Scroll Untuk Membaca

Editorial

“Nyanyian” Topan Untuk Bobby

“Nyanyian” Topan Untuk Bobby
Kecil Besar
14px

Melihat KPK “santai”, majelis hakim sampai meminta jaksa untuk menghadirkan Bobby ke ruang sidang sebagai saksi.

Ada suara yang tiba-tiba pecah di ruang sidang Pengadilan Tipikor Medan—bukan nyanyian pujian, melainkan pengakuan yang merobek rapi topeng perencanaan. Ketika mantan Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Ginting dan Kepala UPTD Rasuli Efendi Siregar—meski awalnya berkelit—akhirnya mengaku proyek jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot dikerjakan tanpa perencanaan teknis. Ini bukan hanya celoteh seorang saksi: ini adalah sinyal darurat pada tata kelola dana publik di Sumut. Bisa jadi, karena Gubernurnya “ugal-ugalan” dalam menata anggaran.

Pengakuan singkat—“tidak ada perencanaan pembangunan”—menggugat akal sehat administrasi pembangunan. Proyek infrastruktur bukan sandiwara keliling; selembar gambar teknis dan dokumen perencanaan adalah batas minimal agar uang negara tak digerogoti tikus berdasi. Namun fakta pengadilan menunjukkan proyek yang menelan ratusan miliar rupiah muncul melalui mekanisme pergeseran anggaran ala “abrakadabra”, bukan dari APBD murni yang jelas jejak dan pembenarnya. Majelis hakim bahkan meminta KPK membuka surat perintah penyidikan baru terkait pergeseran itu.

Berapa besar skala pemborosan yang sedang diperiksa? Jaksa menyebut nilai proyek yang menjadi fokus sidang ini berada di kisaran ratusan miliar—laporan menyebut total sekitar Rp165 miliar untuk paket yang dipertanyakan—sementara dakwaan awal menyebut komitmen fee dan aliran uang sekitar Rp4,05 miliar terkait suap lelang. Angka-angka ini bukan statistik biasa; ini bukti bahwa permainan anggaran di ranah publik bisa mahal, terorganisir dan sistematis.

Yang membuat nyanyian Topan lebih melengking: pergeseran anggaran yang memunculkan proyek tanpa dokumen teknis menggiring satu nama ke permukaan politik lokal—Gubernur Bobby Nasution selaku kepala daerah. Majelis hakim—pada persidangan sebelumnya— sampai meminta jaksa menghadirkan Bobby sebagai saksi, menandai bahwa dugaan keterlibatan pejabat tinggi tidak lagi bisa disingkirkan ke pinggir meja dan kursi empuk gubernur. Ketika otoritas eksekutif berpotensi “memindahkan” sumber daya lewat regulasi dan pergeseran, risiko penyalahgunaan meningkat tajam.

Dampaknya multifaset; bersegi banyak. Pertama, legitimasi kebijakan publik runtuh: ketika proyek dikerjakan tanpa perencanaan, kualitas dan keselamatan infrastruktur terancam. Kedua, politik anggaran terdistorsi: pergeseran dana untuk proyek opportunistik mengikis ruang fiskal bagi kebutuhan riil masyarakat. Ketiga, kepercayaan publik pada penegakan hukum tergerus bila praktik semacam ini berhenti hanya pada aktor rentan dan tak menyentuh struktur yang memungkinkan manipulasi anggaran.

Teriakan keras bukan hanya kepada pelaksana lapangan, melainkan pada sistem yang memberi celah: prosedur pergeseran anggaran yang longgar, pengawasan internal yang lemah, dan kultur patronase yang menguatkan jaringan faksi “geng Solo” di Sumut. KPK—sebagai institusi yang sejak awal lahir untuk mengorek dan mengikat—dihadapkan pada ujian: apakah cukup menjerat kaki-kaki kecil, atau berani menelusuri cabang sampai pangkalnya? Hakim Tipikor pun telah menyuarakan keraguan itu lewat seruan membuka penyidikan baru.

Akhirnya, nyanyian Topan Ginting dari kursi pesakitan adalah panggilan peringatan bahwa korupsi bukan melulu urusan uang yang raib, melainkan operasi politik anggaran yang menjarah terang-terangan masa depan publik. Jika akar masalah tidak dicabut, kita tak lebih dari penonton yang terhibur oleh drama penegakan hukum di panggung permukaan. Sementara aktor-aktor intelektualnya—perancang anggaran “abrakadabra”—tetap melenggang, terus menggenggam kuasa sambil melantunkan syair manis repertoar lama: “Panggung Sandiwara.”

Bedanya, kali ini penontonnya rakyat, tiketnya dibayar pajak, dan panggungnya adalah negara. Dan KPK? Dari kursi belakang, ia hanya bertepuk tangan—entah karena terhibur, entah karena memang sudah menjadi bagian dari pementasan. Hallo KPK, apa kabar Bobby dan sepupu kandungnya, Dedy Iskandar Rangkuti?

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE