MEDAN (Waspada.id): Harga emas dunia kembali mencetak rekor baru menembus level USD 4.003 per ons troy, atau setara sekitar Rp2,15 juta per gram, di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global dan tensi geopolitik.
Di sisi lain, Rupiah melemah ke posisi Rp16.600 per dolar AS, sementara IHSG bergerak sideways di kisaran 8.170–8.230.
Pengamat Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, pelemahan rupiah kali ini terjadi setelah sempat menguat pada perdagangan sebelumnya, meski cadangan devisa Indonesia turun menjadi USD 148,7 miliar pada September 2025.
“Rupiah mengalami tekanan karena indeks dolar AS menguat ke 98,88, sementara imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun justru turun ke 4,131%. Ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi investor global terhadap aset berisiko,” ujarnya di Medan, Rabu (8/10).
Gunawan menambahkan, pergerakan IHSG yang dibuka di level 8.201 juga menunjukkan pola yang cenderung mendatar mengikuti bursa saham Asia. Menurutnya, pelaku pasar sedang menunggu sejumlah rilis data ekonomi domestik, termasuk Indeks Kepercayaan Konsumen dan penjualan kendaraan bermotor roda dua.
“Jika indeks kepercayaan konsumen meningkat, itu akan menjadi katalis positif bagi IHSG dan rupiah dalam jangka pendek. Namun untuk sementara, pasar masih bergerak hati-hati karena minimnya sentimen baru,” jelas Gunawan.
Sementara di sisi lain, harga emas terus reli menembus ambang psikologis USD 4.000 per ons troy. Gunawan menilai, tren kenaikan ini masih akan berlanjut karena emas menjadi aset yang paling dicari di tengah kondisi ekonomi global yang tidak stabil.
“Tensi geopolitik yang meningkat dan tren penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS menjadi faktor utama yang menopang penguatan emas. Investor global hingga bank sentral di berbagai negara kini mengakumulasi emas sebagai lindung nilai dari risiko pasar,” ungkapnya.
Gunawan memprediksi, selama ketidakpastian ekonomi belum mereda, harga emas masih akan berpotensi naik, sementara Rupiah cenderung berkonsolidasi di kisaran 16.600 per dolar AS dalam waktu dekat.
“Emas sedang menjadi simbol ketidakpercayaan pasar terhadap stabilitas dolar AS. Dan selama ketegangan global belum berakhir, tren bullish emas akan tetap terjaga,” tutupnya. (id09)