MEDAN (Waspada.id): Harga emas dunia kembali tergelincir di bawah level psikologis US$4.000 per troy ounce, setelah kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai menunjukkan hasil positif. Kondisi ini memicu peralihan investasi dari aset aman seperti emas ke instrumen keuangan berisiko yang menawarkan potensi imbal hasil lebih tinggi.
Menurut Pengamat Pasar Keuangan Sumut, Gunawan Benjamin, kabar tercapainya kesepakatan sebagian antara dua ekonomi terbesar dunia itu menjadi katalis negatif bagi harga emas.
“Emas turun karena pasar kembali optimis terhadap stabilitas ekonomi global. Dengan adanya kesepakatan dagang, investor mulai meninggalkan aset lindung nilai seperti emas dan kembali ke aset berisiko seperti saham dan dolar AS,” jelas Gunawan, Selasa (28/10).
Dari data perdagangan, harga emas dunia saat ini bergerak di level US$3.988 per troy ounce, atau setara sekitar Rp2,1 juta per gram, melemah dibandingkan perdagangan pekan lalu.
Gunawan menjelaskan, dalam kesepakatan terbaru tersebut, AS dan China sepakat memperkuat kerja sama di bidang ekspor, pembelian produk pertanian, pengaturan biaya pengiriman, serta perdagangan bahan kimia fentanyl. Kabar ini mendorong sentimen positif di pasar global karena dianggap mampu meredakan ketegangan dagang yang telah berlangsung lama.
“Kesepakatan ini menurunkan tingkat ketidakpastian global. Secara alami, ketika risiko global berkurang, daya tarik emas sebagai safe haven juga menurun,” tambahnya.
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa pagi sempat melemah ke 8.059, dengan proyeksi pergerakan harian di kisaran 7.930–8.250. Adapun rupiah juga terpantau melemah tipis ke level Rp16.620 per dolar AS, meskipun tekanan dari imbal hasil obligasi AS memberi peluang bagi rupiah untuk stabil.
Gunawan menilai, pelemahan harga emas saat ini bersifat sementara. Jika pada tahap berikutnya kesepakatan dagang menemui hambatan baru atau data ekonomi AS menunjukkan pelemahan, maka harga emas berpeluang rebound.
“Emas masih akan menjadi pilihan utama bagi investor ketika muncul kembali ketidakpastian ekonomi. Saat ini, penurunan harga lebih disebabkan faktor psikologis pasar yang tengah euforia terhadap kabar kesepakatan,” pungkasnya. (id09)













