MEDAN (Waspada.id): Komoditas kopi tidak hanya berperan sebagai penyumbang devisa bagi Sumatera Utara, tetapi juga menjadi penopang utama lapangan kerja bagi ratusan ribu masyarakat di Sumatera Bagian Utara (Sumut dan Aceh), mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Ketua Asosiasi Ekspor dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara, Saidul Alam, mengatakan bahwa industri perkopian menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, mencakup petani, buruh tani, pekerja pascapanen, logistik, hingga sektor jasa seperti kafe dan pelabuhan.
“Kalau kita bicara kopi, ini bukan hanya soal ekspor, tapi juga soal penyerapan tenaga kerja. Dari kopi saja, di Aceh dan Sumatera Utara, ada sekitar 500 ribu lebih orang yang kehidupannya bergantung pada sektor ini,” ujar Saidul Alam dalam diskusi pada acara BIG Conference 2025 yang digelar harian Bisnis Indonesia Wilayah Sumut-Aceh di Medan, Senin (8/12/2025).
Ia merinci, jumlah petani kopi di Aceh mencapai sekitar 245 ribu orang, sementara di Sumatera Utara sebanyak 215 ribu orang. Selain itu, sektor ini juga melibatkan buruh pemetik, pekerja pengeringan dan penjemuran kopi, hingga buruh angkut.
“Tenaga kerja harian seperti pemetik dan buruh pengering kopi saja, di Aceh mencapai sekitar 11 ribu orang, sementara di Sumatera Utara sekitar 9 ribu orang,” jelasnya.
Penyerapan tenaga kerja juga meluas ke sektor hilir, termasuk pekerja di pelabuhan, logistik, pergudangan, eksportir, roastery, hingga kafe-kafe. Jika diakumulasi, sektor hilir perkopian menyerap sekitar 22 ribu tenaga kerja.
Saidul menambahkan, besarnya penyerapan tenaga kerja tersebut tidak terlepas dari luas areal perkebunan kopi di wilayah Sumatera bagian utara. Di Aceh, luas lahan kopi mencapai 114 ribu hektare, sementara di Sumatera Utara sekitar 98.500 hektare.
Namun demikian, kondisi bencana alam yang terjadi belakangan ini dinilai berpotensi mengganggu stabilitas penyerapan tenaga kerja. Terputusnya jalur distribusi menuju sentra produksi kopi, khususnya di Aceh, membuat aktivitas panen dan pengiriman terganggu.
“Kami memperkirakan dampaknya bisa menurunkan pengiriman sekitar 20 hingga 30 persen pada 2026. Kalau pengiriman turun, otomatis serapan tenaga kerja harian juga ikut terdampak,” ujarnya.
Meski menghadapi tantangan, Saidul menegaskan bahwa industri kopi tetap memiliki prospek cerah secara jangka panjang. Oleh karena itu, ia mendorong perbaikan infrastruktur dan keberlanjutan sektor kopi agar tetap mampu menjadi penggerak utama roda ekonomi dan penyedia lapangan kerja di Sumatera Utara dan wilayah sekitarnya.
“Kopi ini bukan sekadar komoditas, tapi urat nadi ekonomi masyarakat. Selama kopi berlanjut, lapangan kerja tetap hidup,” pungkasnya.
Penyumbang Devisa
Saidul Alam menegaskan bahwa kopi tetap menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Sumatera Utara. Dalam lima hingga enam tahun terakhir, ekspor kopi dari wilayah Sumatera bagian utara secara konsisten berada di kisaran USD 285 miliar hingga USD 400 miliar per tahun, dengan tren terus meningkat. Hingga Oktober 2025, nilai ekspor kopi tercatat telah mencapai USD 387 miliar.
Menariknya, Saidul mengungkapkan bahwa sekitar 65 persen produksi kopi sebenarnya berasal dari Aceh, sementara Sumatera Utara menyumbang sekitar 35 persen. Namun seluruh ekspor kopi tersebut tercatat sebagai ekspor Sumatera Utara karena keluar melalui Pelabuhan Belawan.
“Ini yang saya bilang, Aceh punya barang, Sumut punya nama. Semua ekspor keluar lewat Belawan, sehingga pencatatan devisanya masuk ke Sumatera Utara,” jelasnya. (id09)












