Scroll Untuk Membaca

Editorial

PGE, Lembaga Politik Berjubah Bisnis

PGE, Lembaga Politik Berjubah Bisnis
Kecil Besar
14px

PERESMIAN Bandara Point A dan pesawat operasional milik PT Pema Global Energi (PGE) oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, Kamis, 26 Juni 2025, seharusnya menjadi momentum kebangkitan industri migas di Aceh. Infrastruktur itu strategis, dibutuhkan, dan punya daya ungkit ekonomi yang nyata bagi Aceh Utara dan sekitarnya.

Tapi di balik kemewahan seremoni dan tepung tawar itu, tersembunyi paradoks yang menyayat: PGE, entitas yang seyogianya beroperasi secara profesional dan independen sebagai badan usaha milik daerah, justru telah menjelma menjadi ladang politik musiman. Berganti gubernur, berganti direksi. Berganti kepentingan, berganti arah haluan.

Sejak alih kelola Wilayah Kerja B (WK-B) dari Pertamina Hulu Energi ke PGE pada 2021, perusahaan ini telah memegang aset energi strategis negara. Dengan kontrak bagi hasil jangka panjang hingga 2041, seharusnya PGE menjadi simbol kedaulatan energi Aceh. Apalagi, PGE juga sudah berbagi Participating Interest (PI) 10% ke BUMD milik Pemkab Aceh Utara dan menandatangani kontrak pasokan gas ke PT Pupuk Iskandar Muda. Ini bukan capaian sepele.

Namun, catatan emas itu ternoda oleh permainan kursi direksi yang terus diobok-obok oleh dinamika politik lokal. Sejak era Gubernur Nova Iriansyah, kemudian Pj. Ahmad Marzuki, Bustami Hamzah, hingga kini Muzakir Manaf, nyaris tak ada kesinambungan kepemimpinan di tubuh PGE. Bahkan jajaran profesional sekalipun tak pernah merasa aman dalam bekerja. Mereka seperti menempati kursi panas yang bisa ditarik kapan saja, tergantung arah bandul kekuasaan.

Lebih tragis, penunjukan pimpinan acap kali bukan berdasarkan meritokrasi, tapi loyalitas politik. Mantan caleg gagal, bekas anggota dewan tak dipilih rakyat lagi, relawan kampanye, hingga kroni nonkompeten menjamur di tubuh manajemen. PGE bukan lagi pusat kendali energi, tapi posko distribusi balas jasa politik. Yang dipertaruhkan bukan cuma jabatan, tapi masa depan energi Aceh.

Bagaimana mungkin investor bisa percaya pada perusahaan daerah yang tak punya kesinambungan tata kelola? Bagaimana bisa perencanaan investasi jangka panjang dijalankan di tengah ketidakpastian hukum dan instabilitas struktural? Inilah yang membuat banyak mitra strategis enggan menjalin kolaborasi dengan PGE. Mereka melihat bahwa meski visinya melambung ke pintu langit, cara kelola PGE masih berpijak di lumpur.

Bandara dan pesawat hanyalah alat—bukan esensi. Infrastruktur penting, tapi tata kelola jauh lebih fundamental. Sebuah bandara tak akan berarti jika perusahaan pengelolanya dikuasai oleh kepentingan jangka pendek dan keputusan politik sesaat. Apa gunanya konektivitas udara jika manajemen energi justru kehilangan arah?

Jika Aceh serius ingin menjadi pemain utama dalam sektor migas dan energi terbarukan, maka hal pertama yang harus dibenahi adalah: bebaskan BUMD dari jeratan politik. Kembalikan PGE ke marwahnya sebagai korporasi bisnis yang dikelola dengan tata kelola baik (good governance), berbasis kompetensi, dan berorientasi pada keberlanjutan. Politik cukup mengatur regulasi dan arah kebijakan. Jangan intervensi dapur operasional.

Aceh tidak kekurangan SDM profesional. Tapi profesional mana yang mau masuk ke rumah yang fondasinya digoyang setiap berganti gubernur? Ini bukan hanya masalah rotasi jabatan. Ini soal ketidakdewasaan dalam memisahkan urusan negara dan perusahaan.

Bandara Point A akan mempercepat arus barang, tapi tanpa tata kelola yang sehat, arus modal akan stagnan. Pesawat bisa menembus awan, tapi visi bisnis tak akan pernah lepas landas jika sayapnya terus dipotong oleh kepentingan politik sempit.

PGE harus memilih: terus menjadi lembaga politik berjubah bisnis, atau bertransformasi menjadi perusahaan energi yang profesional dan dipercaya. Pilihan itu akan menentukan nasib energi Aceh untuk dua dekade ke depan. Jika kali ini alpa, bersiaplah tenggelam dan membusuk ke dalam lumpur politik yang bikin mual perut rakyat itu!

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE