Scroll Untuk Membaca

AcehPendidikan

Universitas Samudra Berikan Pendampingan Pokdatan Laot Berjaya Aceh Tamiang

Universitas Samudra Berikan Pendampingan Pokdatan Laot Berjaya Aceh Tamiang
Kegiatan PKMB tim dosen Universitas Samudra pada Pokdakan Laot Berjaya di Desa Lubuk Damar Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.Waspada/ist
Kecil Besar
14px

LANGSA (Waspada): Guna meningkatkan pendapatan hasil produksi kepiting bakau, tim dosen Universitas Samudra melakukan Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Produk (PKMB) tahun 2025 dengan memberikan pendampingan usaha penangkaran dan pembesaran kepiting bakau ditambak tradisional pada Pokdakan Laot Berjaya, di Desa Lubuk Damar Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang.

Tim pengabdian Dr. Agus Putra AS, S.Pi, M.Sc didampingi, Cut Gustina, SP,.M.Agr dan Dr. Afrah Junita, SE, M.Pd kepada Waspada, Kamis (17/7) mengatakan, pendampingan usaha penangkaran dan pembesaran kepiting bakau ditambak tradisional dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan pada Pokdakan tersebut.

Di mana, lanjutnya, PKM ini terintegrasi dengan KKN mahasiswa Universitas Samudra yang dilaksanakan dengan Pokdatan Laot Berjaya yang juga melibatkan Penyuluh Perikanan Kecamatan Seruway Tri Rahmani serta sejumlah masyarakat setempat.

Dr. Agus Putra yang juga salah seorang Ahli Budidaya Perairan lulusan National Taiwan Ocean University menjelaskan, kepiting bakau merupakan salah satu komoditas unggulan di Provinsi Aceh, khususnya Desa Lubuk Damar Kecamatan Seruway menjadi salah satu wilayah potensial dalam budidayanya.

Dikatakannya lagi, desa tersebut berbatasan langsung dengan laut, telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan budidaya perikanan sejak tahun 2018 dan dikenal sebagai sentra produksi kepiting soka. Sebagian besar petani tambak di daerah ini memilih membudidayakan kepiting bakau, dengan rata-rata luas usaha sekitar 7 hektare per petani.

Selain itu, Desa Lubuk Damar memiliki area budidaya kepiting terbesar di Kecamatan Seruway, dengan luas mencapai 10 hektare. Pokdakan Laot Berjaya merupakan salah satu kelompok pemula yang beranggotakan 12 orang dan masing-masing anggota memiliki tambak seluas 2 hektare.

“Meskipun potensi yang dimiliki cukup baik, akan tetapi, produksi kepiting bakau yang dihasilkan oleh pokdakan ini masih belum optimal, meskipun memiliki potensi besar dan jumlah petani kepiting terus bertambah. Padahal, kepiting bakau memiliki nilai ekonomis tinggi dan termasuk dalam komoditas ekspor,” ujarnya.

Oleh karena itu, urainya lagi, untuk mengatasi permasalahan yang ada, diperlukan motivasi dalam kegiatan budidaya pembesaran kepiting bakau, mengingat tujuan utama dari budidaya adalah memperoleh keuntungan.

Agus Putra juga menjelaskan Selain motivasi, juga dibutuhkan inovasi teknologi tepat guna (TTG) yang dapat diaplikasikan Pokdakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Dalam pengabdian ini TTG yang di aplikasikan kepada mitra yaitu pemanfaatan pipa paralon sebagai media pemeliharaan yang di tempatkan pada tambak tradisional Pokdakan. Pipa paralon yang digunakan sebaiknya memiliki diameter yang sesuai dengan ukuran kepiting yang dibudidayakan.

Untuk kepiting yang masih kecil, pipa dengan diameter 4–6 inci sudah cukup, sedangkan untuk kepiting yang lebih besar, dapat digunakan pipa dengan diameter 8–10 inci. Penggunaan pipa paralon tidak hanya membantu dalam mengoptimalkan ruang dan memudahkan pengelolaan kepiting, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi kepiting selama proses pembesaran dan pematangan telur.

Pipa paralon digunakan sebagai tempat persembunyian kepiting, yang sangat penting untuk mengurangi agresivitas dan kanibalisme antar individu, terutama pada fase molting (pergantian cangkang), meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, meningkatkan efisiensi ruang, hemat biaya dan ramah lingkungan, mengurangi stres pada kepiting, tahan lama dan ekonomis.

Sementara, Dr. Afrah Junita, SE, M.Pd menjelaskan, pendapatan yang diperoleh pokdakan ini masih tergolong rendah, dengan rata-rata penghasilan per individu berkisar antara Rp800.000 hingga Rp1.000.000 per bulan. Kondisi ini jauh dari ideal, karena tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurutnya, rendahnya pendapatan ini disebabkan oleh tingginya biaya produksi, yang mencakup pembelian benih kepiting, pakan, obat-obatan, serta biaya operasional seperti listrik dan transportasi. Beban finansial para petani semakin berat, terutama ketika hasil panen tidak sesuai harapan.

Selain itu, harga jual kepiting yang cenderung fluktuatif dan dipengaruhi oleh faktor pasar yang sulit diprediksi turut menambah ketidakpastian dalam usaha budidaya kepiting bakau tersebut, ujarnya.

“Semoga dengan adanya, kegiatan PKM dosen Universitas Samudra dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan,” harap Dr. Afrah Junita. (b24)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE