Kuasa hukum, Ugek Farlian, Safaruddin SH MH (kiri) saat berada dalam ruang persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (16/1). Waspada/Ist.
IDI (Waspada): Sidang gugatan anggota DPRK Simeulue, terhadap Ketua DPR-RI di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, masih menunggu kelengkapan berkas dari tergugat berupa surat kuasa dari Puan Maharani. Gugatan Ugek Farlian dari Simeulue ini terkait kewenangan khusus DPR Aceh dalam UU Nomor 11 Tahun 2006.
Persidangan yang ketiga dihadiri Staf Biro Hukum DPR -RI, Erni, Selasa (16/1). Dia datang ke persidangan dengan membawa surat tugas dari Kesekjenan DPR-RI. Namun, Ketua Majelis Hakim, Dariyanto, SH, meminta agar kuasa hukum dari Ketua DPR untuk melengkapi dokumen pihak seperti surat kuasa dan KTP dari Ketua DPR RI.
“Pihak dari Ketua DPR RI untuk melengkapi legal standing dulu ya, baru kita masuk ke tahap berikutnya,” ucap Dariyanto, didampingi dua hakim anggota, Dr Sutarno dan R Bernadetto. Menjelis juga menyetujui waktu dua pekan untuk melengkapi surat kuasa dari Ketua DPR RI dan sidang akan dilanjutkan, Selasa (30/1).
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum dari DPR-RI, Erni, meminta Majelis Hakim memberikan waktu dua minggu untuk melengkapi legal standing dari Ketua DPR RI. Proses penandatangan surat kuasa dari Ketua DPR-RI memiliki mekanisme internal sesuai dengan Tata Tertib DPR RI.
Kuasa Hukum Ugek Farlian, Safaruddin SH MH, dalam siaran persnya diterima Waspada, Kamis (18/1) mengatakan, menunggu proses kelengkapan berkas dari tim kuasa hukum Ketua DPR RI, timnya juga sedang menyusun draft untuk tawaran dalam proses mediasi nantinya setelah kelengkapan pihak selesai. “Kita juga susun draft tawaran mediasi, karena mediasi dilakukan setelah kelengkapan legal standing para pihak selesai,” katanya.
Sebagaimana diketahui, anggota DPRK Kabupaten Simeulue, Ugek Farlian, mengajukan gugatan ke Ketua DPR-RI, Puan Maharani, agar melaksanakan perintah UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008 tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-Undang, dan Kebijakan Administratif.
“Kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut memerintahkan kepada DPR-RI agar melakukan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh dalam hal Rencana Pembentukan Undang-undang yang ada kaitannya langsung dengan Pemerintah Aceh sebagaimana diatur dalam pasal 8 UU Nomor 11 tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008. Tapi sampai saat ini kedua perintah tersebut belum dijalankan DPR-RI,” urai Safaruddin.
Ugek dalam petitumnya meminta pengadilan memerintahkan kepada tergugat Ketua DPR-RI untuk melaksanakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh cq Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh. (b11).