Scroll Untuk Membaca

Editorial

Topan, Sepupu, Dan Rektor: Gurita Blok Medan

Topan, Sepupu, Dan Rektor: Gurita Blok Medan
Kecil Besar
14px

Politik dan proyek di Sumut seakan berjalan dalam satu rel. “Proyek untuk politik, politik untuk proyek.”

Ada satu pertanyaan yang menguras perdebatan publik di Sumatera Utara: apakah Gubernur Bobby Nasution benar-benar tak tahu menahu soal skema proyek dan dugaan korupsi yang kini menyeret lingkaran dekatnya? Pertanyaan ini menemukan relevansinya ketika Skema Blok Medan beredar luas, memperlihatkan rantai kuasa yang menyambungkan politik, birokrasi, kontraktor, hingga keluarga.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Di dalam skema itu, nama Topan Obaja Putra Ginting berdiri sebagai simpul penting. Mantan Kadis PUPR Sumut ini bukan sekadar pejabat teknis. Ia disebut-sebut sebagai tangan kanan Bobby dalam mengatur proyek infrastruktur, termasuk proyek jalan yang kini disorot KPK. Jejak Topan begitu terang benderang menuju pusat kekuasaan: Bobby sendiri.

Lalu ada Muryanto Amin, Rektor USU, yang belakangan ikut diperiksa KPK bersama 12 orang lainnya. Posisi Muryanto dalam skema Blok Medan digambarkan sebagai orang yang mendapat perintah langsung dari “kepala sekolah”—julukan untuk Bobby di skema Blok Medan. Muryanto simbol legitimasi akademis, intelektual, dan strategi bagi jaringan. Nama ini menambah bobot: bahwa dugaan korupsi bukan cuma urusan teknis proyek, melainkan gurita yang merangkul kampus, birokrasi, dan politik.

Namun sorotan publik tak berhenti di sana. Nama Deddy Iskandar Rangkuti (DIR), pengusaha sekaligus sepupu Bobby, juga ikut diperiksa. Dari kesaksian kontraktor, DIR disebut-sebut sebagai “pengatur proyek” sejak Bobby masih Wali Kota Medan hingga kini menjabat Gubernur. Tak ada yang bisa masuk ke proyek tanpa restu dirinya. Bahkan disebut ada praktik pematokan fee 15 persen untuk setiap proyek—mekanisme yang menutup pintu kompetisi sehat dan membuka jalan rente bagi segelintir orang dekat kekuasaan.

Di titik inilah, Skema Blok Medan seolah bukan rumor belaka. Rantai perintah → ASN loyalis → pemborong → kas → politik, persis seperti bagan yang beredar, kini menemukan bukti nyata lewat pemeriksaan KPK. Apalagi dengan keterlibatan nama-nama keluarga inti dan kerabat dekat Bobby, tudingan bahwa Sumatera Utara dikuasai oleh kelompok eksklusif makin sulit ditepis.

Bagi publik, persoalannya bukan melulu soal siapa yang ditangkap atau siapa yang diperiksa. Lebih jauh, ini soal integritas seorang gubernur yang juga menantu Presiden Jokowi. Jika benar “kasus Topan Ginting” hanyalah pintu masuk, maka jalur berikutnya bisa saja menuntun langsung pada pusat kuasa: Bobby sendiri.

Kita tidak bisa menutup mata, bahwa di Sumut, politik dan proyek seakan berjalan dalam satu rel. “Proyek untuk politik, politik untuk proyek”—begitulah roda yang terus berputar. Dengan DIR sebagai sepupu pengatur proyek, Muryanto sebagai legitimasi kelompok “terpelajar”, Topan sebagai jenderal lapangan, dan Bobby di pucuk pimpinan, gambaran Blok Medan menjadi semakin utuh.

KPK kini berada di persimpangan jalan. Apakah berani menembus lapisan terluar, atau berhenti di pinggir lingkaran? Publik menunggu bukan hanya kasus, melainkan jawaban atas marwah pemerintahan di Sumatera Utara.

Dan jika benar alur ini terbongkar, sejarah akan mencatat: Blok Medan bukan lagi hanya skema, bukan lagi desas desus di warung kopi, melainkan realitas gelap kekuasaan yang akhirnya terkuak ke permukaan—yang aktor utamanya mengarah ke Bobby Nasution, Sang Kepala Sekolah.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE