Campak atau rubeola, merupakan penyakit akibat virus yang sangat mudah menular. Penularannya bahkan bisa terjadi hanya melalui udara, batuk, bersin, atau sentuhan permukaan yang terkontaminasi.
SIGLI (Waspada.id): Mata kecil itu terlihat sayu. Ruam merah menyebar di wajah dan tubuh mungilnya, sesekali batuk kering memecah kesunyian ruang perawatan.
Bocah perempuan berusia tiga tahun itu berjuang melawan demam tinggi yang tidak kunjung turun selama dua hari. Di sampingnya, sang ibu tidak lepas menggenggam tangannya, harapan yang tersisa di tengah kecemasan.
“Awalnya cuma demam biasa, lalu muncul ruam dan matanya merah. Baru setelah dibawa ke puskesmas, katanya campak,” tutur sang ibu pelan, Senin (13/10).
Gadis kecil ini bukan satu-satunya. Selama beberapa bulan terakhir, ratusan anak di beberapa kecamatan di Kabupaten Pidie mengalami gejala serupa. Wabah campak menjelma menjadi ancaman nyata, terutama bagi anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.
Campak atau rubeola, merupakan penyakit akibat virus yang sangat mudah menular. Penularannya bahkan bisa terjadi hanya melalui udara, batuk, bersin, atau sentuhan permukaan yang terkontaminasi.
Gejalanya kerap diremehkan: demam tinggi, pilek, mata merah, bintik Koplik di dalam pipi, dan ruam merah menyebar ke seluruh tubuh. Padahal, jika tidak segera ditangani, campak dapat menimbulkan komplikasi serius seperti pneumonia, radang otak (ensefalitis), bahkan kematian.
“Kasus campak di Pidie terus meningkat dan kini mencapai 1.011 kasus setelah pemeriksaan laboratorium sebanyak 74 kasus dari 94 spesimen Agustus 2025,” ujar Epa Dorista, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie.
Lonjakan ini membuat pemerintah daerah setempat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di tiga titik rawan. Yakni, Kecamatan Kembang Tanjong (Gampong Ara-red), Kecamatan Mutiara Timur (Gampong Paloh Tinggi), dan Kecamatan Glumpang Baro (Gampong Uke).

Penetapan KLB bukan sekadar status administratif. Ini berarti seluruh sumber daya kesehatan digerakkan. Tim Surveilans diterjunkan untuk penyelidikan epidemiologi, imunisasi tanggap wabah (ORI) digencarkan, dan penyuluhan kesehatan dilakukan dari gampong ke gampong.
Faktor penyebab tingginya kasus tidak tunggal. Cakupan imunisasi yang rendah, minimnya pengetahuan masyarakat, mobilitas penduduk tinggi, serta kepadatan lingkungan menjadi pemicu transmisi aktif di komunitas. Kecamatan Indra Jaya mencatat kasus tertinggi sebanyak 111 kasus, disusul Kecamatan Pidie sebanyak 89 kasus, dan Sakti 88 kasus.
“Pencegahan terbaik adalah imunisasi. Jika cakupan tinggi, rantai penularan bisa diputus,” tegas Epa. Seraya mengimbau masyarakat untuk segera membawa anak-anak ke fasilitas kesehatan terdekat.
Sementara itu, di ruang perawatan puskesmas, bocah kecil itu masih terbaring lemah. Namun di balik ruam merah di kulitnya, ada harapan besar—bahwa langkah cepat masyarakat dan pemerintah dapat menyelamatkan banyak “wajah kecil” lainnya dari ancaman wabah yang seharusnya dapat dicegah.
Muhammad Riza