AcehFeatures

Selamat Dari Banjir Bandang, Tapi Pulang Tak Lagi Punya Jalan: Tangis Rahmat Dan Masa Depan Anak-anaknya Yang Terhenti

Selamat Dari Banjir Bandang, Tapi Pulang Tak Lagi Punya Jalan: Tangis Rahmat Dan Masa Depan Anak-anaknya Yang Terhenti
Foto kiriman warga di penyeberangan darurat di Kampung Ayun Bergang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah karena jembatannya putus.
Kecil Besar
14px

Tak semua yang selamat dari bencana benar-benar kembali hidup. Rahmat masih bernapas, istrinya masih menggenggam tangan kedua anaknya, namun sejak banjir bandang memutus jalan dan jembatan menuju Kampung Ayun Bergang, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, satu hal yang hilang dari hidup mereka: jalan pulang dan harapan masa depan.

Banjir bandang yang terjadi pada 26 November lalu tidak menyeret tubuh Rahmat ke dalam arus, tetapi menghanyutkan seluruh sandaran hidupnya. Jalan utama terputus, jembatan alternatif lenyap, dan satu-satunya akses menuju rumah serta kebun tak lagi bisa dilewati. Sejak itu, Rahmat menjadi ayah yang hidup dalam kecemasan, memikirkan esok hari anak-anaknya tanpa tahu harus melangkah ke mana.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Saya tidak tahu harus bersandar ke siapa lagi. Kami masih hidup, tapi seakan sudah tidak punya arah pulang,” ucap Rahmat dengan mata berkaca-kaca kepada Waspada.id Sabtu (20/12).

Sehari-hari Rahmat menggantungkan hidup dari mencari ongkosan mengutip kopi di luar desanya. Sebelum bencana datang, ia pergi bersama istri dan anak-anaknya demi mencari rezeki. Allah SWT masih memberi keselamatan kepada mereka, namun setelah kabar sampai bahwa jalan menuju kampungnya putus total, Rahmat sadar bahwa hidupnya tidak akan sama lagi.

Anaknya yang masih duduk di kelas 4 SD kini terancam putus sekolah. Kebun tak bisa dijangkau. Rumah tak bisa didatangi. Sementara sisa kopi yang masih bisa diandalkan perlahan akan habis.

“Kalau kopi sudah habis, kami mau ke mana? Anak kami bagaimana nasibnya nanti? Saya hanya bisa pasrah kepada Allah,” katanya lirih.

Rahmat tidak meminta banyak. Ia hanya berharap pemerintah hadir memberi jalan keluar—entah pekerjaan sementara, akses ekonomi darurat, atau tempat tinggal sementara—agar keluarganya tetap bisa bertahan.

“Kami tidak minta mewah. Kami hanya ingin hidup, anak kami tetap sekolah, dan punya tempat berpijak untuk berharap,” ujarnya.

Di Ayun Bergang, banjir bandang bukan sekadar bencana alam. Ia adalah peristiwa yang memisahkan seorang ayah dari rumahnya, seorang anak dari bangku sekolahnya, dan sebuah keluarga dari masa depan yang seharusnya mereka miliki.(id.86)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE