(Desa Hamparan Perak, 2025) – Siapa bilang belajar itu harus kaku dan membosankan? Di sebuah desa sederhana, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) menghadirkan gebrakan baru lewat program Rumah Belajar Ceria. Posko KKN yang biasanya menjadi tempat berkumpul mahasiswa kini disulap menjadi ruang belajar kreatif. Belajar rutin ini digelar setiap Rabu dan Kamis malam, setelah Magrib hingga pukul 20.10. Anak-anak tetap antusias, bahkan ada yang betah sampai sulit diajak pulang.

Rumah Belajar Ceria lahir dari kegelisahan mahasiswa KKN yang melihat anak-anak desa masih minim akses terhadap ruang belajar nonformal yang interaktif. Kebanyakan anak sepulang sekolah hanya menghabiskan waktu bermain tanpa arah atau sibuk dengan gawai. Padahal, masa kanak-kanak adalah periode emas untuk menumbuhkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan keterampilan sosial. Dari keresahan itulah muncul ide menghadirkan rumah belajar yang bukan sekadar tempat mengulang pelajaran, melainkan wadah menumbuhkan semangat belajar, kemandirian, dan kreativitas dengan cara yang menyenangkan.
Konsep kegiatan ini sederhana tapi kuat: belajar sambil bermain. Mahasiswa KKN berperan bukan sebagai guru yang mendikte, melainkan sebagai fasilitator yang mendampingi anak mengeksplorasi pengalaman belajarnya sendiri. Aktivitas yang dijalankan sangat variatif: menggambar bebas, bernyanyi dengan bahasa inggris hingga menonton video edukasi. Semua itu dirancang agar anak-anak tidak merasa jenuh, sekaligus memberi ruang luas bagi mereka untuk berekspresi.

Setiap Rabu dan Kamis malam, suasana posko KKN berubah total. Dari yang biasanya sunyi hanya berisi mahasiswa, menjadi ramai penuh tawa dan keceriaan. Anak-anak datang berlarian dengan wajah cerah, banyak yang sudah duduk menunggu sejak usai Magrib. Meski waktunya malam hari, semangat mereka tidak surut. Lampu posko yang sederhana justru menciptakan suasana hangat, mirip ruang keluarga besar tempat semua anak desa berkumpul. Orang tua pun merasa tenang, karena malam anak-anak diisi dengan kegiatan positif yang bermanfaat.
Anak-anak merespons dengan sangat antusias. Mereka berebut ingin mencoba setiap aktivitas, bertanya dengan rasa ingin tahu besar, dan seringkali tidak mau pulang setelah kegiatan berakhir. “Saya senang sekali belajar di sini, bisa main sekaligus belajar hal baru kak,tinggal disini aja ya kak selamanya” ujar zilla (11), salah satu peserta. Ucapan polos itu menjadi bukti keberhasilan program di mata mahasiswa.
Orang tua juga memberikan apresiasi. Banyak yang merasa terbantu karena anak-anak mereka kini memiliki kegiatan bermakna di malam hari. “Alhamdulillah, anak-anak jadi ada wadah positif. Tidak cuma main HP atau keluyuran malam,” kata ujar orangtua salah satu murid . Dukungan penuh ini menjadikan Rumah Belajar Ceria bukan hanya milik mahasiswa KKN, tapi juga bagian dari masyarakat desa.
Manfaat yang hadir pun berlapis. Untuk anak-anak, kegiatan ini meningkatkan kreativitas, membangun keterampilan sosial, serta menumbuhkan rasa percaya diri. Bagi orang tua, program ini menjadi sarana refleksi tentang pentingnya mendampingi tumbuh kembang anak. Sedangkan bagi mahasiswa, Rumah Belajar Ceria adalah laboratorium sosial: mereka belajar memimpin, berinteraksi dengan masyarakat, serta mengasah kemampuan mengajar. Kepala Desa pun turut memberikan apresiasi. “Anak-anak terlihat bahagia, orang tua merasa terbantu, desa ikut merasakan manfaat. Ini inovasi yang layak dilanjutkan,” ujarnya.
Meski sukses, program ini tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan fasilitas menjadi kendala utama. Posko KKN yang difungsikan sebagai ruang belajar masih sederhana, dengan perlengkapan minim. Mahasiswa harus kreatif cara mengajar nya. Selain itu, perbedaan usia anak-anak juga cukup menantang. Peserta datang dari jenjang TK hingga SD, sehingga tingkat pemahamannya berbeda. Solusinya, mahasiswa membagi kelompok berdasarkan usia dan memberikan materi sesuai kebutuhan mereka.

Tantangan-tantangan itu justru memperkuat semangat mahasiswa untuk terus berinovasi. Mereka sadar bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, asal ada kreativitas dan kerja sama.
Harapan besar pun lahir dari keberlangsungan program ini. Mahasiswa berharap Rumah Belajar Ceria tidak berhenti hanya karena masa KKN berakhir. Mereka mendorong agar warga, khususnya kader desa dan karang taruna, bisa melanjutkan kegiatan ini secara mandiri. “Kami hanya memulai. Besar harapan kami agar masyarakat melanjutkan, karena manfaatnya sudah dirasakan bersama,” kata koordinator kegiatan. Bahkan, sejumlah orang tua sudah mengusulkan agar posko atau balai desa dijadikan Rumah Belajar permanen dengan jadwal rutin, sehingga anak-anak selalu memiliki ruang aman untuk belajar sambil bermain.
Lebih dari sekadar program KKN, Rumah Belajar Ceria adalah wujud kepedulian mahasiswa terhadap pendidikan anak-anak desa. Ia membuktikan bahwa pendidikan tidak selalu membutuhkan fasilitas mewah atau biaya besar. Dengan kreativitas, kerjasama , dan dukungan masyarakat, ruang belajar sederhana pun bisa berubah menjadi tempat yang menyenangkan dan penuh manfaat.
Apa yang ditanam mahasiswa bersama warga melalui Rumah Belajar Ceria adalah nilai kebersamaan, kepedulian, dan optimisme masa depan. Senyum anak-anak, dukungan orang tua, serta apresiasi desa menjadi bukti bahwa kolaborasi kecil mampu memberi dampak besar. Program ini membuktikan bahwa belajar bukan hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga menghadirkan kebahagiaan, membangun semangat, dan menyiapkan generasi muda desa yang lebih percaya diri menghadapi masa depan.
Ahmad Abiyyu Muda Kubis
Universitas Negeri Medan