JAKARTA (Waspada): Isu panas soal kemungkinan merger dua raksasa teknologi Indonesia, Grab dan GoTo, terus jadi sorotan. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menegaskan bahwa setiap aksi korporasi semacam itu harus mematuhi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Menurutnya, sistem pengawasan merger di Indonesia bersifat mandatory post-merger notification—artinya KPPU baru bisa menilai dampak persaingan setelah transaksi resmi dilakukan dan diberitahukan, paling lambat 30 hari setelahnya.
“Selama merger Grab dan GoTo masih sebatas spekulasi, kami tidak dapat memberikan penilaian. Tapi jika merger itu benar-benar terjadi dan diberitahukan kepada kami, KPPU akan langsung melakukan penilaian menyeluruh,” jelas Fanshurullah.
Ia mengungkapkan bahwa meski belum ada pemberitahuan resmi, KPPU telah melakukan penelitian mandiri sebagai langkah antisipasi. Langkah ini bertujuan mengkaji potensi dampak merger terhadap iklim usaha, termasuk hambatan masuk pasar, potensi perilaku anti persaingan, serta perlindungan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Lebih lanjut, ia mengimbau para pelaku usaha untuk melakukan self-assessment guna memastikan transaksi mereka tidak menimbulkan monopoli atau persaingan tidak sehat. Jika ditemukan pelanggaran, KPPU memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi administratif hingga membatalkan transaksi merger tersebut.
“Kami mengingatkan agar setiap langkah merger dilakukan dengan hati-hati, transparan, dan sesuai regulasi. Kepatuhan pada UU Persaingan Usaha adalah kunci menjaga iklim usaha yang sehat dan kompetitif di Indonesia,” tegasnya. (m31)













