TAPAKTUAN (Waspada.id): Nama indah Kota Bahagia kini hanya tinggal ironi, sebab warga tinggal di sana tak lagi bahagia. Sudah berbulan-bulan masyarakat setempat terpaksa hidup dalam kepungan debu pekat yang mengepul dari jalan-jalan rusak, namun hingga kini pemerintah daerah Aceh Selatan di bawah kepemimpinan Bupati H. Mirwan seolah tutup mata.
“Setiap hari kami menghirup debu. Anak-anak batuk, orang tua sakit pernapasan. Apa pemerintah tidak melihat derita kami?” keluh Rahmat, warga setempat dengan nada geram, Sabtu (20/9).
Keluhan itu bukan tanpa alasan. Debu jalan bukan hanya mengganggu kesehatan, melainkan juga mengancam keselamatan. Pandangan pengendara kerap tertutup hingga harus berhenti mendadak, kondisi yang rawan memicu kecelakaan. Belum lagi usaha kecil warga yang terpaksa gulung tikar karena pelanggan enggan datang.
Rahmat melanjutkan, kondisi ini bukan sekadar keluhan kecil. Warga Kota Bahagia benar-benar hidup dalam derita yang setiap hari semakin menyesakkan. Banyak warga mengaku mengalami gangguan kesehatan mulai dari sesak napas hingga flu yang terus berulang, seolah debu sudah menjadi makanan harian.
“Tak hanya itu, debu tebal juga menembus hingga ke dalam rumah-rumah, membuat perabotan rumah tangga tak pernah bersih dan udara di dalam kamar tidur pun tercemar,” ucapnya.
Bagi para pengguna jalan, situasinya jauh lebih berbahaya. Pengendara motor sering kali harus berhenti mendadak karena jarak pandang tertutup debu. Risiko kecelakaan lalu lintas pun kian tinggi. Di sisi lain, roda perekonomian warga juga terpukul. Usaha kecil yang selama ini menjadi sandaran hidup banyak keluarga terpaksa tutup karena pembeli enggan datang ke lokasi yang dikepung debu.
“Kalau panas, debu menutupi mata. Kalau hujan, jalan jadi kubangan lumpur. Sudah berbulan-bulan begini, sampai kapan kami dibiarkan hidup penuh penderitaan seperti ini?,” keluh Rahmat.
Masyarakat menilai Pemkab Aceh Sslatan sangat lamban dan tidak tanggap merespon keluhan warga yang sudah berlangsung lama itu. Mereka bahkan menantang Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan MS, untuk turun langsung ke Kota Bahagia dan menyaksikan penderitaan rakyatnya.
“Kami tantang Bupati Mirwan jalan-jalan ke Kota Bahagia. Lihat sendiri bagaimana rakyat Anda hidup di bawah debu yang mencekik. Jangan hanya duduk manis di Tapaktuan sementara kami di sini tersiksa,” tegas Rahmat.
Dalam kondisi darurat seperti ini, warga Kota Bahagia tak lagi ingin sekadar mendengar janji manis dari pemerintah. Mereka menegaskan bahwa ada dua langkah mendesak yang harus segera dilakukan.
Pertama, pemerintah Aceh Selatan diminta melakukan penyiraman jalan secara rutin, terutama di jalur yang setiap hari dilalui mobil pengangkut material. Hal sederhana ini diyakini dapat mengurangi tebalnya debu yang beterbangan.
Kedua, masyarakat menuntut percepatan perbaikan jalan tanpa lagi alasan berbelit soal administrasi. Bagi mereka, keselamatan dan kesehatan warga jauh lebih penting daripada menunggu prosedur yang tak kunjung selesai.
“Kami tidak minta yang muluk-muluk. Cukup pemerintah bergerak cepat agar kami bisa bernapas lega dan hidup normal kembali,” tegasnya.
Menurutnya, persoalan ini sudah masuk kategori darurat, sehingga janji bukan lagi solusi tanpa tindakan nyata.
“Jika pemimpin daerah menutup mata, maka Kota Bahagia akan terus menjadi Kota Debu yang menyimpan derita di balik namanya yang ironis,” pungkasnya. (id85)