JAKARTA (Waspada.id): Data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat 95 persen pelajar mengaku mendapatkan pelajaran literasi keuangan dari ibu mereka.
Karena itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya mendorong peran perempuan sebagai penggerak literasi keuangan syariah untuk semakin pandai mengatur perekonomian dan melindungi keluarga dari maraknya kejahatan finansial.
Demikian disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi (Kiki), dalam kegiatan Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS) yang diikuti ratusan perempuan dari berbagai kelompok dan diselenggarakan di Balai Baladika Kopassus Serang, Provinsi Banten, Selasa (7/10/2025).
Dalam sambutannya, Kiki menyatakan bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam rumah tangga dan merupakan fondasi utama dalam pembentukan generasi yang cerdas secara finansial.
“Peran untuk melindungi adalah dengan memberikan edukasi dan literasi untuk keluarga, karena itu pentingnya literasi dan edukasi keuangan untuk ibu-ibu semua,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat literasi keuangan di suatu masyarakat dengan tingkat kesejahteraan keluarga, sehingga penting bagi OJK untuk meningkatkan literasi keuangan kalangan perempuan.
Kiki mengatakan, dengan memperkuat literasi keuangan bagi kaum Ibu, maka secara tidak langsung bisa memperbaiki kualitas generasi mendatang dan memajukan perekonomian nasional.
Dia menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara para pemangku kepentingan terkait dengan pemerintah daerah untuk membuat program literasi keuangan secara berkelanjutan bagi masyarakat.
Di tengah peran krusial perempuan tersebut terdapat tantangan yang dihadapi OJK. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025, mencatat indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masing-masing baru mencapai 43,42 persen dan 13,41 persen.
“Angka tersebut menunjukkan gap yang cukup signifikan dibandingkan dengan indeks keuangan nasional yang telah menyentuh 66,46 persen untuk literasi keuangan dan 80,51 persen untuk inklusi keuangan.
“Karena dari Gap literasi dan inklusi ini dikhawatirkan akan membuka celah kerentanan masyarakat terhadap berbagai modus kejahatan finansial digital yang kian masif,” imbuh Kiki.
Oleh karena itu, lanjutnya, OJK secara tegas memperingatkan publik akan ancaman serius mulai dari investasi ilegal, pinjaman online fiktif, social engineering, hingga penipuan berkedok file APK via WhatsApp.
OJK menjawab tantangan tersebut dengan menjalankan strategi komprehensif melalui berbagai program, diantaranya SICANTIKS, Forum Edukasi dan Temu Bisnis Keuangan Syariah (FEBIS), Ekosistem Pusat Inklusi Keuangan Syariah (EPIKS), dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC).
Berdasarkan data OJK, hingga September 2025 IASC telah menyelamatkan potensi kerugian sebesar Rp2,25 miliar dari penipuan di sektor jasa keuangan syariah.
Kegiatan SICANTIKS di Banten merupakan wujud sinergi antara OJK dengan para pemangku kepentingan di daerah, termasuk Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW), dan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Banten.
“OJK meyakini bahwa kolaborasi yang solid adalah kunci untuk mewujudkan ekosistem keuangan syariah yang inklusif dan mampu mendorong kesejahteraan masyarakat secara merata,” tutur Kiki.
Program Sahabat Ibu Cakap Literasi dan Inklusi Keuangan ini merupakan komitmen OJK dan bentuk nyata cinta kepada keuangan syariah, serta upaya memperluas inklusi keuangan syariah di Indonesia. (Id88)