Memasuki Kota Xi’an, pada awal Agustus 2015 kemarin, Waspada beserta rombongan tim jurnalis dari Kota Medan disambut dengan cuaca yang panas hingga 39 derajat celcius. Karena memang negara dikenal tirai bambu tersebut memasuki Musim Panas dimulai pada Juni hingga Agustus.
Namun tidak menurunkan semangat rombongan yang merupakan kunjungan undangan dari Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Kota Medan, menjelajahi Kota Xi’an. Setelah makan siang di restaurant halal yang memang banyak tersedia di Kota Xi’an, rombongan dibawa ke Shaanxi History Museum atau Museum Sejarah Shaanxi.

Sebagai ibukota tertua di Tiongkok, Xi’an yang kini ibukota dari Provinsi Shaanxi, memiliki warisan kekayaan budaya Tiongkok. Jadi kalau ingin memahami sejarah Tiongkok secara mendalam, museum Sejarah Shaanxi ini wajib dikunjungi.

Didirikan pada tahun 1983, Museum Sejarah Shaanxi di Xi’an merupakan museum nasional modern berskala besar pertama di Tiongkok yang terletak di barat laut Pagoda Angsa Liar Besar.

Dengan satu aula tengah dan empat paviliun sudut yang dibangun dengan gaya arsitektur Tang, museum ini memiliki ruang pameran seluas 11.000 meter persegi dan lebih dari 1,7 juta artefak yang mencakup rentang waktu lebih dari satu juta tahun.

Diantaranya ada bejana perunggu dari Dinasti Shang dan Zhou, patung tembikar dari berbagai dinasti, peralatan emas dan perak dari Dinasti Han dan Tang, serta mural unik dari makam Dinasti Tang.

Didampingi Pemandu Wisata Kota Xi’an, May, menjelaskan tentang Museum Sejarah Shaanxi. Museum terdiri dari tiga ruang pameran utama, serta beberapa ruang pameran khusus dan ruang pameran sementara. Ketiga ruang pameran utama ini ada peninggalan dan artefak dari masa nenek moyang manusia purba hingga Dinasti Tang.

Untuk ruang pameran pertama, kata May, berfokus pada peradaban nenek moyang manusia purba dan peninggalan dari periode Zhou Barat dan Dinasti Qin. Ruang pameran kedua, berfokus pada kebangkitan dan kejatuhan Dinasti Han yang megah dan integrasi budaya antara masyarakat agraris dan nomaden.

Di ruang pameran ketiga, memperkenalkan kejayaan Dinasti Tang pada masa kejayaannya, dan sejarah Xian dan Shaanxi setelah keruntuhan Dinasti Tang.

Bersama May, rombongan jurnalis dibawa ke aula pameran pertama yakni peradaban kuno Shaanxi awal, sejak manusia purba sekitar 1,63 juta tahun yang lalu.

Ada peralatan batu kasar yang dipamerkan kehidupan awal mereka, hingga budaya muncul di Zaman Neolitikum; dan Situs Banpo adalah yang paling terkenal, yang merupakan komunitas klan matriarki.

Kemudian di aula pameran kedua, kata May, adalah warisan Dinasti Han Barat (202 SM – 8 M) yang mendirikan ibu kotanya di Chang’an – yang sekarang disebut Xi’an. Dengan dibukanya Jalur Sutra, Chang’an, titik awal Jalur Sutra, secara bertahap menjadi pusat peradaban Asia Timur dan kota metropolitan internasional yang terkenal pada masa itu.

“Oleh karena itu, untuk pertama kalinya, Tiongkok mulai mendunia sebagai negara yang kuat,” katanya.

Ada makam-makam Han dan berbagai peninggalan budaya Dinasti Han Barat, pembakar dupa tembaga berlapis perak berlapis emas, ulat sutra perunggu berlapis emas, stempel giok permaisuri, dan lainnya.

Untuk aula pemeran ketiga adalah Dinasti Tang yang membawa sejahtera. Dinasti Tang yang agung (618-907 M), kata May; adalah masa kejayaan di Shaanxi dan juga di Tiongkok. Pada masa Dinasti Sui (581-618 M) dan Dinasti Tang, ibu kota Chang’an (sekarang Xi’an) menjadi kota terbesar dan paling makmur di dunia.

“Berkat Jalur Sutra, Tiongkok menjalin pertukaran yang ekstensif dengan dunia internasional. Berbagai keramik glasir tiga warna, barang perak, dan emas peninggalan Dinasti Tang mereproduksi masa kejayaan tersebut,” jelas May.

Setelah Dinasti Tang, Shaanxi tidak lagi menjadi ibu kota Tiongkok. Namun, ada peninggalan berharga dari masing-masing dinasti yaitu porselen Yaozhou dan patung penjaga kehormatan porselen Famille-Rose dari Dinasti Ming (1368-1644 M). Selain itu ada 600 mural indah dari lebih dari 20 makam Tang, yang mencakup area seluas lebih dari 1.000 meter persegi (1.196 yard persegi). Dalam mural-mural tersebut, figur-figur, peralatan, lanskap, hewan, tumbuhan, dan lainnya yang tampak hidup dilukis dengan sederhana namun hidup.
yuni naibaho