Scroll Untuk Membaca

Aceh

Ulama Kharismatik Aceh, Abu Di Paya Pasi: Pijet Lam Tapeeh Wajeb Toet

Ulama Kharismatik Aceh, Abu Di Paya Pasi: Pijet Lam Tapeeh Wajeb Toet
Ulama Kharismatik Aceh, Abu Paya Pasi bersama dengan Abu Manan di Blang Jruen memberikan pandangannya tentang bak dan buruknya jika objek wisata laut dibuka untuk umum. Halini disampaikan pada acara kenduri maulid, muzakarah ulama dan umara di Aceh Utara. Waspada.id/Maimun Asnawi
Kecil Besar
14px

BUPATI Aceh Utara, Ismail A. Jalil melaksanakan kegiatan kenduri Maulid, Muzakarah Ulama dan Umara tahun 2025 di lapangan upacara depan kantor bupati di Landing, Lhoksukon, Selasa (7/10). Jumlah tamu dan peserta muzakarah yang datang memenuhi undangan mencapai 5000-an orang.

Ada banyak hal yang dibahas pada muzakarah ulama dan umara diantaranya tentang perbankan syariah dan tentang wisata Islami. Pada pembahasan wisata Islami, Abu di Paya Pasi diminta untuk memberikan pencerahan kepada seluruh tamu undangan dan peserta. Pencerahan juga diberikan kepada pemangku kebijakan di kabupaten ini.

Sesuai yang disampaikan oleh Aisten I Setdakab Aceh Utara, Dr. Fauzan. Di Aceh Utara ada beberapa objek wisata di Bumi Pasai yaitu mulai dari wisata laut (bahari), wisata alam di Pante Bahagia, Paya Bakong, hingga pada wisata religius di situs sejarah Makam Sultan Malikussaleh di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera.

Pemerintah Kabupaten Aceh Utara berencana untuk menggarap Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat beberapa objek wisata tersebut dengan catatan semua objek wisata ini dikelola secara islami. Sebelum objek-objek wisata ini dikelola, Pemkab Aceh Utara memerlukan pandangan-pandangan dari para ulama.

Untuk persoalan ini, Panitia Muzakarah Ulama dan Umara meminta kesediaan Tengku. H. Muhammad Ali bin Tengku H. Abdul Muthalleb atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abu di Paya Pasi.

Abu Paya Pasi di hadapan 5000-an peserta muzakarah menyampaikan sejarah yang terjadi pada masa hidupnya Abu Panton. Pada waktu itu, datang para tokoh masyarakat untuk meyakinkan Abu di Panton agar Abu memberikan izin pengelolaan wisata laut (bahari) dengan cara memisahkan pengunjung laki-laki dan pengunjung perempuan.

Atas masukan itu, Abu Panton mengizinkan objek wisata laut dibuka dengan catatan dikelola secara islami yaitu memisahkan antara pria dan wanita. “Aturan memisahkan pengunjung pria dan wanita dibuat, tapi prakteknya tidak ada yang mau mengindahkan aturan itu. Para pengunjung laki-laki dan perempuan tetap berbaur pada satu tempat,” kata Abu Paya Pasi, seraya menyampaikan.

“bak peraturan dan bak haba nyoe meunan. Bak buet ka kon lage aturan nyan (dalam aturan dan dalam pembicaraan cukup bagus aturan itu, tapi dalam pelaksanaan, atutan itu tidak berlaku).”

Kemudian, kata Abu Paya Pasi, pada saat masyarakat melaksanakan pesta perkawinan anaknya di gampong (desa) dan terjadi keramaian pada acara pidato itu juga hal-hal yang tidak dapat dibolehkan. Namun, acara pesta dan pidato merupakan hal yang dapat diatur dengan mudah oleh panitia agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Lalu, juga terjadi keramaian pada situs-situs wisata islami seperti yang ada di objek stitus sejarah Makam Sultan Malikussaleh, objek wisata alam Pante Bahagia di Kecamatan Paya Bakong dan lain sebagainya. Di sini juga dapat diatur dengan mudah agar tidak terjadi pembauaran antara laki-laki dan perempuan.

“Objek wisata Islami lagee di Makam Sultan Malikussaleh, Pante Bahagia, nyoe djeut loen tamsilkan ibarat pijet lam keulumbu. Pijet lam keulumbu bek ta toet, tapi djeut tapinah, tapi lage rame-rame bak piasan malam lage bak acara rapa i, daboh, saman dan termasuk wisata laot, nyan merupakan pijet lam tapeh dan wajeb toet (objek wisata islami seperti di Makam Sultan Malikussaleh, Pante Bahagia, ini dapat saya tamsilkan ibarat tumila atau kutu kasur. Kutu kasur jangan dibakar tapi cukup dipindahkan atau diusir, tapi sepeeti ada keramaian pada malam hari di acara saman, rapa i, debus dan wisata laut atau bahari itu merupakan tumila yang ada di sabut kelapa dan wajib dibakar,”sebut Abu Paya Pasi.

Untuk wisata laut, kata Abu Paya Pasi kepada Pemkab Aceh Utara untuk tidak mencoba-coba memberikan kesempatan atau membuka objek wisata ini,karena objek wisata ini tidak mungkin dapat dijaga dengan ketat atau dipagari agar tidak terjadi pencampuran antara laki-laki dan perempuan.

“Saya ke aneuk kon ba bak acara keramaian lage bak wisata laot, tapi nyoe sayang keu aneuk bak bak ureung mate. Meunan geupeugah lam kitab (kalau sayang pada anak bukan membawa anak ke lokasi wisata laut tapi bawalah anak kesayangan pada tempat orang meninggal. Seperti yang sudah disebutkan dalam kitab),” kata Abu lagi.

Pendapat Abu Paya Pasi dikuatkan oleh Ketua MPU Aceh Utara, Abu Manan di Blang Jruen. Ulama kharismatik ini juga berpendapat, andai kata pada sesuatu akan terjadi sesuatu, maka jangan pernah memberikan kesempatan untuk terjadi seperti jangan membuka objek wisata laut. Di objek wisata ini ada peluang untuk terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Pat-pat yang na peluang terjadi yang kon-kon, maka inan bek peugot (di mana saja yang ada peluang terjadi hal-hal yang tidak dinginkan, maka di situ tidak boleh diberikan peluang),” kata Abu di Balang Jruen.

Maimun Asnawi, S.HI.,M.Kom.I

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE