Scroll Untuk Membaca

Editorial

Anggaran Sumut “Dicengkeraman” Geng Solo

Anggaran Sumut “Dicengkeraman” Geng Solo
Kecil Besar
14px

Ironisnya, di tengah ambruknya skor integritas, respons KPK dan eksekutif justru tampak setengah hati.

Pintu-pintu anggaran yang seharusnya terbuka untuk publik kini menyerupai gerbang klub eksklusif: hanya mereka yang memegang kunci politik yang bisa melangkah masuk. Skor integritas Sumatera Utara yang merosot tajam—dari 66,37 pada 2023 menjadi 58,55 pada 2024—bukan cuma perkara statistik kering. Ia adalah tanda demam pada tubuh birokrasi daerah yang tengah sakit parah.

Data KPK jelas bicara. Nilai Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) Pemprov Sumut turun ke angka 83, atau berkurang tujuh poin. Lebih parah lagi, indikator perencanaan anjlok 35 poin. Ini menempatkan tata kelola anggaran, pengadaan barang/jasa, dan perencanaan publik di zona merah. Saat perencanaan melemah, celah korupsi melebar. Saat pengawasan tumpul, proyek miliaran rupiah menjadi ladang oportunisme penguasa dan pengusaha keluarga.

Kenyataan itu bertaut erat dengan narasi politik yang sulit ditepis. OTT yang menjerat mantan Kepala Dinas PUPR, Topan Ginting, hanyalah puncak gunung es. Akar masalah menjalar jauh ke bawah: patronase, nepotisme, pejabat titipan, hingga birokrasi yang direkayasa demi kepentingan politik. Pengamat anggaran, Elfenda Ananda, menyebut situasi ini sudah bersifat struktural dan sistemik—bukan lagi ulah oknum, melainkan kerusakan kelembagaan yang masif.

Elfenda menyebut, pada 2024 Sumut dipimpin Pj Gubernur Agus Fatoni yang ditunjuk Presiden Jokowi. Penunjukan itu, menurut dia, bukan sekadar urusan administratif, melainkan sarat dugaan aroma KKN demi mengamankan jalur politik menantu presiden, Bobby Nasution—saat itu masih Wali Kota Medan—untuk dipersiapkan menjadi Gubernur Sumut.

Ironisnya, di tengah ambruknya skor integritas, respons KPK dan eksekutif justru tampak setengah hati. KPK mengingatkan perlunya perbaikan sistem, tapi perbaikan apa artinya jika jabatan strategis tetap ditentukan loyalitas politik, bukan meritokrasi. Di Sumut, pejabat sementara kerap ditempatkan, lalu dipromosikan sesuai selera politik. Polanya bukan rumor, melainkan kalkulasi yang bisa dipetakan dengan gamblang. “Geng Solo” seolah memastikan panggung politik tak pernah sepi: menantu harus jadi gubernur. Tak boleh kalah.

Dampaknya nyata. Kepercayaan publik ambruk. Proyek infrastruktur berpotensi memperlebar anggaran fiktif. Layanan publik terpuruk. APBD, yang seharusnya instrumen pembangunan, justru jadi alat segelintir elit politik-ekonomi untuk mengamankan loyalitas dan rente. Rakyat menanggung kerugian: jalan yang mangkrak seperti Hutaimbaru–Sipiongot, sekolah yang lapuk, layanan kesehatan yang tak kunjung membaik. Alih-alih solusi, mereka mendapat janji-janji manis: makan gratis yang berisiko “luka” lambung, atau kartu tanda penduduk yang dijual sebagai tiket ilusi kesehatan.

Solusi tentu bukan mantra magis. Yang dibutuhkan adalah keberanian politik, transparansi mutlak, dan pengawasan independen. KPK—jika memang “gentar” mengulik keluarga bekas presiden—setidaknya bisa berperan sebagai motor pencegahan. Tapi itu pun tak akan cukup tanpa eksekutif yang bersih dan legislatif yang tak membeli legitimasi. Karena itu, publik mesti didorong menjadi pengawas aktif. Sebab diamnya warga hanya membuat lubang integritas makin lebar, dan kebobrokan akan terus berulang.

Akhirnya, kunci persoalan kembali pada moral pemimpin daerah ini. Apakah birokrasi dimiliki rakyat, atau telah disandera geng kepentingan? Jika jawabannya milik rakyat, saatnya menuntut perubahan nyata—bukan hanya angka di atas kertas. Jika tidak, APBD Sumut akan terus “dicengkeram” geng loba yang berpesta pora di atas penderitaan, sementara hak-hak dasar rakyat dikubur di lembah perkongsian “satu kaum” yang—benar-benar—haus  kekuasaan.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE