Scroll Untuk Membaca

AcehHeadlinesOpini

Sumpah Pocong Dalam Perspektif Hukum Islam, Antara Tradisi Dan Syariah

Sumpah Pocong Dalam Perspektif Hukum Islam, Antara Tradisi Dan Syariah
Dr. Bukhari. M.H., CM Akademisi IAIN Lhokseumawe. Waspada/Ist
Kecil Besar
14px

“Islam sebagai agama yang komprehensif memiliki aturan yang jelas terkait sumpah”

LHOKSEUMAWE (Waspada): Sumpah pocong yang dilakukan Saka Tatal, mantan terpidana kasus pembunuhan Vina, menjadi pembahasan berbagai kalangan. Akademisi IAIN Lhokseumawe ikut memberikan pendapat terkait permasalahan sumpah pocong, Senin (12/8).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dr. Bukhari, MH, CM, Akademisi IAIN Lhokseumawe menjelaskan, sumpah pocong, sebuah ritual yang dikenal luas di masyarakat Indonesia, terutama yang baru saja dilakukan di Jawa Barat, sering kali menarik perhatian karena aura mistisnya. Praktik ini dilakukan sebagai bentuk sumpah dengan mengikat seseorang dalam kain kafan layaknya jenazah.

Dalam perspektif hukum Islam, apakah sumpah pocong ini memiliki landasan syar’i, atau hanya sekadar tradisi yang tumbuh di tengah masyarakat. “Islam sebagai agama yang komprehensif memiliki aturan yang jelas terkait sumpah. Dalam Al-Qur’an, sumpah sering disebut dengan istilah “qasam” yang bermakna janji atau sumpah yang diucapkan untuk menguatkan kebenaran suatu pernyataan,” jelas Bukhari.

Menurutnya, Islam juga mengajarkan bahwa sumpah hanya boleh dilakukan dengan menyebut nama Allah, sebagai bentuk pengakuan terhadap kekuasaan-Nya.

Namun, Bukhari menambahkan, tidak ada satu pun dalil dalam Al-Qur’an atau Hadis yang mendukung praktik sumpah pocong. Sumpah pocong lebih berkaitan dengan tradisi lokal dan kepercayaan mistis yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam hukum Islam, penggunaan ritual yang tidak memiliki landasan syar’i untuk menguatkan sumpah bisa jatuh dalam kategori bid’ah, yaitu sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Selain itu, sumpah dalam Islam memiliki konsekuensi yang sangat serius. Orang yang melanggar sumpahnya wajib membayar kafarat (tebusan) berupa puasa, memberi makan fakir miskin, atau membebaskan budak, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Maidah ayat 89. Sumpah yang tidak dilandasi oleh ketentuan syariat Islam, seperti sumpah pocong, justru bisa menyesatkan dan menambah beban psikologis tanpa dasar yang benar.

Dia menjelaskan, melihat dari perspektif maqasid syar’iyah, yang berfokus pada tujuan utama syariat, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, sumpah pocong bisa dianggap bertentangan dengan upaya menjaga akal sehat dan melindungi jiwa. Praktik ini bisa memicu rasa takut, stress, dan bahkan merusak ketenangan batin seseorang, yang seharusnya dijaga oleh syariat.

Dengan demikian, meski sumpah pocong mungkin masih dihormati sebagai bagian dari tradisi, dari sudut pandang hukum Islam, ia tidak memiliki landasan syar’i yang kuat. Umat Islam sebaiknya kembali kepada ajaran-ajaran yang jelas dalam agama dan menghindari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan syariat, agar terhindar dari hal-hal yang bisa merusak akidah dan keyakinan. Tradisi boleh dijalankan, tetapi jangan sampai mengesampingkan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.(b08)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE