setelah dipotong pengeluaran operasional termasuk upah tenaga kerja,” pungkasnya. (id85)