Scroll Untuk Membaca

AcehAl-bayan

Tafakur Imam Syamsuddin Al Sakhawi: Muhadits Dan Mu’arikh Besar Syafi’iyyah Di Era Kesultanan Mamluk

Tafakur Imam Syamsuddin Al Sakhawi: Muhadits Dan Mu’arikh Besar Syafi’iyyah Di Era Kesultanan Mamluk
Kecil Besar
14px

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

Imam Syamsuddin Al Sakhawi dilahirkan di Sakha sebuah perkampungan kecil di Kairo – Mesir. Ayah dan kakek Imam Syamsuddin Al Sakhawi adalah pedagang kain tenunan kecil kecilan dan kehidupan ekonominya penuh dengan kesusahan. Kakek dan ayah Imam Syamsuddin Al Sakhawi meskipun secara ekonomi hidup susah, namun paling terkenal dalam hal kehadiran di majelis-majelis ilmu.

Kemudian, dari majelis ilmu itulah ayah dan kakek Imam Syamsuddin Al Sakhawi mengenal banyak ulama besar pada zaman itu, di antaranya adalah seorang ulama besar yang bernama Imam Ibnu Hajar Al Asqalani. Kepada Imam Ibnu Hajar Al Asqalani inilah ayah dan kakek Imam Syamsuddin Al Sakhawi menitipkan Imam Syamsuddin Al Sakhawi untuk mendalami ilmu, khususnya dalam bidang hadist dan tarikh atau sejarah.

Keluarga Imam Syamsuddin Al Sakhawi memilih menitipkan beliau kepada Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, karena dua hal. Pertama Imam Ibnu Hajar Al Asqalani bertetangga dekat, dimana rumah mereka berdekatan. Kedua, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani simpati dengan kekuatan semangat Imam Syamsuddin Al Sakhawi dalam hal ketertarikan terhadap ilmu ilmu keIslaman, terutama terhadap ilmu hadist dan ilmu tarikh atau sejarah.

Selanjutnya, kedekatan antara keluarga Imam Syamsuddin Al Sakhawi dengan Imam Ibnu Hajar Al Asqalani diungkapkan oleh Imam Syamsuddin Al Sakhawi di dalam kitabnya yang berjudul Al Dau’ Al Lami’ Li Ahli Al Qarn Al Tasi’ (Cahaya Gemerlap Bagi Masyarakat Abad Ke-9 Hijriah, kitab ini terdiri atas 12 jilid dan ditulis secara alfabetis). Di dalam kitab ini, Imam Syamsuddin Al Sakhawi memuji dan memberikan penghormatan yang tinggi kepada Imam Ibnu Hajar Al Asqalaani serta guru-gurunya yang lain.

Kitab Al Dhau’ Al Lami’ Fi A’yan Al Qarni Tasi’ karya Imam Syamsuddin Al Akhawi ini di ringkas oleh Syekh Ibnu Abdussalam (W.931.H) menjadi kitab Al Badru Al Thalib Min Dhau’ Al Lami’ (Purnama Penuntut Dari Cahaya Gemerlap). Peringkasan kitab tersebut juga dilakukan oleh Syekh Zainuddin al Syima’i al Halabi (W. 936.H) menjadi kitab Al Qabs Al Hawi Li Gurar Dhau’ Al Sakhawi (Api Unggun Peliput Bagi Penuntut Pemula Kitab Cahaya Karya Al Sakhawi).

Imam Syamsuddin Al Sakhawi lahir pada tahun 831 Hijriah (1428 M) dan wafat di Madinah pada tahun 902 Hijriah (1497 M) dalam usia 71 tahun dengan nama lengkap Imam Syamsuddin Al Sakhawi adalah Imam Syamsuddin Abu Al Khair Muhammad Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Abi Bakar Bin Utsman Bin Muhammad Al Sakhawi Al Syafi’i (امام شمس الدين ابو الخير محمد بن عبد الرحمن بن محد بن ابي بكر بن عثمان بن محمد السخاوي الشافعي).

Sebagai ulama yang ahli dalam bidang hadist, tentunya Imam Syamsuddin Al Sakhawi memiliki banyak karya akademik berkaitan dengan hadist dan tarikh atau sejarah, di antara kitab kitab Imam Al Sakhawi yang berkaitan dengan hadist adalah kitab al Maqashid al Hasanah Fi al Ahadits al Musytahirah ‘Ala al Alsinah, kitab al Akhbar al Mukalalah Fi al Ahadits al Mursalah, kitab al Ghayah Fi Syarhi al Hidayah Fi ‘Ilmi al Riwayah, kitab Syarh al Syama’il al Nabawiyyah Li al Tirmidzi, kitab al Tuhfatu al Munifah Fima Waqa’a Min Hadits Abi Hanifah, kitab Fathu al Mughits Bi Syarhi Alfiyati al Hadits, kitab al Qaul Badi’ Fi Fadhi al Shalati ‘Ala al Habib al Syafi’.

