Scroll Untuk Membaca

AcehAl-bayan

Tafakur Al Waqidi: Mua’rikh Madinah Yang Sebahagian Periwayatan Hadistnya Ditolak Oleh Ulama Ahli Hadist

Tafakur Al Waqidi: Mua’rikh Madinah Yang Sebahagian Periwayatan Hadistnya Ditolak Oleh Ulama Ahli Hadist
Kecil Besar
14px

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Imam Al Waqidi (امام الواقدي) memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad Bin Umar Al Waqidi Al Aslami adalah sosok yang sangat menggemari ilmu sejak masa remajanya. Imam Al Waqidi berasal dari Trah Bani Aslam dan ia sangat terkenal dengan karya tulis tentang sejarah panjang karier militer Nabi Saw yang kemudian kitabnya tersebut diberi judul al Maghazi.

Selain itu, Imam Al Waqidi juga menulis kitab Futuh al Syam, kitab al Riddah Ma’a Mubdhah Min Fatuh al ‘Iraq Wa Dhkr al Muthanna’ Ibn Haritsah al Syahbani. Total karya akademik Imam Al Waqidi berjumlah 30 buah kitab, dengan 21 buah kitab membahas tentang peperangan dan strategi peperangan Nabi Saw serta para sahabatnya. Imam Al Waqidi lahir di Madinah pada tahun 130 Hijriah bertepatan dengan tanggal 10 September tahun 747 Miladiah dan wafat di Baghdad pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyah pada tanggal 1 Dzulhijah tahun 207 Hijriah bertepatan dengan tanggal 27 April tahun 823 Miladiah dalam usia 75 tahun.

Kemudian, jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman Khayzuran di Baghdad. Imam Al Waqidi, di samping seorang ulama yang ahli dalam bidang tarikh atau sejarah, beliau juga seorang pedagang gandum yang sukses. Pada tahun 786 Masehi Khalifah Harun al Rasyid menunaikan ibadah haji dan mengunjungi Madinah.

Pada saat itu, ia mencari seorang alim yang berwawasan luas tentang tempat-tempat dan situs-situs bersejarah, maka untuk itu, Khalifah Harun al Rasyid menugaskan Yahya Bin Khalid al Bharmaki. Kemudian Yahya Bin Khalid al Bharmaki mempercayakan hal tersebut kepada Imam Al Waqidi, karena merasa puas dengan kinerja Imam Al Waqidi, Khalifah Harun al Rasyid memberinya hadiah dalam bentuk uang sebanyak 10.000 Dirham.

Sebab itu, Imam Al Waqidi memiliki kedekatan hubungan dengan dinasti Abbasiyah, sehingga akhirnya beliau memutuskan untuk tinggal di Baghdad sampai wafatnya. Meskipun Imam Al Waqidi ahli dalam hal sejarah seperti yang diakui oleh imam Ibnu Hajar al Asqalani, namun berkaitan dengan periwayatan hadistnya, sebagian ulama ahli hadist menolaknya dan memandang hadistnya lemah bahkan beberapa ulama ahli hadist menilai hadistnya maudhu’ atau palsu.

Di antara ulama ahli hadist yang menolak periwayatan Imam Al Waqidi adalah imam al Bukhari, yang mengatakan bahwa Imam Al Waqidi telah ditinggalkan dalam hal hadist, karena ia memalsukan hadist (Lihat imam al Dzahabi, Mizan al I’tidal Fi Naqdi al Rijal, juz,3, halaman,110). Imam al Syafi’i menyebutkan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al Waqidi banyak mengandung dusta dan menyebutkan bahwa Imam Al Waqidi salah satu dari tujuh orang yang suka memalsu hadits di Madinah (Lihat Ibnu Abi Hatim, juz, 4, halaman, 21).

Imam Ahmad Bin Hanbal dan imam Al Baladzuri mengatakan dalam hal hadist, Imam Al Waqidi adalah matruk atau tertuduh sebagai pendusta (Lihat Muhammad Bin Ahmad Al Dzahabi, Mizan al I’tidal Fi Naqdi al Rijal, juz, 3, halaman, 110. Lihat juga Al Baladzuri, Futuh al Buldan Penaklukkan Negeri-negeri dari Fathu al Makkah Sampai Negeri Sind, halaman,205). Imam Ibnu Ishaq Al Rahawaih mengatakan bahwa Imam Al Waqidi termasuk yang memalsukan hadist (Lihat Imam Ibnu Abi Hatim, juz,3, halaman, 21).

