JAKARTA (Waspada.id): Kemenperin menyatakan telah melakukan apa yang telah menjadi tuntutan para ekonom melalui reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Reformasi TKDN terutama ditujukan pada tata cara perhitungan skor TKDN yang lebih mudah, lebih murah, dan lebih cepat dan tentu saja tidak kaku sebagaimana yang dituntut oleh aliansi ekonom.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri menanggapi desakan 400 ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia yang mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh dan pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasmita dan jajaran di Kemenperin sudah mengevaluasi dan mereformasi kebijakan TKDN. Evaluasi dan reformasi didasarkan pada suara publik, industri, investor, ekonom dan semua yang terlibat dalam ekosistem industri terutama industri yang memproduksi produk ber TKDN,” ujar Febri di Jakarta melalui siaran persnya, Rabu (10/9/2025).
“Hasilnya, adanya Rpermenperin Tata Cara Perhitungan TKDN yang sangat memperhatikan kebutuhan dan kepentingan industri lokal terutama industri kecil dan menengah dalam memperoleh sertifikat TKDN sehingga bisa meningkatkan daya saing perusahaan industri dan produknya, menyerap tenaga kerja lebih besar, mendatangkan investasi dari dalam dan luar negeri dan yang paling penting memperkuat ekosistem dan rantai pasok industri dalam negeri,” sambungnya.
Lebih lanjut Febri menjelaskan, Kemenperin menempuh langkah reformasi TKDN karena regulasi lama yang sudah berlaku lebih dari satu dekade perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan industri dalam negeri saat ini terutama merespon permintaan domestik yang berasal dari kebutuhan pemerintah atau kebutuhan rumah tangga atas produk manufaktur tertentu. Reformasi TKDN dilakukan dengan penekanan pada prinsip murah, mudah, cepat, dan berbasis insentif.
“Jika dahulu proses sertifikasi bisa memakan waktu lebih dari 20 hari kerja dengan biaya relatif tinggi, kini lewat skema baru, sertifikasi bisa selesai hanya dalam 10 hari kerja. Untuk industri kecil, bahkan cukup tiga hari melalui mekanisme self declare,” ungkapnya.
Reformasi ini juga menghadirkan insentif tambahan, seperti nilai TKDN minimal 25% bagi perusahaan yang berinvestasi dan menyerap tenaga kerja lokal, hingga tambahan 20% bagi yang melakukan riset dan pengembangan.
“Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” imbuhnya.
Melalui reformasi TKDN, lanjut Febri, Kemenperin justru memberi perhatian khusus bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Pelaku IKM kini mendapat kemudahan dalam pengajuan sertifikasi TKDN, termasuk dengan skema self declare yang berlaku selama lima tahun.
“Dengan begitu, penghitungan TKDN bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tapi menjadi reward system yang mendorong inovasi dan investasi,” imbuhnya.
Melalui reformasi TKDN, lanjut Febri, Kemenperin justru memberi perhatian khusus bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Pelaku IKM kini mendapat kemudahan dalam pengajuan sertifikasi TKDN, termasuk dengan skema self declare yang berlaku selama lima tahun.
“Dengan metode self declare, IKM bisa lebih cepat memperoleh sertifikat TKDN dengan biaya yang sangat ringan, bahkan dapat mencapai nilai TKDN lebih dari 40% tanpa kerumitan administrasi seperti sebelumnya. Ini adalah bentuk afirmasi agar IKM bisa sejajar dengan industri menengah dan besar,” tuturnya.
Selain itu, informasi nilai TKDN juga kini lebih transparan karena dapat diakses melalui label dan kemasan produk. Langkah ini mempermudah konsumen maupun lembaga pemerintah dalam memastikan produk IKM berdaya saing dan memenuhi syarat pengadaan barang dan jasa.
“Harapan kami, semakin banyak IKM yang memanfaatkan fasilitas ini, sehingga produk mereka tidak hanya kompetitif di pasar lokal, tetapi juga mampu menembus rantai pasok industri skala besar,” tambah Febri.
Terkait dengan TKDN sektoral seperti TKDN untuk HKT yang dinilai kaku dan menghambat investasi maka dapat kami sampaikan bahwa Kemenperin hanya membuat kebijakan tata cara perhitungan dan pemenuhan TKDN pada produk sektor yang Threshold TKDN nya telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga lain. Regulasi tata cara perhitungan TKDN tersebut juga menyesuaikan kebutuhan dan kepentingan industri dan investor pada sektor tersebut.
“Bahkan, investor asing terutama investor atau pebisnis yang belum bisa membangun fasilitas produksi di Indonesia mengharapkan kebijakan TKDN sektoral tersebut tetap diberlakukan. Alasan mereka, kebijakan TKDN sektoral membantu mereka dalam persaingan dipasar domestik. Jadi, kebijakan TKDN sektoral terutama bagi produk industri dalam negeri yang menyasar atau memenuhi kebutuhan rumah tangga dan swasta juga mereka harapkan tetap dipertahankan. Dan kami juga sudah mengevaluasi dan memperbaiki kualitas regulasi tersebut dalam reformasi kebijakan TKDN ,” ujar Febri.
Menurut Febri, reformasi TKDN juga lahir dari hasil evaluasi berbagai kendala yang selama ini dihadapi pelaku usaha, mulai dari tingginya biaya pengurusan sertifikat, masa berlaku yang terlalu singkat, hingga fenomena TKDN washing oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, proses sertifikasi dilakukan secara digital sehingga meminimalisir kontak antara pelaksana verifikasi dan pemohon sertifikasi TKDN.
“Lewat regulasi baru, sertifikat TKDN kini berlaku hingga lima tahun dengan mekanisme pengawasan lebih ketat. Kami juga membentuk Tim Pengawas di bawah Inspektorat Jenderal untuk memastikan tidak ada lagi praktik manipulasi sertifikasi, kecurangan yang menjadi celah korupsi, baik oleh pelaku usaha maupun lembaga verifikasi,” jelasnya.
Febri menegaskan, langkah reformasi ini sejalan dengan arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menempatkan TKDN sebagai pilar penting dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Reformasi TKDN adalah bagian dari paket deregulasi ekonomi untuk memperkuat fondasi industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja berkualitas, serta mendukung kemandirian ekonomi nasional,” tuturnya.
Ia menambahkan, Kemenperin akan terus mensosialisasikan manfaat TKDN, terutama kepada industri kecil dan menengah agar semakin banyak produk lokal yang berdaya saing dan mampu mengisi kebutuhan pasar domestik maupun global.
“Pada akhirnya, setiap rupiah belanja negara yang diarahkan pada produk ber-TKDN akan kembali berlipat ganda bagi rakyat Indonesia, antara lain dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan industri, dan penguatan ekonomi nasional,” pungkas Febri. (id09)