Adapun kitab-kitab Imam Syamsuddin Al Sakhawi yang berkaitan dengan sejarah, di antaranya adalah kitab al Dhau’ al Lami’ Fi A’yani al Qarni al Tasi’, kitab al Tabru al Masbuk Fi Dzalli al Suluk, kitab Bughyatu al ‘Ulama’ Wa al Ruwat Fi Akhbari al Qudhat, kitab al Taubikh Liman Dzamma Ahla al Madinah, dan kitab al Jauhar Wa al Dhurar Fi Tarjamati Syekh al Islam Ibnu Hajar.

Pengembaraan keilmuan Imam Syamsuddin Al Sakhawi, awalnya hanya sebatas kota-kota besar yang ada di Mesir seperti kota Dimyath, Manuf, dan Iskandariyah. Imam Syamsuddin Al Sakhawi pernah ingin mencari ilmu ke wilayah Suriah namun kedua orangtuanya tidak memberinya izin. Kemudian, pada tahun 1452 Miladiah, Imam Syamsuddin Al Sakhawi menunaikan ibadah haji dan kemudian bermukim di Mekkah selama beberapa tahun serta menziarahi Madinah, baru setelah dari Madinah, sejak tahun 1453 Imam Syamsuddin Al Sakhawi berpindah pindah tempat antara Mesir, Suriah, dan Hijaz.

Dalam catatan sejarah, Imam Syamsuddin Al Sakhawi melakukan perjalanan haji sebantak 5 kali dan yang terakhir pada tahun 1492 Miladiah. Imam Syamsuddin Al Sakhawi yang hidup pada era kekuasaan Mamalik, pernah menolak dengan halus keinginan sultan Qait Bey penguasa dinasti Mamluk tahun 1468 – 1496 Miladiah untuk mengajarkan ilmu tarikh kepadanya.

Sedangkan Dinasti Mamluk saat itu adalah dinasti yang berkuasa di Mesir dan Suriah dalam rentang waktu tahun 1250 – 1517 Miladiah yang didirikan oleh para budak yang tergabung dalam kesatuan militer (Mamluk) yang memiliki kekuatan politik dan militer besar, serta berperan penting sebagai penyelamat peradaban Islam dari serangan kekuasaan Mongol dan Tentara Salib. Dinasti Mamluk terbagi menjadi dua periode. Pertama, Periode Mamluk Bahri (1250 – 1382) yang didominasi oleh etnis Turki Kipchak. Kedua, Periode Mamluk Burji (1382 – 1517) yang didominasi oleh etnis Circassia.

Selanjutnya, di dalam kitab al Tibr al Masbuk Fi Thail al Suluk (Logam Cetakan Untuk Catatan Tambahan pada kitab Prilaku karya Al Maqrizi), diungkapkan oleh Imam Syamsuddin Al Sakhawi sejarah tentang meninggalnya ulama terkemuka pada setiap tahun yang selalu ditambahkan catatannya di akhir setiap tahun sampai tahun terakhir dimana Imam Syamsuddin Al Sakhawi wafat.

Kitab ini juga menjadi dzail (lampiran) dari kitab al Suluk Li Ma’rifah Duwal al Muluk (Jalan untuk mengetahui Kedaulatan Para Raja) karya Imam Al Maqrizi seorang sejarawan Mesir terkenal. Kemudian Imam Syamsuddin Al Sakhawi juga menulis kitab al Kaukab al Mudi’ (Planet Bercahaya) yang isinya memuat kisah tentang ulama yang hidup pada masa Imam Syamsuddin Al Sakhawi ada.

Demikian luasnya khazanah ilmu keIslaman yang diwariskan oleh Imam Syamsuddin Al Sakhawi kepada dunia Islam terutama dalam bidang hadist dan sejarah, membuat kita semakin penasaran untuk terus mengenal lebih banyak lagi para ulama masa lampau yang telah mewariskan kekayaan ilmunya.

Atas segala ilmu yang telah diberikan oleh Imam Syamsuddin Al Sakhawi, kita berdo’a semoga Allah Swt memberikan pahala yang banyak kepada Imam Syamsuddin Al Sakhawi. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahua’lam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadist Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE