Syarat Menuntut Ilmu

Oleh Een Juwita

  • Bagikan
<strong>Syarat Menuntut Ilmu</strong>

“Wahai saudaraku sesungguhnya kamu tidak akan pernah sekali-kali mendapatkan Ilmu kecuali dengan enam syarat berikut yakni; cerdas (sehat akal), rakus yaitu rakus dalam menyerap ilmu-ilmu, bersungguh-sungguh, cukupnya modal (harta, kemampuan, dan usaha yang keras), bersahabat dengan guru, dan waktu yang lama” [Imam Syafii]

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting di kehidupan manusia. Begitu banyak dalil yang menyebutkan kewajiban kita sebagai umat islam untuk menuntut ilmu. Istilah Menuntut sendiri memiliki arti mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh. Artinya kita tidak akan menerima ilmu jika hanya berdiam diri dan menunggu. Karena seperti namanya, ilmu adalah sesuatu yang harus dituntut bukan ditunggu.

Dalam proses menuntut ilmu, tentu ada adab yang harus dipatuhi oleh si penuntut ilmu. Seperti kata Imam Syafii bahwa seseorang tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 syarat. Yang pertama adalah cerdas. Sejatinya tidak ada manusia yang terlahir dalam keadaan cerdas. Seseorang perlu belajar atau menuntut ilmu sehingga dia bisa terlihat cerdas. Maksud cerdas disini adalah seorang penuntut ilmu harus memiliki akal yang sehat. Seseorang yang memiliki gangguan dalam akal sehatnya, akan merasakan sulit dalam menuntut ilmu atau bahkan tidak bisa menuntut ilmu. Oleh karena itu seorang penuntut ilmu harus sehat akal dan jasadnya.

Kedua adalah rakus. Kata rakus selalu ditafsirkan dengan sesuatu yang buruk. Rakus sendiri merupakan salah satu sifat buruk manusia jika, rakusnya itu dalam harta, jabatan, kekuasaan atau sesuatu yang buruk lainya. Rakus bisa bermakna positif jika rakusnya itu dalam menyerap ilmu. Tidak pernah puas dengan sedikit ilmu yang didapatkan. Terus berusaha agar mahir dalam bidangnya serta memiliki keinginan besar untuk menuntut ilmu.

Ketiga, bersungguh-sungguh. Bersungguh-sungguh juga bisa diartikan dengan giat dan ulet. Sepanjang usaha menuntut ilmu yang dilakukan seseorang, pasti ia menghadapi dan mengalami kesukaran. Dalam konteks ini seorang penuntut ilmu perlu bersungguh-sungguh dan tidak mudah putus asa. Usaha keras yang dialami seorang penuntut ilmu akan membuatnya menghargai setiap proses yang dilalui.

Keempat adalah modal. Berbicara tentang modal maka inti pembicaraanya adalah tentang harta. Maksud modal disini adalah ketika kita akan menuntut ilmu, tentu kita perlu kebutuhan lainya untuk mendukung proses tersebut. Misalnya kita harus rela dan menyisihkan uang kita untuk membeli buku dan pena. Kebutuhan tersebut merupakan salah satu bentuk modal dalam menuntut ilmu. Modal disini juga bukan serta merta tentang harta semata, tapi juga tentang kemampuan dan usaha keras.

Kelima, bersahabat dengan guru atau dengan kata lain berteman dengan seseorang yang ahli dalam bidangnya. Tidak semua hal bisa kita pahami sendiri. Ada beberapa hal yang perlu orang lain menafsirkan atau membantu kita untuk memahaminya. Oleh sebab itu kita butuh guru dalam proses menuntut ilmu. Pernyataan ini sebanding dengan hadist Rasulullah SAW dalam memilih sahabat. “Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang saleh dan orang jahat, bagaikan orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi memberi minyak kepadamu atau kamu membeli minyak darinya, atau paling tidak kamu mendapatkan aroma wangi darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin ia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mendapatkan aroma tidak sedap darinya.” Jika kita ingin menjadi orang yang berilmu, tentu kita harus memperbanyak bersahabat dengan orang yang berilmu.

Terakhir adalah waktu yang lama. Artinya seseorang penuntut ilmu memerlukan waktu dalam prosesnya. Orang berilmu tidak tercipta seketika dalam keadaan berilmu. Penuntut ilmu harus melaui proses berliku dalam pencapaianya. Jika kita kalkulasikan secara umum, orang yang tinggal di Indonesia butuh waktu kira-kira 17 tahun dalam proses pendidikanya. Bahkan hal tersebut tidak cukup jika dibandingkan dengan pepatah arab yang mengatakan, menuntut ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Ini menandakan bahwa menuntut ilmu adalah sebuah proses yang panjang dan lama.

Orang yang berilmu tentu berbeda dengan orang yang tak berilmu. Mereka akan melakukan sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan apa-apa yang memudhoratkanya. Seperti pepatah mengatakan ‘padi semakin berisi semakin merunduk’. Makna pepatah tersebut sejalan dengan orang yang berilmu. Bahwa seseorang semakin berilmu maka semakin bertawaduk pula sikapnya. Jika melihat sesuatu yang tidak perlu dibahasnya maka ia akan lebih memilih diam atau meninggalkanya. Pernyataan ini berbanding terbalik dengan orang yang tak berilmu.

Seperti pepatah mengatakan ‘tong kosong nyaring bunyinya’. Orang yang tak berilmu akan membahas sesuatu yang tidak bermanfaat, berkoar-koar tanpa tahu inti daripada apa yang disampaikanya. Orang yang berilmu memiliki derajat yang lebih tinggi di sisi Allah dan manusia. Mereka akan jauh lebih dihargai dibandingkan orang yang tak berilmu. Seperti firman Allah SWT yang artinya “Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan” [Al-Mujadalah : 11]

(Guru Pesantren Darul Mursyid/PDM, Tapanuli Selatan)

  • Bagikan