Editorial

Persinggungan Bobby Di Kasus Topan

Persinggungan Bobby Di Kasus Topan
Kecil Besar
14px

Hakim Khamozaro bertanya: bila mekanisme pergeseran tak dijalankan semestinya, siapa bertanggung jawab? Muhammad Haldun menjawab lugas: gubernur [Bobby].

Sidang korupsi proyek jalan di Pengadilan Tipikor Medan kian menajamkan sorotan ke arah Gubernur Sumut, Bobby Nasution. Terdakwa utama, mantan Kadis PUPR Topan Obaja Putra Ginting, dikenal sebagai orang dekatnya. Suap dari enam paket proyek jalan senilai Rp231,8 miliar telah menyeret pejabat dan kontraktor ke kursi pesakitan, namun nama Bobby justru semakin sering muncul dalam persidangan. Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, bahkan secara terbuka memerintahkan jaksa menghadirkan Bobby sebagai saksi—instruksi yang sampai hari ini masih diabaikan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dalam surat dakwaan KPK terhadap Akhirun Piliang alias Kirun dan Muhammad Rayhan Dulasmi bernomor 46/TUT.01.04/24/09/2025 disebutkan, setelah dilantik sebagai Kadis PUPR oleh Bobby, Topan sekaligus ditetapkan sebagai Pengguna Anggaran melalui Keputusan Gubernur Sumut 188.44/207/Kpts/2025 tanggal 5 Maret 2025. Belum sempat “hangat” kursinya, ia langsung mengajukan pergeseran anggaran kepada gubernur.

Pada 12 Maret 2025, Topan mengusul pergeseran APBD 2025 melalui TAPD agar dua proyek tersebut masuk: ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu (Rp96 miliar) dan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara (Rp69,8 miliar). Setelah itu dilakukan peninjauan lapangan dan serangkaian pertemuan dengan pejabat PUPR dan pihak rekanan untuk membahas detail proyek.

Rangkaian ini berpuncak pada 22 April 2025, ketika Bobby meninjau langsung ruas jalan yang kelak jadi objek tender bersama Topan dan rombongan. Di persidangan, saksi Andi Junaidi Lubis mengaku diminta menunjukkan titik kerusakan dan memandu iring-iringan mobil off road atas instruksi Rasuli. Warga Desa Sipiongot menyambut dengan spanduk dan karton dukungan kepada Bobby, meminta jalan segera diperbaiki.

Di ruang sidang, Hakim Khamozaro menguji kesaksian Andi. “Kedatangan gubernur dan rombongan itu untuk off road atau survei jalan yang akan ditender?” tanyanya. Ia menegaskan Andi diperintah Kepala UPT PUPR menunjukkan jalan rusak. “Itu bukan off road, melainkan survei jalan yang akan ditender. Saudara saksi jangan bohong,” tegas Khamozaro Waruwu.

Sekretaris Dinas PUPR Sumut, Muhammad Haldun, memberi keterangan penting. Ia menjelaskan, peningkatan struktur ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru sama sekali tidak masuk APBD murni 2025 dan hanya bisa dibiayai lewat pergeseran anggaran antar dinas melalui Peraturan Gubernur. Menanggapi itu, Hakim Khamozaro bertanya: bila mekanisme pergeseran tak dijalankan semestinya, siapa bertanggung jawab? Muhammad Haldun menjawab lugas: gubernur.

Edison Pardamean Togatorop, Kepala Seksi Perencanaan Bina Marga PUPR Sumut, menambahkan, ia tak pernah dilibatkan dalam perencanaan dua ruas jalan itu, termasuk penunjukan konsultan. Seluruh proses, dari perencanaan hingga penyusunan anggaran, dikendalikan langsung oleh Topan sebagai Kepala Dinas PUPR.

Edison mengungkapkan bahwa dokumen perencanaan proyek justru baru dibuat pada 28 Juli 2025, sekitar sebulan setelah pemenang tender ditetapkan. Dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh konsultan CV Balakosa Konsultan, sementara dokumen dari CV Wira Jaya Konsultan bahkan tidak mencantumkan tanggal dan bulan penyusunan perencanaan.

Rangkaian fakta ini menunjukkan keputusan anggaran dan praktik teknis di lapangan berjalan seirama, sementara akuntabilitas di pucuk pimpinan justru kabur.

Situasi itu memantik kritik publik dan tekanan lembaga pemantau. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK memeriksa Bobby dan menilai lembaga itu “terkesan takut” menyentuh menantu presiden karena jaringan kekuasaan di belakangnya. KPK menjawab dengan bahasa prosedural: Wakil Ketua Johanis Tanak menyebut Bobby hanya akan dipanggil sesuai jadwal hakim, sementara Deputi Penindakan Asep Guntur menyatakan pemanggilan baru dipertimbangkan setelah sidang pemberi suap selesai. Alih-alih menjernihkan, pernyataan ini kian menguatkan pertanyaan: mengapa KPK menunggu, padahal pemanggilan saksi kunci sudah diperintahkan secara terbuka?

Mengurai korupsi jalan Sumut berarti menembus jaring kekuasaan: Bobby bukan cuma seorang gubernur, ia menantu Presiden RI ke-7. Dalam konstruksi politik keluarga seperti itu, proses hukum seolah berjalan dengan rem tangan. Suap miliaran rupiah untuk proyek strategis sulit dibayangkan tanpa pengetahuan pucuk pimpinan, namun KPK sejauh ini baru menyentuh lingkar luar: kepala dinas, pejabat teknis, dan kontraktor.

Di titik ini, ujian sesungguhnya berada di meja KPK. Mandat lembaga ini memeriksa siapa pun, bukan mengamankan keluarga kekuasaan. Jika Bobby tidak terlibat, ia patut diberi ruang menjelaskan di persidangan; jika ada indikasi kuat keterlibatan, KPK wajib menggali hingga ke akar persoalan. Menunda pemanggilan hanya menggoyahkan kepercayaan publik dan mengabadikan kesan impunitas.

Hukum tak boleh berjalan pincang. Kasus ini menjadi gambaran apakah KPK masih tegak di hadapan kekuasaan, atau berlindung di balik alasan prosedur dan kepengecutannya. Menuntaskan perkara sampai ke ujung piramida kekuasaan adalah cara membuktikan keadilan benar-benar berlaku tanpa kecuali, termasuk Bobby yang tingkat persinggungannya begitu nyata di kasus Topan.

Kasus ini menjadi gambaran apakah KPK masih tegak di hadapan kekuasaan, atau berlindung di balik alasan prosedur dan kepengecutannya. Menuntaskan perkara sampai ke ujung piramida kekuasaan adalah cara membuktikan keadilan benar-benar berlaku tanpa kecuali, termasuk Bobby yang tingkat persinggungannya begitu nyata di kasus Topan.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE