Scroll Untuk Membaca

Al-bayan

Menghargai Diri

Menghargai Diri
Kecil Besar
14px

Oleh Murni

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan Langit dan Bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka” (QS. Ali Imran: 191)

Menghargai diri dalam rangka menyayangi tubuh, jiwa dan raga sebagai makhluk ciptaan Allah. Betapa banyak manusia yang tak menghargai dirinya sendiri. Bukan karena terlalu sibuk mengurusi kepentingan umat, melainkan sibuk mengerjakan urusan yang tak bermanfaat atau bahkan sibuk dengan urusan merugikan orang lain demi kepentingan pribadi. Sebut saja urusan dengan dunia maya yang tak berkesudahan sehingga lupa dengan hak jiwa yang ingin ber-Tuhan. Sibuk mengumpulkan harta sehingga lupa menghargai hati yang menolak kezaliman. Sibuk mengurusi urusan orang lain sehingga lupa urusan sendiri yang tak kunjung tuntas.

Menghargai diri adalah memberikan perilaku terbaik terhadap diri sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Sang Pencipta. Bagaimana seseorang memberikan hak tidur dan beristirahat kepada tubuh tatakala ia sibuk begadang di tengah malam hingga pagi menjelang. Bermain game, menonton, memancing, berjudi, mencuri dan mengerjakan urusan yang tidak bermanfaat sehingga diri-pun dirugikan. Alih-alih hanya merugikan diri sendiri, tidak menghargai diri sendiri justru merugikan orang-orang disekitarnya.

Bagaimana tidak, seringkali kesehatan tubuh terganggu tatkala kebiasaan begadang malam dialami oleh seseorang. Misalnya, terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga terjadi kejang, darah tinggi, penyempitan pembuluh darah, sakit ginjal dan masih banyak lagi. Akibatnya, keluarga terdekat menjadi sibuk mengurusi diri yang tak mampu menghargai dirinya tersebut. Harus membawa ke rumah sakit yang tentunya memakan waktu, biaya, tenaga dan pikiran.

Hal ini juga merupakan barometer terhadap perbuatan diri tatkala keluar dari ketentuan syari’at yang telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Misalnya untuk aturan tidur, Rasulullah telah mengajarkan kapan waktunya. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya” (HR. Bukhari).

Artinya bahwa Rasulullah SAW telah mengajarkan waktu tidur untuk beristirahat adalah setelah shalat Isya, tidak ngobrol setelahnya ataupun begadang yang dapat merusak tatanan kebutuhan tubuh. Akibat rusaknya tatanan waktu tidur juga menyebabkan rasa kantuk di waktu-waktu yang lain. Misalnya saja, saat begadang malam menyebabkan seseorang mengantuk di pagi hari.

Akibatnya, menyita waktu pagi yang seharusnya digunakan untuk meraih keberkahan malah jadi digunakan untuk tidur. Padahal Rasulullah telah melarang tidur pagi (setelah Subuh) karena beliau mendoakan umatnya di waktu pagi. “Ya Allah berilah keberkahan bagi umatku di pagi harinya” (HR. Abu Daud). Atau juga seharusnya menggunakan waktu pagi untuk bekerja, meraih karunia Allah malah jadi menggunakannya untuk bermalas-malasan atau tidur. Yang lebih buruk lagi adalah melalaikan perintah Allah dalam melaksanakan shalat tatkala tidur yang berkepanjangan akibat begadang.

Tidak hanya merugikan diri sendiri, keluarga dan orang-orang di sekitarnya juga merasakan dampak buruk dari tidak menghargai diri sendiri. Terbengkalai urusan rumah tangga karena tak bisa bekerja. Alih-alih bekerja, untuk membuka mata pun tak bisa atau justru sakit yang menyita waktu, biaya, tenaga dan pikiran keluarganya. Uang yang seharusnya dapat ditabung malah habis untuk biaya pengobatan. Waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk beribadah, bekerja dan beramal sholeh menjadi terbuang sia-sia di tempat tidur akibat tak menghargai diri.

Sadarlah wahai diri yang hina, setiap detik masa usia selalu berkurang. Maka manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Sayangi diri, tubuh, jiwa dan raga untuk meraih ketaatan kepada Allah. Bagaimana seseorang dapat pergi ke tanah suci jika tak mampu menyiapkan bekal. Bagaimana seseorang dapat meraih keutuhan pahala shalat jika tubuh lemah. Kita berdoa kepada Allah mudah-mudahan Allah memberikan umur yang berkah kepada kita sehingga dapat menjalankan ketaatan kepada Allah. Mampu menghargai diri sehingga menjalankan ibadah kepada Allah dengan kesungguhan. Hingga kelak mendpat kasih sayang Allah di Surga bersama para Nabi, Shiddiqqin, Syuhada dan orang-orang shaleh. Aamiin.

(Guru Pesantren Darul Mursyid / PDM, Tapanuli Selatan).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE