AKIBAT tidak melengkapi dokumen survei kondisi, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Aceh Utara kehilangan jatah Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 untuk pembangunan jalan senilai Rp54 miliar. PUPR tidak melakukan survey kondisi disebabkan tidak tersedianya anggaran senilai Rp500 juta untuk melakukan survei kondisi tersebut.
“Semestinya diminta atau tidak diminta, TAPD harus menyediakan anggaran untuk kebutuhan survei kondisi jalan. Mengingat, dokumen survei kondisi setiap tahun diminta oleh pihak kementerian. Artinya, ini sudah menjadi kebutuhan,” sebut Anzir (foto).
Anggaran Rp54 miliar merupakan jumlah yang cukup besar untuk Aceh Utara, karena kondisi keuangan Aceh Utara saat ini sedang sakit. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Utara setiap tahun tidak pernah tembus Rp.300 miliar. Karena itu, setiap tahun pula, Aceh Utara mengharapkan bantuan dari Pemerintah Pusat.
“Ternyata, bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk jalan tahun 2024 hilang. Seharusnya itu menjadi jatah Aceh Utara. Hilangnya DAK jalan karena ketidakpiawaian Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam hal menterjemahkan permasalahan-permasalahan apa saja sehingga Pemerintah Pusat dapat menyikapi kebutuhan daerah. Sesuatu yang tidak ada kerangka atau rumus yang dapat dipahami maka Pemerintah Pusat tidak memberikannya,” terang Anzir.
Sekretaris Komisi I Bidang Pemerintahan di DPRK Aceh Utara itu menambahkan, DAK jalan bukanlah sengaja dipotong oleh Pusat untuk Aceh Utara, namun DAK itu tidak bisa diberikan karena memang tidak ada rumusnya. Pemerintah Pusat, sebutnya, juga memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan dan ada pertimbangan-pertimbangan anggaran dalam hal bantuan yang dikucurkan ke daerah.
“Ini seakan-akan daerah tidak punya kebutuhan dengan tidak menyiapkan dokumen survei kondisi jalan. Survei kondisi menjadi persyaratan sehingga Pusat punya keyakinan. Rp.54 miliar itu angka yang besar dan bisa digunakan untuk membangun beberapa ruas jalan di Aceh Utara. Banyak ruas jalan di Aceh Utara saat ini kondisinya hancur. Karena itu sangat disayangkan, dana Rp.54 miliar itu tidak bisa kita nikmati akibat ketidakmampuan pengontrolan pihak pemerintah yaitu TAPD,” ucap Anzir.
Menjawab Waspada, Wakil Ketua DPD NasDem Aceh Utara itu juga menyebutkan, bahwa dirinya tidak mengatakan Pemerintah Aceh Utara tidak ikhlas dalam menjalankan tugasnya, tetapi ini merupakan bentuk kelalaian akibat terjebak dengan penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“WTP itukan kemampuan dalam pengelolaan keuangan, tapi kita tidak sadar bahwa perlu keuangan untuk menambah devisa Aceh Utara yang produktivitasekonomi Aceh Utara saat ini sangat menurun. Harusnya, Pemda Aceh Utara mencari jalan keluar dengan meminta anggaran ke Pusat. Dengan mendapatkan WTP seakan-akan Aceh Utara sudah sangat hebat. Itulah penyebab Pemerintah Aceh Utara lalai karena penghargaan WTP itu. Padahal Aceh Utara saat ini sedang mengelola dana yang kurang,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Anzir, pihaknya mengharapkan kepada TAPD, jika DAK jalan tahun 2024 yang jumlahnya Rp54 miliar itu masih bisa didapatkan, maka Pemerintah Aceh Utara diminta untuk memperjuangkannya kembali, karena menurut hemat pihaknya, masih ada kesempatan untuk dilobi kembali.
“Pemerintah Aceh Utara harus memohon kembali dengan berbagai macam alasan untuk memenuhi persyaratan sesuai yang diminta Pusat. Maka saya berpikir ini masih memungkinkan dan yang namanya daerah sedang lapar wajar-wajar saja mengadukan nasibnya kepada orang tuanya yaitu Pusat. Segera sikapi masalah ini dengan bijak,” sebutnya.
Ditanya apa komentarnya terhadap PUPR yang menyatakan telah meminta dana survei kondisi ke TAPD dan TAPD menyebutkan bahwa PUPR tidak pernah meminta, Anzir mengatakan, persoalan ini tidak harus menjadi perdebatan. Seperti yang telah dikatakan, sebutnya, bahwa ini merupakan kelalaian Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.
“TAPD jangan melempar batu sembunyi tangan. Jangan setelah melakukan kesalahan kemudian berpura-pura tidak mengetahuinya. Itu namanya tidak bertanggungjawab,” kata Anzir memperingatkan.
Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I