Scroll Untuk Membaca

Editorial

Mutasi Bukan Alat Sulap Pejabat

Mutasi Bukan Alat Sulap Pejabat
Kecil Besar
14px

Jika benar uang negara miliaran rupiah dibelanjakan fiktif, maka jawabannya bukan pindah kota, melainkan pindah status; dari pejabat menjadi tersangka.

Di negeri yang katanya menjunjung transparansi dan akuntabilitas, kita kerap dibuat tersenyum getir melihat akrobat birokrasi. Salah satunya—kasus dugaan penyimpangan anggaran oleh mantan Camat Batangkuis, Romi Surya Dharma. Dugaannya tidak main-main: belanja barang dan jasa senilai miliaran rupiah, disebut-sebut, tak bisa dipertanggungjawabkan. Ironisnya, belum sempat tuntas diperiksa, sang pejabat sudah lebih dulu “mengamankan diri” lewat mutasi ke Kota Binjai.

Di sebuah negara yang administrasinya tertib, mutasi adalah alat rotasi kinerja. Namun di tangan yang salah, ia bisa menjadi jubah tak terlihat bagi siapa saja yang ingin meninggalkan jejak tanpa harus bertanggung jawab. Dan inilah yang tampaknya sedang dipertontonkan kepada publik.

Lebih menggelitik, Kepala Inspektorat Deli Serdang, Edwin Nasution, justru menyatakan tidak punya wewenang lagi untuk memeriksa karena Romi telah pindah ke Binjai. Padahal sang mantan camat dalam keterangannya mengaku, pemeriksaan oleh Inspektorat Deliserdang masih berlangsung. Satu pihak bicara kehilangan kewenangan, pihak lain bicara sedang diperiksa. Mana yang benar, atau jangan-jangan semua sedang memainkan peran dalam sandiwara birokrasi?

Kita harus tegas mengatakan bahwa mutasi jabatan bukanlah mekanisme untuk menghindari audit. Jika benar uang negara sebesar lebih dari Rp3 miliar dibelanjakan secara fiktif, maka jawabannya bukan pindah kota, melainkan pindah status—dari pejabat menjadi tersangka, jika terbukti bersalah.

Dalam konteks ini, logika hukum dan tata kelola pemerintahan yang sehat seharusnya tidak berhenti di batas wilayah administratif. Jika tidak bisa diperiksa oleh Inspektorat Kabupaten, maka BPKP atau lembaga independen harus turun tangan. Jangan sampai kita hidup di republik di mana hukum hanya berlaku di wilayah tertentu dan gugur saat seseorang menyeberang batas kota.

Perlu dibuat regulasi bahwa pejabat publik yang sedang dalam proses audit atau verifikasi anggaran tidak dapat dimutasi sampai seluruh kewajibannya selesai. Sistem ini akan menutup jalan keluar instan dari tanggung jawab.

Pemeriksaan harus mengacu pada individu, bukan lokasi tugas. Apakah Romi bekerja di Deliserdang atau Binjai, bukanlah alasan untuk menghentikan pemeriksaan yang menyangkut periode sebelumnya.

Setiap penggunaan dana publik semestinya tercatat digital, mudah diawasi, dan sulit dimanipulasi. Transparansi real-time akan meminimalkan potensi permainan belakang layar.

Pemerintah daerah wajib membuka progres penanganan kasus kepada publik secara berkala. Sebab, hukum yang tidak transparan hanya akan melahirkan spekulasi dan krisis kepercayaan.

Sudah terlalu sering kita melihat kasus-kasus seperti ini dipelintir menjadi drama tanpa akhir. Pejabat pindah, kasus lenyap, dan publik kembali dihibur dengan janji “proses sedang berjalan”.

Kini saatnya penegak hukum, lembaga pengawas, dan pemerintah menunjukkan bahwa mutasi bukanlah pelampung bagi mereka yang mencoba menyelam dalam lumpur korupsi. Jangan sampai hukum terlihat tumpul ke atas hanya karena seseorang mengganti kop surat dan lokasi kerja.

Rakyat sudah cukup cerdas untuk tahu mana yang bersih, mana yang sedang “bersembunyi”.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE