JAKARTA (Waspada.id): Global Anti-Scam Alliance (GASA) merilis aksi penipuan digital dalam setahun menimbulkan kerugian mencapai Rp 49 triliun atau rata-rata Rp 1,7 juta per orang.
Temuan ini berdasarkan survei daring terhadap 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas di seluruh Indonesia pada 26 Februari hingga 14 Maret 2025.
Dari survei tersebut, GASA menemukan 66% orang dewasa Indonesia mengalami penipuan dalam setahun terakhir. Diketahui, platform yang paling sering digunakan scammer adalah pesan langsung seperti aplikasi pesan instan dan SMS.
Ketua GASA Indonesia Reski Damayanti menuturkan, penipuan digital sangat merugikan masyarakat. Hal ini bisa mengikis kepercayaan, menguras keuangan, dan mengancam konsumen sehari-hari.
“Untuk melindungi publik dan memulihkan kepercayaan, Indonesia perlu memperkuat sistem pencegahan penipuan dengan teknologi canggih seperti AI [artificial intelligence], didukung kemitraan kuat dan regulasi yang jelas,” katanya dalam peluncuran GASA State of Scams 2025 Indonesia Report di Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Sebagai informasi, GASA yang merupakan organisasi nirlaba ini melakukan survei daring terhadap 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas di seluruh Indonesia pada 26 Februari hingga 14 Maret 2025.
Country Manager, Indonesia, Mastercard sekaligus Wakil Ketua GASA Indonesia Chapter Aileen Goh berpendapat, kepercayaannya adalah fondasi ekonomi digital yang inklusif. Sehingga kasus penipuan digital sangat merugikan masyarakat dan industri pembayaran.
“Untuk menjaga kepercayaan ini, dibutuhkan lebih dari sekadar teknologi, yaitu aksi kolektif. Pendekatan Mastercard berfokus pada kolaborasi dengan berbagi intelijen, berinvestasi dalam inovasi, dan membangun hubungan untuk memperkuat ketahanan siber bagi seluruh masyarakat Indonesia,” terang Aileen.
300.000 Laporan Penipuan
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejak 22 November 2024 hingga 15 November 2025 Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah menerima hampir 300.000 laporan penipuan dari masyarakat.
Untuk diketahui, IASC adalah pusat penanganan penipuan transaksi keuangan. Forum ini bentuk kerja sama Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dengan pelaku industri perbankan, penyedia jasa pembayaran, e-commerce, dan lainnya.
Kepala Departemen Pelindungan Konsumen OJK Rudy Agus Purnomo Raharjo menggambarkan dengan hampir 300.000 laporan yang masuk selama kurang lebih setahun ini, maka IASC setiap harinya menerima 900 sampai 1.000 laporan penipuan.
“Dengan masyarakat yang lapor itu sudah mendekati 300.000, jadi tiap hari IASC terima laporan 900—1.000 orang yang tertipu. Saya agak teriris, miris gitu dengan kondisi yang ada,” ucapnya.
Sebab itu, Rudy menegaskan untuk menangani penipuan keuangan itu tidak bisa dilakukan sendiri. Seluruh pihak terkait harus saling berkolaborasi sebab yang dilawan bukan lagi hanya orang per orang, tetapi sindikat.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Sekretariat Satgas PASTI OJK, Hudiyanto mengemukakan, ternyata IASC ini masih belum terdengar familiar di kalangan masyarakat, bahkan di kementerian sekalipun.
“Itu fakta pertama. Fakta kedua, dari data hampir 300.000 itu yang lapor di bawah 1 jam hanya 0,9%, not until 1%. Data kami juga menyatakan bahwa uang hilang di bawah 1 jam, jadi bisa dibayangkan banyak orang yang kecewa,” tuturnya.
Lebih jauh, Hudiyanto mengingatkan akan pentingnya pembaruan peraturan. Menurutnya, peraturan-peraturan yang ada di Indonesia kini sudah terlalu lama. Misalnya saja peraturan mengenai TPPU yang usianya sudah 10—13 tahun lalu.
“We have to change, kita harus berubah. Kita harus meniru Singapura, yang sudah mulai come up dengan perubahan ketentuan yang ada,” tuturnya. (Id88)




 
  
    
  
  
      









