JAKARTA (Waspada.id): PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) ingin memperluas kredit subsidi langsung ke masyarakat lapisan bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tanpa untuk bisa memiliki rumah tanpa harus melalui pengembangan (developer).
“Selama ini masyarakat untuk dapat kredit subsidi itu harus melalui developer. Nah, saya mengusulkan kepada pemerintah agar subsidi itu diperluas langsung ke MBR misalkan untuk membangun atau merenovasi rumah,” kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dalam forum Media Gathering BTN 2025: Energi Baru BTN Perkuat Transformasi Berkelanjutan di Bandung, Jawa Barat, Jumat Sore (19/9).
Nixon menambahkan, selama ini sistem subsidi perumahan harus melalui kredit kepemilikan rumah (KPR) dari developer. Padahal banyak masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan subsidi untuk membangun atau merenovasi rumahnya sendiri yang mungkin berasal dari warisan orang tuanya.
“Kan, banyak yang kita temui si anak sudah berkeluarga tapi masih tinggal satu atap dengan orang tuanya, dengan kata lain dalam satu kartu keluarga (KK) ada dua kepala keluarga. Ketika si anak ingin perluas rumah orang tuanya itu, dia ingin mendapatkan biaya subsidi merenovasi rumahnya. Nah, disitulah diperlukan kehadiran subsidi pemerintah, termasuk yang ingin bangun rumah dari warisan tanah orang tuanya,” jelasnya.
Nixon mengingatkan, bahwa budaya di Indonesia, terutama yang memiliki satu anak, orang tua ingin anaknya yang sudah berkeluarga tetap tinggal dalam satu atap rumah meski rumah tersebut sederhana atau kurang layak untuk ditinggali secara bersamaan.
“Melalui subsidi langsung itu maka jangkauan pemerintah untuk membantu MBR akan semakin luas. Dengan begitu MBR tidak harus mengambil KPR subsidi melalui developer, cukup dibiayai dari tempat tinggalnya yang sudah ada,” tuturnya.
Sementara kehadiran dana likuiditas pemerintah sebesar Rp25 triliun ke BTN, yang merupakan bagian dari Rp200 triliun ke bank-bank BUMN, Nixon memproyeksikan akan terserap habis pada akhir 2025, seiring dengan terjaganya permintaan kredit di sektor perumahan.
Perseroan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengoptimalkan penyerapan dana tersebut.
Nixon menilai, langkah pemerintah untuk membantu perbankan dengan tambahan likuiditas tersebut, cukup mengatasi kondisi persaingan yang ketat di antara bank-bank dalam memperoleh dana murah. Dengan adanya dana segar tambahan, persaingan berpindah ke upaya bank dalam menyalurkan ke program kredit.
“Langkah pemerintah ini telah memindahkan persaingan di likuiditas menjadi persaingan di kredit, karena dengan adanya tambahan dana Rp25 triliun, likuiditas tidak menjadi masalah lagi bagi BTN setidaknya dalam waktu 6 bulan. Saya perkirakan Desember (tahun ini) sudah habis terserap,” ungkapnya.
Adapun perkiraan tersebut didasarkan pada perhitungan rerata penyaluran kredit per bulannya di BTN. BTN mencatatkan penyaluran tersebut mencapai sekitar Rp6 sampai Rp7 triliun, baik untuk melayani ekosistem perumahan yang cakupannya luas, maupun kredit non-perumahan yang saat ini juga menjadi salah satu motor realisasi pembiayaan di BTN.
“Realisasi kredit kami rata-rata saja sekitar Rp6-7 triliun per bulan, jadi kalau akhir tahun Rp25 triliun itu sudah nutup. Itu juga sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB) kami,” ujar Direktur Finance and Strategy BTN Nofry Rony Poetra.
Nixon kembali menjelaskan, bahwa injeksi likuiditas tersebut serupa dengan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi Covid-19, ketika sejumlah dana pemerintah ditempatkan di bank-bank milik negara untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
Dikatakan, saat itu BTN mendapatkan penempatan dana pemerintah sebesar Rp10 triliun untuk disalurkan sebagai kredit. Hasilnya, kata Nixon, ekonomi saat itu berangsur-angsur pulih dan bank-bank dapat mengembalikan dana tersebut ke negara setelah dua tahun.
Dalam konteks saat ini, Nixon menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun sangat membantu BTN untuk mempercepat realisasi atas pipeline kredit yang belum diakadkan.
“Demand-nya justru sangat ada di BTN, pipeline (kredit) di kami sebenarnya Rp30 triliun lebih. Dengan adanya tambahan likuiditas ini, masalahnya sudah selesai dan yang sudah ada di pipeline jadinya cepat diberi keputusan agar tidak pindah ke bank lain,” tuturnya.
Lebih lanjut, BTN juga menilai tambahan likuiditas Rp25 triliun dapat memberikan dorongan lebih bagi perseroan untuk terus menurunkan biaya dana (cost of fund), terutama setelah Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate) hingga 125 basis poin (bps) dalam satu tahun ke belakang.
Sebagai langkah kongkrit, Nixon mengungkapkan, BTN telah menurunkan bunga deposito special rate tidak lama setelah tambahan dana segar dari pemerintah diterima perseroan.
“Waktu Jumat (12 September) diputuskan oleh pemerintah, Senin (15 September) kami memutuskan untuk menurunkan bunga special rate deposito 50 bps. Dana Rp25 triliun membantu BTN menurunkan suku bunga dana mahal dan kami memastikan special rate akan terus turun hingga akhir tahun,” ujarnya.
Ujungnya, kata Nixon, langkah tersebut dapat berdampak positif pada profitabilitas BTN yang akan terefleksi pada margin bunga bersih (NIM) perseeroan. Tren penurunan biaya dana di BTN belakangan juga telah berkontribusi pada NIM yang meningkat 139 bps ke level 4,4% hingga semester I-2025. (id88)