TAPAKTUAN (Waspada.id): Bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan pertalite kembali terjadi kelangkaan parah di Kabupaten Aceh Selatan. Dalam beberapa hari terakhir antrean kendaraan terpantau mengular dibeberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seperti Tapaktuan, Labuhanhaji dan Kluet Raya.
Ironisnya, ketika stok di SPBU menghilang BBM bersubsidi itu justru mudah ditemukan di pinggir jalan, dalam jeriken dengan harga yang jauh lebih mahal.
“Sudah dua hari saya bolak-balik ke SPBU, tapi solar selalu habis. Begitu lewat depan kios pengecer, solar malah tersedia, tapi harganya lebih tinggi,” keluh Junaidi, sopir travel Tapaktuan–Banda Aceh, kepada Waspada.id di Tapaktuan, Selasa (14/10) malam.
Menurutnya, kondisi ini sangat memberatkan pelaku transportasi. “Kalau begini terus, kami yang kecil-kecil ini bisa gulung tikar. Ongkos tak mungkin dinaikkan setiap hari, tapi biaya solar terus naik,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Rizal, sopir angkutan umum rute Labuhanhaji–Tapaktuan, ia menuding ada pihak yang bermain di balik kelangkaan ini. “Setiap pagi SPBU buka sebentar, lalu katanya stok habis. Ini jelas ada permainan,” ujarnya kesal.
Secara nasional, kelangkaan BBM bersubsidi memang tengah menjadi persoalan serius. Kuota BBM bersubsidi dari Pertamina kerap tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan, sementara pengawasan distribusi masih lemah.
Beberapa faktor yang kerap disebut sebagai penyebab antara lain penyalahgunaan distribusi, dimana BBM bersubsidi dialihkan ke sektor non-subsidi. Pengisian berulang oleh pelaku tertentu menggunakan kendaraan modifikasi atau tangki ganda. Distribusi tidak merata, akibat hambatan logistik dan keterlambatan suplai dari depot. Kurangnya pengawasan di SPBU, terutama di daerah yang jauh dari pantauan aparat.
Dampak kelangkaan ini paling dirasakan nelayan tradisional dan pelaku UMKM. Di sejumlah kecamatan pesisir seperti Bakongan Timur dan Meukek, nelayan memilih tak melaut karena sulit mendapatkan solar dengan harga normal.
“Kalau beli di pengecer, modal tak tertutup hasil tangkapan,” kata Abu Karim, salah seorang nelayan.
Sementara itu, pelaku usaha kecil seperti penggiling kopi dan bumbu dapur, pelaku industri rumah tangga juga menjerit karena mesin produksi mereka bergantung pada BBM bersubsidi. Warga menilai, tidak wajar jika SPBU kehabisan stok, sementara di sekitar lokasi banyak pengecer yang bebas menjual solar dan pertalite bersubsidi dalam jeriken.
“Artinya, ada solar yang bocor dari SPBU ke tangan pengecer. Ini bukan kelangkaan alami, tapi ada yang mengatur,” ujar Faisal, warga Tapaktuan, dengan nada geram.

Dugaan kuat adanya praktik “kongkalikong” antara oknum petugas SPBU dan pengecer kian menguat. Masyarakat pun menuntut agar aparat kepolisian dan pihak Pertamina segera turun tangan melakukan investigasi lapangan.
Masyarakat Aceh Selatan meminta Polres Aceh Selatan meningkatkan pengawasan di seluruh SPBU agar distribusi BBM bersubsidi tepat sasaran.
“Kami berharap Kapolres bisa tegas menindak oknum yang bermain-main dengan hak rakyat kecil. BBM bersubsidi itu untuk masyarakat miskin, bukan untuk dijual kembali demi keuntungan pribadi,” tegas salah satu tokoh masyarakat Kluet Tengah.
Kondisi ini menjadi cermin bahwa pengawasan distribusi energi bersubsidi di daerah masih lemah dan rentan diselewengkan. Jika tidak segera ditertibkan, maka kelangkaan akan terus berulang, dan yang paling menderita tetaplah rakyat kecil mereka yang seharusnya dilindungi oleh kebijakan subsidi itu sendiri. (id85)