“Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad )
Kutipan sebuah Hadis tentang mulianya berdagang tersebut diriwayatkan oleh Ahmad (Imam Hambali) dalam kitab Musna Ahmad, yang kutipannya yang dilansir dari Rumaysho.
Pedagang merupakan bagian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Dari kota sampai pelosok desa, UMKM hadir sebagai penopang keluarga sekaligus penggerak ekonomi lokal.
Begitu pun di Kota Lhokseumawe sudah banyak terdapat berbagai jenis usaha rumahan seperti minuman ringan, gorengan, masakan kuliner dan lauk pauk khas Aceh dan lainnya. Tapi belum semuanya mendunia karena pelaku UMKM masih gagap teknologi, hampir seluruh UMKM lokal khususnya di Kota Lhokseumawe masih terbiasa dengan cara lama.
Salah satu contoh, transaksinya masih menggunakan uang tunai yang membuat pedagang harus mempersiapkan uang pecahan untuk kembalian uang pembeli. Padahal dengan kemajuan teknologi sekarang, transaksi jual beli dapat dilakukan dengan cara praktis seperti menggunakan aplikasi QRIS.

Namun sayangnya potensi itu masih dibatasi sejumlah kendala. Produk dijual dengan kemasan polos, promosi hanya dari mulut ke mulut, dan pemasaran masih sebatas lingkungan sekitar. Bahkan sebagian besar pelaku UMKM belum pernah mencoba menggunakan media sosial untuk promosi. Padahal, dunia digital bisa membuka pintu pasar yang lebih luas.
Pesatnya perkembangan digitalisasi dewasa ini, mendorong pelaku UMKM beradaptasi dan menggunakan teknologi dalam pengembangan usahanya. Namun tidak dipungkiri, di tengah kondisi yang serba digital masih ada pelaku UMKM yang belum melek.
Sementara itu Kadisperindagkop Kota Lhokseumawe M. Rizal mengatakan pihaknya mencatat jumlah UMKM sebanyak 6.897. UMKM sangat luas cakupannya, ada yang sifatnya jasa, kios sembako, pengangkutan dan lainnya masuk katagori usaha yang dijalankan secara offline.
Namun dari jumlah itu hanya terdapat puluhan UMKM yang berjualan secara online karena memiliki produk sendiri untuk dipasarkan. Sedangkan ribuan UMKM lainnya masih gagap tehnologi. “Umumnya memang masih gagap teknologi karena UMKM juga dijalankan oleh ibu rumah tangga dan orang tua,” ujarnya.
Di sisi lain, salah seorang pedagang es krim keliling di Kec. Banda Sakti, Pak Yono, mengatakan pelaku UMKM menyadari pentingnya adaptasi digital seiring terus meningkatnya daya saing.
Namun sayangnya, kebanyakan pelaku usaha yang belum menggunakan teknologi lantaran terbatasnya akses dan kemampuan untuk mengoperasikan perangkat dan aplikasi digital.

Pak Yono merupakan warga asal Jawa Tengah yang sudah 10 tahun lebih merantau ke Aceh dan berdomisili di Kec. Banda Sakti. Setiap harinya mengais rezeki untuk kebutuhan keluarganya dengan berjualan es krim keliling.
Meski menyadari usaha es krim zaman sekarang sudah menggunakan mesin praktis dan membungkus pesanan hanya dengan satu tekanan tombol saja, namun itu tidak menjadi tolak ukur untuk persaingan. Sedangkan Pak Yono berjualan es krim menggunakan gerobak yang dikayuh dengan sepeda lengkap dengan canang yang dipukuli untuk mengeluarkan suara yang menarik perhatian pembeli.
“Saya sendiri jualan es krim keliling dan tidak menggunakan mesin dan tidak juga memakai aplikasi. Saya tidak bisa cara digitalisasi,” ujarnya.
Pak Yono merasa sangat bersyukur tanpa pengaruh teknologi dan digitalisasi, masih ada pelanggan setia yang rela antre menanti eskrim dibungkus satu persatu.
Zainuddin Abdullah/WASPADA.id