Berdasarkan penilaian negatif dari banyak ahli hadist seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hal hadits Imam Al Waqidi mendapat jarh atau celaan berat sampai tingkat pemalsu hadist. Oleh karena itu, untuk hadist-hadist yang melalui jalur periwayatan Imam Al Waqidi banyak ditolak atau tidak diterima oleh para ulama ahli hadist. Karena dipandang bercampur antara yang shahih dengan yng maudhu’ atau palsu.

Namun demikian, ada juga ulama ahli hadist yang menyatakan bahwa Imam Al Waqidi adalah periwayat yang tsiqah atau dapat dipercaya dan orang alim pada zamannya, seperti pernyataan imam Muhammad Bin Salam al Jamhi dan imam Ibrahim al Harbi. Adapun keahlian Imam Al Waqidi dalam hal tarikh atau sejarah tetap diakui validitasnya seperti yang ditegaskan oleh imam Ibnu Hajar al Asqalani (Lihat Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Tahdzib al Tahdzib, juz, 9, halaman, 366).

Imam Al Waqidi juga dikenal karena kegemarannya dalam mengembara untuk mencari ilmu. Kegemarannya mengembara dalam mencari ilmu tersebut, membuat Imam Al Waqidi memiliki informasi dan data sejarah yang kuat dan banyak. Perjalanannya ke berbagai wilayah, membuat narasi sejarah yang dipaparkannya menjadi lebih hidup dan menggugah. Imam Al Waqidi menulusuri situs-situs sejarah Islam dari era Nabi Saw dimulai dari Madinah, Mekkah, Tha’if, Jeddah, Syam, dan Baghdad.

Imam Al Waqidi mempelajari hadist dan fikih dari banyak guru di Madinah di antaranya, Muhammad Bin Ajlan, Ibnu Juraij, Ma’mar Bin Rasyid, Ibnu Abi Zi’b, Aflah Bin Humaid al Auza’i, imam Malik, imam Sufyan al Tsauri, dan lain-lainnya.

Adapun di antara murid-murid yang meriwayatkan hadist dari Imam Al Waqidi adalah Muhammad Bin Sa’ad, Abu Bakar Bin Abi Syaibah, Muhammad Bin Yahya al Azdi, Muhammad Bin Syuja’ al Salji, Abu Bakar Bin al Saqani, dan Muhammad Bin Faraj al Azraq.

Menurut imam Ibnu Nadim di dalam kitabnya Al Fihris, ia menyebutkan bahwa Imam Al Waqidi adalah sosok ulama yang produktif dalam menulis, terutama dalam hal sejarah dan Al Maghazi (peperangan yang diikuti Nabi Saw). Tulisan Imam Al Waqidi tentang sejarah Islam banyak dikutip oleh mu’arikh atau sejarawan Islam pada periode berikutnya, seperti imam Ibnu Sa’ad (W.230.H) dan imam Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al Thabari.

Bahkan imam Ibnu Jarir al Thabari mengutip pendapat Imam Al Waqidi di 217 tempat di dalam kitab sejarahnya yaitu kitab Tarikh al Thabari, khususnya menyangkut tentang Biografi Nabi Saw. Peperangan yang diikuti Nabi Saw dan Sejarah kekhalifan setelah Nabi Saw wafat sampai dengan tahun 179 Hijriah. Secara konteks kesejarahan, Imam Al Waqidi tetap diunggulkan sebagai pakar sejarawan Islam yang terbukti telah memberikan sumbangsih besar untuk penulisan sejarah Nabi Saw dan sejarah umat Islam pada periode dimana Imam Al Waqidi hidup.

Oleh karena itu, kita do’akan semoga Allah Swt memberikan balasan pahala yang besar kepada Imam Al Waqidi atas jasa dan pengabdiannya dalam bidang ilmu sejarah Islam. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahua’lam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE