Scroll Untuk Membaca

Aceh

Sekda Pidie Pimpin Upacara Hari Otonomi Daerah XXVII

Kecil Besar
14px

SIGLI (Waspada): Sekda Kabupaten Pidie H Idhami, S.Sos, M.Si, bertindak sebagai inspektur upacara peringatan Hari Otonomi Daerah XXVII, tahun 2023.

Upacara diselenggarakan di halaman tengah Kantor Bupati Pidie, Sabtu (29/4) pagi. Bertindak sebagai perwira upacara Haris Aulia, S.STP, dan komandan upacara M.Fadhil Akhlul Nasir, S.Tr.IP.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Upacara tersebut turut dihadiri unsur Forkopimda Kabupaten Pidie, para Asisten, Staf Ahli, Kepala SKPK, para pejabat struktural dan fungsional di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pidie dan undangan lainnya.

Peringatan Hari Otonomi Daerah kali ini mengangkat tema “Otonomi Daerah Maju, Indonesia Unggul”.
Dalam sambutan Penjabat (Pj) Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswan M.Si, yang dibacakan Sekda H Idhami menyampaikan tentang sejarah singkat tentang otonomi daerah di Indonesia.

Menurut dia, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah dimulai sejak zaman kolonial. Di tahun 1903, Pemerintah Kolonial Belanda melalui inisiasi Menteri Koloni I.D.F Idenburg mengeluarkan Descentralisatie Wet tahun 1903, ini kebijakan otonomi daerah pertama yang diberlakukan di Indonesia meskipun kebijakan kolonial yang memusatkan seluruh kekuasaan di Batavia.

Dia menguraikan, setelah Indonesia merdeka pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 1 tahun 1945 yang menitikberatkan azas dekosentrasi, mengatur pembentukan komite nasional daerah, karesidenan, kabupaten dan kota berotonomi.

Selanjutnya UU No. 1 tahun 1945 diubah menjadi UU No. 22 tahun 1948 menyebutkan bahwa Negara RI terdiri dari tiga tingkat daerah yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar, desa atau kota kecil. Selanjutnya pasca Pemilu 1955, ditetapkan UU No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, dimana daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra dan wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil. Selanjutnya, pasca dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959, Presiden Soekarno menerbitkan Penetapan Presiden No.6 tahun 1959 yang sejalan dengan situasi politik konfrontasi yang dihadapi negara, mulai dari Trikora sampai Dwikora.

Puncaknya di era demokrasi terpimpin, lahir UU Nomor 18 tahun 1965 yang berkarakter desentralistis sekaligus mengaktualisasikan pendekatan daerah otonom biasa (simetris) dan daerah otonom khusus (asimetris).

Kemudian, ujar H Idhami kebijakan desentralistis era Bung Karno dikoreksi oleh Orde Baru yang ditandai dengan lahirnya UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, selain meneguhkan kebijakan sentralistis yang lebih dominan di pemerintah pusat, UU ini berlaku 25 tahun lamanya dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1999.

Perubahan konstelasi global pasca perang dingin turut berpengaruh langsung pada dinamika politik nasional yaitu lahirnya gerakan pro demokrasi dan pro desentralisasi di Indonesia, Presiden Soeharto akhirnya menerbitkan Keppres No. 11 tahun 1996 sebagai upaya persiapan mengurangi derajat sentralisasi pemerintah pusat sekaligus menetapkan tanggal 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah.

Setelah Orde Baru ditetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah kecuali urusan agama, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, dan moneter.

UU 22 tahun 1999 ini disambut penuh semangat dengan implikasi yang luar biasa mulai dari masifnya pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota.

Tahun 2004 di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, untuk menata otonomi daerah dilakukan perubahan UU No. 22 tahun 1999 dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 yang diarahkan untuk mencari keseimbangan sebagai upaya tetap menjaga kebijakan desentralisasi, baik yang sifatnya simetris maupun asimetris, di dalam bingkai NKRI, Pilkada secara langsung untuk pertama kalinya juga terjadi di era UU ini.

Selama kurun waktu pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 dari tahun periode 2005 sampai dengan 2014, pembentukan DOB berhasil ditekan dimana pemekaran daerah terbentuk 1 provinsi, 66 kabupaten dan 8 kota.

Selanjutnya dalam upaya untuk memperjelas pengaturan tentang pemerintahan daerah, pilkada dan desa dalam UU tersendiri, maka ditetapkan UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang bertumpu pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mulai dari pembagian urusan pemerintahan hingga inisiasi manajemen daerah persiapan sebagai syarat pembentukan DOB.

Hingga tahun 2022 daerah otonom berjumlah 34 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan berjalan terus sebagai komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam rangka pemerataan pembangunan khususnya di wilayah Papua, pemerintah melakukan pemekaran daerah otonom baru provinsi yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya, sehingga jumlah daerah otonom berjumlah 38 provinsi dan 415 kabupaten dan 93 kota di Indonesia. “Dirgahayu Hari Otonomi Daerah Ke-27 tanggal 29 April 2023. Otonomi Daerah Maju, Indonesia Unggul” tutupnya. (b06)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE