Nabi Saw Teladan Terbaik

  • Bagikan
Nabi Saw Teladan Terbaik

Oleh : Dr. Tgk. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.

Sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai sosok idola dan teladan dalam kehidupannya sehari-hari. Allah swt berfirman, “Sesunggguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21). Allah swt juga berfirman, “Sesunggguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Al-Qalam: 4).

Begitu mulianya akhlak Nabi saw sehingga datang pujian langsung dari Allah ta’ala, agar kita meneladaninya. Pujian Allah swt terhadap kepribadian Nabi saw ini berarti perintah Allah  swt kepada umat Islam untuk menjadikannya sebagai idola dan figur teladan terbaik dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam persoalan akhlak, ibadah maupun muamalah.

Namun, selama ini sebahagian umat Islam telah meninggalkan panutan mereka ini. Mereka telah kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim dengan mengutamakan manusia lain daripada Nabi saw dan menjadikan orang-orang yang seharusnya tidak patut dijadikan panutan. Mereka lebih bangga menjadikan para selebritis, pemain bola, politikus, filusuf dan lainnya sebagai idola dan figur mereka daripada Nabi saw. Bahkan orang kafirpun sekalipun. Akibatnya, muncullah berbagai maksiat seperti kriminal, kerusakan moral, paham sesat, dan maksiat lainnya. Tentu saja kita mesti risau dengan kondisi umat Islam ini.

Kualitas iman seseorang sangat ditentukan dengan kecintaannya kepada Rasul saw. Orang yang memiliki iman yang sempurna selalu memposisikan cintanya kepada Rasul saw dengan posisi urutan pertama dibandingkan kepada manusia lain. Cintanya kepada Rasul saw melebihi cintanya kepada orang lain termasuk orang tuanya, istri/suaminya, anaknya, bahkan dirinya sendiri. Rasulullah saw, “Tidaklah sempurna iman salah seorang kalian sehinga aku lebih dicintai dari kedua orang tuanya, anaknya dan manusia semua” (HR. Al-Bukhari). Rasulullah saw  juga bersabda: “Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga aku lebih dicintai dari dirinya sendiri”. (HR. Ahmad). Bukti cinta kepada Nabi saw adalah menjadikannya sebagai sosok idola dan panutan dengan mengikuti sunnahnya, baik dalam ibadah, muamalah maupun akhlak.

Nabi Muhammad saw merupakan seorang sosok manusia yang memiliki kepribadian yang paling agung dan mulia. Akhlak beliau adalah Al-Quran, sebagaimana ditegaskan oleh Aisyah ra. ketika ia ditanya tentang akhlak Rasul saw, maka ia menjawab, “Akhlak beliau adalah Al-Quran.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i). Kepribadian Nabi saw yang agung ini merupakan amalan atau praktek ajaran Al-Quran yang wajib kita contoh.

Sepanjang hidupnya, Nabi saw adalah orang yang paling jujur. Apa yang dikatakannya adalah kebenaran. Beliau tidak pernah berdusta, baik saat sungguhan maupun bergurau. Beliau memerintahkan umatnya untuk berkata benar (jujur) dan mengecam perbuatan dusta dengan sabdanya, “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa kepada surga. Sesungguhnya orang yang suka berlaku jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan kejahatan itu akan membawa kepada neraka. Sesungguhnya orang suka berlaku dusta akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Nabi saw seorang yang amanah. Beliau menunaikan amanah dari Allah swt untuk disampaikan kepada ummat dengan sempurna tanpa mengurangi atau melebihkan sehuruf pun. Beliau menyampaikan semua pesan-pesan  (wahyu) Allah Swt berupa risalah atau Syariat Islam tanpa menyembunyikan sedikitpun. Beliau selalu bersikap amanah dan memerintahkan umatnya untuk amanah. Sebaliknya, beliau mengecam orang yang tidak amanah dengan sabdanya, “Tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara dia berdusta, apabila berjanji ia mengingkarinya dan apabila dipercayai ia berkhianat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Nabi saw seorang yang adil dalam bersikap dan memutuskan perkara. Maka, beliaupun diberi gelar “Al-Amin” oleh kaum Quraisy pada masa jahiliyyah karena keputusannya yang adil dalam menyelesaikan masalah mereka. Beliau selalu berlaku adil dan memerintahkan ummatnya untuk berlaku adil. Beliau mengancam orang yang berlaku tidak adil (zhalim) dengan sabdanya, “Jauhilah oleh kalian perbuatan zhalim, karena kezhaliman itu kegelapan pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad). Dalam riwayat Muslim, “Takutlah oleh kalian perbuatan zhalim.”

