PIDIE (Waspada.id): Di tengah pemulihan pascabanjir yang belum tuntas, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Kabupaten Pidie menggelar monitoring dan evaluasi (Monev) program Sekolah Sehat.
Kebijakan ini menuai kritik karena dinilai belum menyentuh kebutuhan paling mendesak yang dihadapi sekolah-sekolah terdampak bencana. Program monev Sekolah Sehat yang dijadwalkan mulai Rabu, 17 Desember 2025, merupakan kerja sama Disdikbud Pidie dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainya.
Namun, di lapangan, banyak sekolah masih bergulat dengan lumpur sisa banjir, kerusakan ruang belajar, serta krisis air bersih dan listrik. Dewan guru di sejumlah sekolah terdampak menyampaikan keberatan atas pelaksanaan monev di tengah keterbatasan sarana dasar.
Para guru mengaku saat ini fokus utama mereka adalah membersihkan sekolah dan menyelesaikan administrasi pasca ujian, termasuk pengisian rapor siswa, yang terkendala padamnya listrik dan jaringan internet.
“Kami tidak menolak program sekolah sehat. Tapi kondisi sekarang belum memungkinkan untuk penilaian. Air bersih tidak ada, listrik mati, internet juga tidak berfungsi. Bahkan untuk mencetak instrumen monev saja kami kesulitan,” ujar salah seorang perwakilan dewan guru yang namanya enggan ditulis Waspada.id, Selasa (16/12).
Kondisi sanitasi sekolah pun dilaporkan belum pulih. Toilet tidak dapat digunakan karena ketiadaan air, sementara fasilitas cuci tangan yang menjadi indikator utama sekolah sehat tidak berfungsi. Situasi ini dinilai membuat monev lebih bersifat administratif ketimbang mencerminkan kondisi riil di lapangan.
Pemerhati pendidikan di Pidie menilai, pelaksanaan monev di tengah kondisi darurat berpotensi salah sasaran. Menurutnya, pemerintah daerah semestinya memprioritaskan pemulihan infrastruktur dasar sebelum melakukan evaluasi program.

“Monev seharusnya dilakukan setelah sekolah kembali normal. Yang dibutuhkan sekarang adalah pembersihan lumpur, perbaikan sarana belajar, dan penyediaan air bersih. Tanpa itu, standar sekolah sehat hanya akan menjadi formalitas,” kata Iwan, salah seorang pemerhati pendidikan.
Ia juga menilai kegiatan ini terkesan dipaksakan untuk mengejar realisasi anggaran tahun berjalan, padahal dalam situasi bencana, program semestinya dapat dialihkan atau dijadwalkan ulang.
Sementara itu, Disdikbud Pidie menyatakan kegiatan monev bertujuan memotret kondisi aktual sekolah pascabanjir sebagai dasar perumusan kebijakan lanjutan. Namun hingga kini belum ada kepastian terkait penanganan krisis air bersih dan pemulihan fasilitas sekolah terdampak.
Dewan guru dan pihak sekolah berharap hasil monitoring tidak berhenti pada laporan semata, tetapi diikuti langkah konkret dan cepat dari pemerintah daerah serta dukungan lintas sektor agar proses belajar mengajar dapat berlangsung kembali secara aman, sehat, dan layak. (Id69)











