MEDAN (Waspada): Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, saat ini industri kelapa sawit nasional sedang menghadapi tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Hal itu dikatakan Eddy dalam acara Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS-Forum) 2024 di Hotel Santika, Jalan Kapten Maulana Lubis, Nomor 7, Medan, Kamis (30/5). Dalam kegiatan tersebut, dia berharap bisa bergandengan tangan dengan pemerintah untuk menyelesaikan tantangan tersebut.
“Menurut kami, memang sedang tidak baik-baik saja di dalam dan luar negeri. Di luar ada kampanye negatif, termasuk juga undang-undang anti deforestasi eropa dan lainnya. Kita perlu bersinergi dengan pemerintah dan stakeholder untuk menyelesaikan tantangan ini,” ucapnya.
IPOS Forum kali ke-9 ini mengangkat tema “Dukungan Pemerintah Dalam Perlindungan dan Penegakan Hukum Untuk Investasi Industri Sawit”. Eddy berharap, event kali ini membuahkan pemikiran yang bisa membantu pengusaha dan petani kelapa sawit nasional.
“Selama dua hari mudah-mudahan kita punya jalan keluar, ide-ide yang cemerlang untuk mengembalikan lagi kejayaan kelapa sawit kita,” ucapnya.
Perlu Harmonisasi Regulasi
Sementara itu, Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting, kepada wartawan di sela acara tersebut mengatakan, perlu adanya harmonisasi regulasi dalam pengembangan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Karena regulasi yang ada saat ini menghambat pengembangan PSR tersebut.
“Perlu ada harmonisasi regulasi terkait Peremajaan Sawit Rakyat. Karena itu yang menghambat dalam pelaksanaan PSR tersebut. Tentunya regulasi yang terkait dengan kawasan hutan,” tegasnya.
Timbas menyebutkan, ada beberapa petani kebun sawit yang sudah memiliki lahan dengan sertifikat tanah hak milik, namun tidak bisa mendapatkan bantuan PSR, sehingga petani tidak bisa melakukan pengembangan peremajaan sawitnya.
Timbas mengatakan, di dalam UUCK, ada pasal yang menyebutkan, Departemen Kehutanan harus mengeluarkan areal di bawah 5 ha milik petani dari kawasan hutan. “Kenapa itu tidak dikeluarkan? Inilah yang harus kita dobrak itu. Kalau di atas 5 ha boleh dikejar perusahaan-perusahaan yang memang harus sesuai dengan peraturan yang ada. Tetapi petani yang memiliki areal di bawah 5 ha ini kan harus dikeluarkan dari kawasan hutan. Kapan peraturan ini dijalankan?” Ketusnya.
Dia menyebutkan, rata-rata PIR plasma yang bersertifikat ini eks PIR, mereka itu sudah memiliki sertifikat sebelum UU Kawasan Hutan keluar. “Kalau berdasarkan UUCK itu, harus diharmonisasi, harus dikeluarkan, dimaping. Kalau Dinas Kehutanan kurang dana, minta sama pemerintah ada dana kita, DBH sawit juga ada,” katanya.
“Ini perlu dukungan pemerintah daerah. Masalah harmonisasi regulasi ini sudah beberapa tahun kami bahas di sini, surat juga sudah beberapa kali dilayangkan, tinggal menunggu ada niat baik atau tidak. Uangnya ada, tapi penyelesaiannya tidak ada,” lanjutnya.
Harus Semakin Baik
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Sumut, Hassanudin yang membuka acara tersebut menyampaikan, penataan industri kelapa sawit harus semakin baik ke depan. Apalagi industri ini merupakan motor utama penggerak perekonomian di Sumatera Utara (Sumut).
Diketahui, terdapat kurang lebih 1,4 juta hektare lahan sawit dengan produksi tandan dan buah segar sekitar 24 juta ton per tahun. Ada sekitar 237 perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit di Sumut, dan ini berdampak pada lapangan kerja.
“Ini sektor strategis, walau Sumut bukan provinsi dengan produksi dan lahan terbesar. Tapi, industrinya sangat masif di sini, dan itu berdampak pada penyerapan tenaga kerja, kita perlu penataan yang semakin baik,” sebut Hassanudin,
Turut dadir pada pembukaan IPOS 2024, antara lain Kapolda Sumut, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, serta unsur Forkopimda Sumut. Hadir juga Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting, OPD terkait Pemprov Sumut, serta pengurus GAPKI se-Indonesia. (m31)