MEDAN (Waspada.id): Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara mencatat laju inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada September 2025 mencapai 5,32 persen. Angka ini melonjak dibanding September 2024 yang hanya sebesar 1,40 persen maupun September 2023 sebesar 2,15 persen.
Kenaikan ini ditandai dengan naiknya Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,50 pada September 2024 menjadi 111,11 pada September 2025.
Kepala BPS Sumut, Asim Saputra, menjelaskan bahwa inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) hingga September 2025 tercatat sebesar 3,60 persen, sedangkan inflasi bulanan (month-to-month/mtm) mencapai 0,65 persen.
“Peningkatan inflasi ini bersumber dari kenaikan harga pada hampir semua kelompok pengeluaran, terutama kelompok makanan, minuman, dan tembakau,” ujar Asim dalam keterangan resminya, Rabu (1/10).
Penyumbang Inflasi
Seluruh kelompok pengeluaran tercatat mengalami kenaikan indeks. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dengan kenaikan 11,38 persen.
Selain itu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya naik 10,17 persen, kelompok kesehatan 3,09 persen, kelompok pendidikan 2,81 persen, serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran 2,49 persen.
Sejumlah komoditas utama yang memberikan andil inflasi tahunan antara lain cabai merah, emas perhiasan, bawang merah, beras, daging ayam ras, ikan dencis, ikan tongkol, tomat, cabai hijau, minyak goreng, kelapa, serta biaya perguruan tinggi.
Meski demikian, terdapat pula komoditas yang menekan inflasi (memberi andil deflasi), seperti angkutan udara, bawang putih, bensin, sabun detergen, daging babi, sawi hijau, pisang, dan ikan mujair.
Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 8 kabupaten/kota, seluruh wilayah mengalami inflasi tahunan. Inflasi tertinggi tercatat di Kabupaten Deli Serdang sebesar 6,81 persen dengan IHK 111,99, sedangkan terendah di Kota Medan sebesar 4,44 persen dengan IHK 109,97.
“Ini menunjukkan bahwa tekanan harga tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga meluas ke kabupaten. Distribusi pasokan pangan menjadi salah satu faktor penyebab,” kata Asim.
Pada level bulanan, komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi antara lain cabai merah, cabai hijau, emas perhiasan, daging ayam ras, wortel, biaya perguruan tinggi, mobil, jeruk, dan tarif ojek online. Adapun komoditas yang memberikan sumbangan deflasi bulanan mencakup bawang merah, beras, ikan dencis, sawi putih, kacang panjang, udang basah, jengkol, hingga tomat.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin menyebutkan, kondisi inflasi yang cukup tinggi pada September 2025 menjadi sinyal perlunya pengendalian harga, khususnya pada bahan pangan strategis.
“Komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang sangat berpengaruh terhadap inflasi di Sumut. Jika pasokan dan distribusinya tidak terjaga, inflasi bisa terus berada pada level tinggi,” jelasnya.
Sementara itu, BPS mencatat, pada September 2025 seluruh kelompok pengeluaran memberikan andil terhadap inflasi tahunan, dengan kontribusi terbesar dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau (3,98 persen), disusul kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,61 persen), serta kelompok penyediaan makanan/minuman restoran (0,21 persen). (id09)