BANDA ACEH (Waspada.id): Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPR Aceh, Irfansyah mengingatkan para anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bahwa rakyat Aceh sudah terlalu lama menderita akibat berbagai konflik dan bencana.
“Kami mohon, agar revisi UUPA tidak lagi merugikan kepentingan Aceh. Sudah cukup Aceh berdarah-darah, sudah cukup Aceh menderita dan tertipu,” tegas Irfansyah dalam pertemuan antara Banleg DPR Aceh dan Baleg DPR RI di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Selasa (21/10).
Dek Fan, sapaan akrab Irfansyah kembali mengungkapkan, Aceh belum merasakan ketenangan dan kenyamanan hidup dalam waktu yang lama. Setelah perang melawan Belanda, masa DI/TII, dan masa konflik GAM, kemudian datang tsunami.
“Baru mulai tenang setelah damai, namun ketenangan itu terganggu karena UUPA tidak sesuai dengan MoU Helsinki,” ucapnya.
Dek Fan menyampaikan, bahwa masa depan kedamaian Aceh sangat bergantung pada hasil pembahasan revisi UUPA yang kini sedang digodok oleh DPR RI. Apakah Aceh ke depan akan hidup tenang dan nyaman, semua tergantung kepada anggota DPR RI yang hadir hari ini.
“Harapan kami, UUPA sesuai dengan yang diusulkan secara resmi oleh Pemerintah Aceh, tidak lagi diutak-atik yang dapat menimbulkan kekecewaan dan ketidaknyamanan akibat kekisruhan,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR dan DPD RI asal Aceh di Anjong Mon Mata, Senin (20/10) malam, Irfansyah juga menegaskan tentang pentingnya revisi UUPA.
Dalam forum tersebut, Dek Fan menyebut bahwa pembahasan revisi UUPA menjadi momentum penting bagi masa depan Aceh.
“Pertemuan malam ini menentukan nasib rakyat Aceh ke depan, dan ini merupakan pertemuan paling bersejarah. Saya berharap revisi UUPA ini sesuai dengan MoU Helsinki dan harapan kita semua,” katanya.
Irfansyah menekankan pentingnya menyusun langkah konkret agar perjuangan penyempurnaan UUPA berjalan terarah.
“Saya berharap kepada Ketua Forbes, sampaikan kepada kami apa skema atau langkah-langkah yang harus kami lakukan. Kalau perlu kita ke Ayam Pramugari, kita bawa. Kita tidak boleh main-main dengan masalah ini, karena revisi UUPA ini merupakan hal yang sakral,” tegasnya.
Irfansyah menekankan pentingnya menyusun langkah konkret agar perjuangan penyempurnaan UUPA berjalan terarah.

Pada kesempatan itu, Dek Fan juga menolak jika pembahasan revisi UUPA hanya dipersempit pada isu Otonomi Khusus (Otsus).
“Saya tidak sepakat kalau berbicara revisi UUPA hanya persoalan Otsus. Bagaimana dengan bagi hasil migas 70:30 persen? Ini juga harus kita perjuangkan bersama, baik oleh Pemerintah Aceh, DPR Aceh, maupun anggota DPR RI asal Aceh,” tegasnya lagi.
Menurut Irfansyah, tahun 2025 menjadi masa penentuan penting bagi rakyat Aceh melalui revisi UUPA.
“Ini tahun penentuan bagi rakyat Aceh. Kita harus pastikan revisi UUPA benar-benar menjadi jalan bagi kesejahteraan dan keadilan rakyat Aceh,” tutup Irfansyah.(id74)