JAKARTA (Waspada.id): Data Badan Komunikasi Pemerintah Republik Indonesia menyebutkan, sebanyak 45 persen penerima bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako dinyatakan tidak tepat sasaran. Nilai penyaluran yang keliru itu setara dengan Rp14–Rp17 triliun.
Data tersebut disampaikan Badan Komunikasi Pemerintah Republik Indonesia melalui akun resmi Instagram @pco.ri, mengacu pada hasil pemutakhiran Data Tunggul Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Dalam pengecekan lapangan, ditemukan keluarga penerima manfaat (KPM) yang tidak layak menerima bansos sebanyak 616.367 KPM PKH dan 1.286.066 KPM Sembako.
“Masih banyaknya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran menjadi alasan utama pemerintah untuk segera membenahi sistem yang ada,” tulis akun Instagram Badan Komunikasi Pemerintah @pco.ri dalam unggahannya, dikutip Senin (22/9/2025).
Salah satu langkah yang dilakukan yaitu melalui Program Pilot Digitalisasi Perlindungan Sosial (Perlinsos) di Kabupaten Banyuwangi. Program ini didukung oleh pemutakhiran Identitas Kependudukan Digital (IKD) untuk memperkuat verifikasi data penerima.
Dengan sistem digital, keluarga penerima manfaat yang berhak bisa terverifikasi secara jelas. Selain itu, proses penyaluran bansos dapat dipantau secara transparan, aman, dan akuntabel.
Menurut keterangan Badan Komunikasi Pemerintah Republik Indonesia, digitalisasi bansos diharapkan mampu mendorong pemberantasan kemiskinan lebih tepat sasaran, sekaligus memberikan perlindungan sosial yang lebih baik bagi masyarakat miskin dan rentan.
Sebelumnya, Ketua Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan digitalisasi akan mengurangi kesalahan penyaluran bansos, baik inclusion error maupun exclusion error.
“Kita akan sosialisasikan supaya semua yang nanti kalau dibagikan bansos tidak tepat sasaran supaya melaporkan diri dan nanti diambil datanya lagi,” ujar Luhut dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Luhut menambahkan, digitalisasi bansos berpotensi menghemat anggaran negara hingga Rp 500 triliun. Efisiensi itu mencakup penyaluran bansos, transfer tunai, subsidi, hingga stimulus jika seluruhnya tepat sasaran.
“Kita akan menghemat Rp 500 triliun lebih, misalnya itu bansos, cash transfer, dan subsidi, juga mungkin ada stimulus, kalau semua betul-betul targeted,” kata Luhut.
Menurutnya, integrasi data antara Kementerian Sosial (Kemensos) dan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah berjalan. Jika diterapkan secara akurat, bansos bahkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,3–0,4 persen.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, hingga 9 Juli 2025 realisasi bansos sembako mencapai Rp 20,26 triliun untuk 18,27 juta KPM, atau 97,22 persen dari target 18,8 juta penerima. (Id88)