SIGLI (Waspada): Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar, mengimbau masyarakat untuk menjaga dan melestarikan hutan sebagai habitat Flora dan Fauna.
“Hutan sebagai habitat flora dan fauna perlu dijaga, dirawat dan dilestarikan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan seperti bencana alam dan gangguan satwa liar seperti gangguan gajah liar” kata Wali Nanggro Malik Mahmud Al Haytar di Pendopo Kabupaten Pidie, Senin (14/11) malam.
Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar bersama rombongan hadir untuk memenuhi undangan jamuan makan malam oleh Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, M.Si. Sosok yang menjadi bagian penting dalam perjanjian damai antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki ini mengatakan belum terlambat merawat dan melestarikan hutan di Aceh, bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain. “Kerusakan hutan di Aceh belum parah, masih bisa dirawat dan dilestarikan” katanya dengan lembut.
Ia mengungkapkan eskalasi konflik satwa liar, seperti gajah liar dengan manusia, khususnya di Kabupaten Pidie beberapa tahun terakhir ini meningkat. Bahkan baru-baru ini seorang warga Gampong Pako, Kecamatan Keumala, Kabupaten Pidie dikabarkan meninggal dunia karena diduga dibunuh oleh kawanan gajah liar saat berada di kebun. Latar belakang konflik gajah liar dengan manusia bisa disebabkan beberapa faktor, diantaranya, faktor makanan hewan berbadan lebar dan berbelalai itu keluar karena habitatnya rusak.
Selain itu konflik satwa liar yang dilindungi dengan manusia juga bisa terjadi karena ada wilayah yang beririsan antara wilayah manusia dengan wilayah gajah liar atau satwa liar lainnya. Lanjut dia, sebagaimana diketahui bahwa gajah umumnya sangat menyukai tanaman berpelepah dan berserat seperti kepala, sawit sagu, pisang. “Dulu di lintasan dia tidak ada pisang, sekarang sudah ditanam pisang. Jadinya dia datang lagi dan datang lagi ke situ,” katanya.
Selain tingginya eskalasi konflik satwa liar dengan manusia, kerusakan alam juga dapat menyebabkan terjadinya bermacam bencana alam, semisal tanah longsor, dan banjir bandang. Dampak dari bencana alam juga berpengaruh pada sektor ekonomi, tingginya harga barang yang berujung pada terjadinya aksi krimaliatas.

Pj Bupati Pidie Ir Wahyudi Adisiswanto, M.Si dalam kesempatan itu menyampaikan untuk meminimalisir konflik gajah liar dengan manusia, pihaknya telah merencanakan membangun lokasi penampungan gajah liar di kawasan kawasan pegunungan Seumileuk, Kecamatan Tange. “Lokasi itu kami anggap aman bagi satwa liar dan juga manusia” kata Ir Wahyudi.
Dia mengatakan dalam rencana pembangunan sanctuary atau tempat penampungan satwa, dalam waktu dekat ini Pemkab Pidie akan melakukan pertemuan dengan beberapa pihak terkait seperti BKSDA, CRU, tokoh adat dan tokoh agama serta Muspika dan masyarakat di Tangse. Alasan dipilihnya Seumileuk sebagai tempat penampungan satwa liar itu karena di kawasan itu ada semacam savana atau ekosistem pada dataran tinggi tersebut terdapat pohon dan padang rumput-rumput serta terdapat beberapa satwa dilindungi lainya.
Terpisah, Anggota DPRK Pidie dari Fraksi Partai Aceh (PA), Muhammad Bengga, menyampaikan dukunganya terhadap rencana pembangunan tempat penampungan satwa liar dilindungi, seperti gajah di kawasan Seumileuk. Menurut dia, lokasi tersebut sangat cocok selain luas juga terdapat sumber makanan yang cukup bagi hewan-hewan liar seperti gajah dan harimau. Di lokasi tersebut kata dia selain banyak tanaman dan rumput juga terdapat beberapa macam jenis hewan, seperti kelinci, rusa dan harimau. (b06)