MEDAN (Waspada.id): Ketidakpastian arah kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kembali mencuat dan memicu perubahan signifikan pada sejumlah instrumen keuangan global. Harga emas bergerak menguat, sementara Rupiah berbalik mengalami tekanan pada perdagangan hari ini, Kamis (20/11).
Pengamat Pasar Keuangan Sumatera Utara, Gunawan Benjamin, menjelaskan bahwa stabilnya harga emas pada kisaran US$4.086 per ons troy mencerminkan sinyal ketidakpastian pasar terhadap keputusan The Fed menjelang akhir tahun.
“Risalah FOMC menunjukkan pendapat yang terbelah terkait rencana pemangkasan suku bunga acuan. Hal ini yang membuat pasar ragu dan menahan diri, sehingga emas bergerak stabil dengan kecenderungan menguat,” ujar Gunawan.
Ia menambahkan, harga emas di pasar domestik saat ini berada di kisaran Rp2,2 juta per gram, dengan arah pergerakan yang masih belum pasti. Menurutnya, dalam jangka pendek, volatilitas harga emas akan sangat bergantung pada rilis data ekonomi Amerika Serikat.
“Setiap data yang keluar berpotensi memicu volatilitas harga emas, terutama karena ketidakpastian kebijakan The Fed masih cukup besar,” jelasnya.
Sementara itu, pasca-rilis risalah FOMC, Indeks Dolar AS (USD Index) terpantau menguat ke level 100,12. Penguatan dolar ini dinilai berpotensi memberikan tekanan tambahan pada Rupiah.
“Meskipun kemarin Rupiah sempat diuntungkan oleh keputusan BI yang mempertahankan suku bunga acuan, tarik-ulur kebijakan The Fed tetap menjadi ancaman. Saat dolar menguat, risiko tekanan terhadap Rupiah semakin besar,” ungkap Gunawan.
Pada perdagangan hari ini, Rupiah bergerak melemah di level Rp16.745 per dolar AS, dan diperkirakan berada dalam rentang Rp16.670 – Rp16.750 sepanjang sesi perdagangan.
Di sisi lain, IHSG dibuka stabil dan cenderung menguat di posisi 8.449. Gunawan memproyeksikan IHSG dapat bergerak dalam rentang 8.430 – 8.470, dengan peluang tetap berada di zona hijau.
“Bursa Asia yang bergerak menguat turut memberikan sentimen positif bagi IHSG hari ini,” tutupnya. (id09)