Nabi saw seorang yang rendah hati. Sifatnya yang rendah hati adalah sikap orang yang mengenal Tuhannya dengan rasa takut kepada-Nya, merasa malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, menghormati-Nya dengan penghormatan yang semestinya, merasa tenang dengan-Nya, serta mengenal hinanya kedudukan, harta dan pangkat. Beliau menjenguk orang sakit, mengasihi orang fakir dan miskin, menyantuni orang sengsara, dan menolong orang yang lemah. Beliau duduk dan tidur di atas tanah beralaskan tikar. Nabi tidak suka pujian dan melarang pujian terhadap dirinya. (HR. Al-Bukhari). Beliau melarang menyuruh orang lain berdiri dan berhenti menundukkan kepalanya untuk menghormati kedatangannya. Beliau membawa sendiri keperluan keluarganya, memperbaiki sendiri sandalnya, menjahit sendiri bajunya yang robek, memeras sendiri susu kambingnya, memotong dagingnya bersama istrinya, dan menyuguhkan makanan kepada tamunya.

Nabi saw seorang yang dermawan. Kedermawanan beliau lebih cepat dari pada angin yang bertiup (HR. Bukhari). Kedermawanannya bagaikan orang yang tidak pernah takut jatuh miskin dan tetap berinfaq meskipun hanya memiliki sedikit harta atau makanan. Beliau menghimpun ghanimah kemudian membagi-bagikannya saat itu juga tanpa mengambil untuk dirinya. Hidangannya selalu terbuka bagi setiap orang yang datang. Beliau menerima tamu, membelanjakan harta, dan memberi makan orang yang lapar, lebih memprioritaskan orang yang perlu dengan uluran tangannya, memberi kerabat dengan apa yang dimilikinya, dan menyantuni orang yang sedang kesusahan, Demikian itu karena beliau saw memberi tanpa mengharapkan imbalan selain dari Allah swt.

Nabi saw seorang da’i dan murabbi yang sempurna. Beliau bersikap lembut dalam memberikan dakwah dan tarbiyah (pendidikan). Beliau menyentuh kalbu manusia dengan cara yang paling lembut. Allah swt berfirman mengenai sifatnya, “Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu brsikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali Imran: 159). Beliau seorang da’i yang paling suskes yang menerapkan metode dakwah sebagaimana perintah Allah swt, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125).

Nabi saw merupakan orang yang paling agung dalam mempraktekkan Al-Quran. Beliau mendidik para sahabatnya melalui keteladanan yang hidup dan terperagakan melalui dirinya. Beliau menyeru mereka untuk bertakwa kepada Allah swt, maka beliaulah orang yang paling takwa di antara mereka. Beliau melarang mereka terhadap sesuatu, maka beliaulah orang yang paling menjauhinya. Beliau memerintahkan mereka untuk berakhlak mulia, maka ternyata beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Nabi saw menganjurkan kepada mereka untuk memperbanyak ibadah, zikir, istighfar dan taubat kepada Allah swt, maka ternyata beliau orang yang paling banyak ibadah, zikir, istighfar dan taubat, meskipun sudah dapat jaminan masuk Surga. Nabi saw menasehati mereka untuk bergaul dengan baik terhadap keluarga, maka ternyata beliau adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya dalam hal kasih sayang, kelembutan dan kemesraannya. Begitu pula dalam berbuat baik terhadap tetangga dan orang lain.

Nabi saw seorang pemimpin sejati. Kepemimpinan beliau patut dicontoh oleh para pemimpin saat ini. Beliau pemimpin yang cerdas, jujur, amanah dan adil, bukan pemimpin yang bodoh, dusta, korup, khianat dan zhalim. Beliau pemimpin yang berani menegakkan Syariat Islam di muka bumi ini, membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan, bukan pemimpin pengecut dan takut kehilangan jabatan karena menegakkan syariat Allah swt. Beliau pemimpin yang pemurah dan peduli rakyat, bukan pemimpin yang kikir dan hanya memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya. Beliau pemimpin yang wara’ dan bertakwa, bukan pemimpin yang fasiq dan munafiq. Beliau pemimpin yang tawadhu’, bukan pemimpin yang sombong dan angkuh. Beliau pemimpin yang murabbi  dan muallim, bukan pemimpin yang hanya pandai bicara dan perintah saja. Beliau pemimpin yang sederhana dan zuhud, bukan pemimpin yang hidup mewah dan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya.

Sebagai penutup, mari kita menjadikan Nabi saw sebagai panutan dan idola dalam kehidupan kita sehari-hari, agar kita hidup bahagia dan selamat di dunia dan di akhirat. Menjadikan Nabi saw sebagai panutan dan idola berarti mengikuti sunnah beliau, baik dalam ibadah, muamalah maupun akhlak. Semoga kita termasuk orang-orang yang mencintai Nabi saw sehingga  dimasukkan oleh Allah swt ke dalam Surga-Nya dan dikumpulkan bersama Nabi saw. Amin!

Penulis adalah Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic Universty Malaysia (IIUM), dan Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh.

  • Bagikan