LANGSA (Waspada): Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh meminta stakeholder menyetop penghancuran rumah terakhir Orang Utan di Babahrot. Di mana ekosistem hutan Rawa Gambut Tripa-Babahrot merupakan areal hutan gambut yang luas awalnya mencapai 62.000 ha dan secara administrasi wilayah ini berada di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya (60 persen) dan Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (40 persen).
Koordinator Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh, Yusmadi Yusuf didampingi Divisi Hukum dan Kebijakan Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh, Said Zainal, SH dan Divisi Kampanye Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh, Rahmad Syukur menegaskan kepada wartawan melalui siaran persnya, Rabu (22/5).
Menurutnya, kawasan ini menyimpan 300 jenis tumbuhan lokal dan beberapa satwa khas, antara lain fauna, termasuk Orang Utan (Pongo abelli), Beruang Madu dan Harimau Sumatera dijumpai di Rawa Tripa. Kondisi Rawa Tripa-Babahrot saat ini hampir seluruhnya menjadi kawasan budidaya perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, hari ini 22 Mei 2024, masyarakat dunia diperingati sebagai Hari Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sedunia atau International Day for Biological Diversity. Dunia mendesak agar Indonesia lebih menjamin perlindungan keanekaragaman hayati di bumi ini.
“Saatnya kita bersuara dan bertindak. Di Babahrot, penghancuran hutan gambut masih terus terjadi hingga hari ini. Atas legalitas Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang bebas menghancurkan rumah terakhir orang utan di hutan gambut Babahrot,” tegas
Diungkapkan Yusmadi lagi, hutan gambut Babahrot, Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi secara nasional. Total luas hutan gambut Babahrot mencapai 23.807 hektare. Okupansi perkebunan kelapa sawit juga telah mengkonversi hampir seluruh lahan gambut Babahrot. Bahkan 4.529 hektare Kawasan Hidrologi Gambut Babahrot sudah berubah fungsi.
Terakhir, 634,70 hektare hutan yang masuk Kawasan Lindung Gambut kembali dibuka dan dikeringkan. Padahal ini bertentangan dengan Permentan No. 14 tahun 2009 tentang larangan budidaya komoditas perkebunan termasuk kelapa sawit dalam kawasan yang terdapat kubah gambut kedalaman lebih 3 meter.
Investigasi kami menemukan, jelas Yusmadi, hutan dalam Kawasan Lindung Gambut tengah dibuka dan dikeringkan dua perusahaan perekebunan pengguna HGU. Hasil analisis citra tahun 2023, terdapat 501,67 hektare hutan dalam Kawasan Lindung Gambut.
Sedangkan pada Februari 2024, hutan gambut tersisa hanya 232,64 hektare. Ini menunjukkan data yang menyeramkan: dalam satu tahun terakhir, hutan gambut hilang mencapai 269,03 hektare hutan gambut Babahrot.
Kemudian, hasil dari analisis citra tahun 2023, 501,67 hektare masih tersisa. Namun pada Februari 2024, hutan gambut tersisa hanya 232,64 hektare. Hasil analisis citra di atas menunjukkan bahwa dalam satu tahun hutan gambut Babahrot hilang 269,03 hektare.
Aktivitas pembukaan lahan untuk budidaya perkebunan juga tidak sesuai dengan arahan dari peta analisis kesesuaian revisi RTRW dengan peta HGU yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN Tahun 2024. Peruntukan Kawasan Gambut yang merupakan bagian dari Kawasan Lindung Gambut masih tumpang tindih dengan HGU kedua perusahaan tersebut.
Tentunya, dampak ini membuat populasi orangutan makin terusir. Deforestasi terencana di hutan gambut Babahrot ini telah menyebabkan populasi Orang Utan makin terusir. Kami menemukan sejumlah sarang spesies kunci di dalam kawasan lindung gambut ini.
Penyusutan lahan gambut telah menyebakan populasi Orang Utan di hutan Babahrot ini kian rentan. Beberapa kasus Orang Utan terdampak akibat okupansi sawit di hutan gambut Babahrot. Di mana pada 12 Maret 2019, satu anak Orang Utan jantan usia 5 bulan ditemukan terisolir di kebun masyarakat dan dievakuasi ke Pusat Karantina Orang Utan Sumatera di Batu Mbelin Sumatera
Kemudian, 28 Oktober 2020, satu induk Orang Utan dan anaknya terisolir dalam kebun masyarakat.
Pada 9 April 2022, 2 induk orang utan dan anak usia 2 dan 5 tahun ditemukan dalam kondisi kurus di hutan Babahrot dan dievakuasi ke Pusat Reintroduksi Orang Utan Jantho.
“Skandal HGU di Hutan Gambut- deforestasi terencana hutan gambut dan konflik sosial. Penguasaan hutan dan lahan gambut melalui izin Hak Guna Usaha (HGU) telah menyebabkan tersulutnya banyak konflik lahan dengan masyarakat,” ujar Yusmadi.
Selain itu, kewajiban perusahaan HGU ini memberikan 20 persen kebun plasma dari total luas HGU mereka masih belum terealisasi hingga hari ini. Kedua perusahaan ini juga masih mengabaikan proses Free Prior and Informed Consent (FPIC) dengan komunitas masyarakat lokal.
“Saatnya bersuara menentang aksi perusakan hutan gambut Babahrot yang lebih luas. Perusahaan yang membuka lahan gambut Babahrot perlu diminta komitmen terhadap kebijakan Nol NDPE dan di dalam hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Areas). Aksi kita akan membantu tujuan konservasi dan kemakmuran ekonomi yang berkelanjutan. Mari kita beraksi sebelum semuanya terlambat,” tegas Yusmadi lagi.
Terakhir, Yusmadi menyatakan, tentunya laporan ini menujukkan data perusakan hutan gambut Babahrot dalam tahap kritis. Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh mendesak perusahaan perkebunan pengguna HGU menghentikan aksi pembukaan lahan baru di hutan gambut Babahrot.
Pembukaan lahan telah menyebabkan terusirnya populasi Orang Utan di hutan gambut Babahrot. Laporan kerentanan spesies terancam punah ini sikap abai perusahaan terhadap satwa yang dilindungi.
“Selain itu, Pemerintah Daerah (Pemkab Abdya) perlu dengan segera mengambil tindakan penghentian pembukaan lahan di dalam Kawasan Lindung Gambut sesuai dengan arahan dari peta analisis kesesuaian revisi RTRW Abdya. Pengabaiaan hak-hak komunitas lokal oleh kedua perusahaan ini akan menambah daftar panjang skandal HGU di dalam hutan gambut Babahrot,” tandasnya.(b13)